CHAPTER 44

1.7K 76 15
                                    

" cinta itu egois. Ikhlas itu bohong. Jika kamu mencintai tapi harus mengikhlaskan? Kamu hanya sedang membohongi diri sendiri."

-rafzyanrm-

Sore ini orangtua Asna sedang diajak Abah dan umi Gus Adnan untuk ke majelis sekitar pesantren. Kebetulan banyak teman Abi ramadhan di malang. Seingat Asna, Abi memang tidak kuliah di malang tapi soal keaktifannya dan luasnya pertemanan ayahnya itu dapat lima jempol oleh Asna. Hari ini Asna benar-benar kelimpungan sebab diamanahi untuk masak besar untuk makan bersama nanti malam. Demi apapun, menggoreng ikan aja dia masih gosong, apalagi harus menyediakan banyak makanan untuk keluarga suamimya dan orangtuanya. Ah, namanya benar-benar dipertaruhkan untuk kali ini. Gus Adnan juga tidak ada di ndalem. Beberapa menit yang lalu ada jadwal ngajar di aula. Asna terduduk dikursi sebelah dispenser dan memijit kepalanya pelan. Sepertinya kepala wanita berhijab bergo itu sudah siap menyulut lebih panas dari bara kompor.

"Mau dibantu masak, na?"

Ah, Asna sampai lupa ada manusia lain yang bernafas dengan oksigen yang sama dengannya disini. Tepat berdiri di depan iris matanya, memasang muka memelas seperti kucing Diki yang sering ia lihat. Bahkan sampai beberapa detik, Bukan menjawab Asna malah menguliti kakaknya dengan tatapan tajam.

"Asna!?"

Teriakan itu memekik di telinganya, membangunkan lamunannya. Ia menghela nafas panjang. Tidak ada pilihan lain, ia harus memasak bersama rivalnya seperti seolah ia sedang akur dengan madunya. Asna memendam dalam rasa gondok setengah mati dengan wajah tak bersalah kak Syifa.

"Iya, ayo masak kak. Bantu aku yah!" Pekik Asna setengah malas.

Kak Syifa seketika tersenyum lebar dengan giginya yang nyaris tersusun rapi. Ia mengambil celmek di meja dapur, memakai nya. Sebelum detik berikutnya ia menarik lengan adiknya dan memasangkan celmek yang sama.

"Kamu bagian iris aja yah. Aku tau kamu nggak bisa masak kan?" Pertanyaan itu agak menyulut emosi Asna.

"Iya, kan yang jago masak kakak. Yang jago ngaji kakak. Yang pinter kan kakak." Ketus Asna sembari membuka kulkas untuk mencari bahan makanan. "Jago nikung juga kakak. Ups maaf." Timpalnya kembali.

"Gimana ceritanya kakak jago nikung. Orang kakak aja ditinggal nikah sama orang yang Kakak sayangi, udah gitu nikahnya Ama adek sendiri lagi. Sakit ngga tuh?" Tanyanya kembali seperti bumerang yang menghunus ulu ati Asna.

Asna memutar bola matanya malas, ia menutup kulkas dengan kencang lalu berbalik menaruh sayur ke atas meja. Ia benar tak paham dengan jalan fikiran kakaknya. Ia tak ikhlas kah sampai detik ini? Bahkan pernikahan Asna sudah hampir setaun bulan ini. Sakit jiwa.

"Lu kaga ikhlas kak,?"

Kak Syifa mencuci sayur dan tertawa cekikikan sendirian, " ikhlas itu bohong, yang ada terpaksa lalu terbiasa." Sahutnya membungkam mulut Asna.

"Yah seenggaknya lu jadi wanita ada martabatnya dikit lah kak. Ngapain email suami orang dengan nada seperti menggoda."

Kak Syifa melirik ke arah Asna, "oh kamu baca toh? Pantes nggak dibales sama Adnan."

"Sakit jiwa lu! Salah gua apa sih sampai bahagia gue aja lu rusak." Tanya Asna menatap nanar kak Syifa.

"Tuhkan jadi gua-elu in." Ralat Asna sebal.

Jodoh Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang