" manusia seringkali lupa menghargai saat mereka begitu diinginkan."
---------
Umi berdiri diambang pintu menatap menantunya yang terisak didalam kamar. Asna sesenggukan merapikan bajunya dan beberapa barang yang berjajar rapi dirak kerja suaminya. Raut wajahnya sudah merah padam beradu dengan nafas yang menderu tak beraturan. Umi tak kuasa menahan menantunya. Asna hanya tersenyum simpul setiap kali umi berusaha menahannya, tidak seperti biasanya. Bahkan, umi dan Kyai juga belum tahu runtut masalah ini darimana. Umi mendengar suara deru langkah menggebu dari arah pintu utama. Pasti Gus Adnan selesai mengajar.Umi berusaha menahan anak laki-lakinya tersebut. Supaya tidak menambah kalut suasana.
"Assalamualaikum."
Umi mendorong mundur tubuh Gus Adnan keluar ndalem, " waalaikumsalam nak, sini bentar." Bisik umi menyuruh Gus Adnan duduk di teras.
"Kamu tidak tahu kalau Asna mau balik?" Tanya Umi pelan.
"Emang dia beneran merapikan bajunya umi?" Sontak mata Gus Adnan melotot tajam, ia kira istrinya hanya menggertak saja.
"Tunggu dulu. Jangan gegabah."
Gus Adnan memijit keningnya pelan, " tapi mi? Asna mau pergi aku nggak bisa biarin dia pergi." Ujar Gus Adnan.
"Emang kalian ada masalah apa?"
"Asna mi, dia suka berulah udah kayak anak kecil sifatnya itu kadang diluar kendali Adnan. Dia sama sekali ngga berusaha ngejaga image suaminya mi." Ujar Gus Adnan geram.
"Lihat, disini kamu juga salah. Kamu ngga bisa ngehargain usaha istri kamu, bukan membimbing dia kamu malah memojokkan dia."
Gus Adnan menunduk lesu, ia mengacak rambutnya kesal.
"Sekarang kamu temui istrimu, tapi janji tidak ada perdebatan diantara kalian. Harus ada yang mau mengalah." Pesan Umi sembari menepuk bahu putranya.
"Iya mi, Adnan izin ke dalam dulu yah." Ujar Gus Adnan melenggang pergi masuk ke kamar.
Tok..
Tok...
Tok..Suara ketukan pintu membuat Asna mematung beberapa detik sebelum kemudian meneruskan merapikan baju ke dalam koper. Matanya memicing tajam. Ia acuh dengan keberadaan suaminya, Gus Adnan menghela nafas panjang dan menutup pintu kamar. Ia duduk diujung ranjang perlahan, memastikan Asna tidak terusik dulu.
"Kamu sudah memikirkan semuanya matang-matang emangnya?" Tanya Gus Adnan.
"Hmm"
"Kamu masih istri mas loh ngga bisa pergi tanpa izin suami. Nggak baik sayang." Ujarnya kembali.
"Masih dianggap istri?"
Gus Adnan menaikkan alis dan memeggang tangan Asna. Tapi Asna menangkisnya sarkas membuat Gus Adnan terlonjak kaget.
" Kamu nggak boleh ngomong gitu ih, kan Asna masih istri mas. Harus patuh Ama suami." Ujar Gus Adnan
"Terus selama ini aku dan usaha aku sebagai istri emang bernilai Dimata mas. Bahkan yang terlihat Dimata mas hanya aku yang kekanakan dan menyusahkan tanpa tau gimana perasaan aku?" Tukas Asna.
"Nanti kata santri apa kalau kita pisah gini sayang? Mas nggak bisa ikut kamu. Mas masih harus ngajar!"
"Lah siapa yang nyuruh mas ikut? Mas kan hanya peduli sama diri mas sendiri tanpa peduli keadaan aku. yaudah terusin" sahut Asna membungkam mulut Gus Adnan.
"Maaf sayang, maaf istri aku."
"Mas, mas ini kebiasaan minta maaf untuk diulangi kembali. Selalu begitu sampai aku capek maafin mas keberapa kalinya." Ujar Asna sesenggukan sampai terjatuh lemas.
Gus Adnan merunduk ia mendekap tubuh istrinya yang bergetar hebat. Diusapnya ujung kepala istrinya perlahan, " mas sayang Asna. Maaf sekali lagi, mas mohon jangan pergi kasih mas kesempatan." Ujarnya
"Asna capek mas!"
---------------
Haris duduk diujung asrama putra sendiri ia melamun sejak jam pelajaran aqidatul awam selesai. Bahkan Diki yang sedari tadi memperhatikannya dari kejauhan tidak digubrisnya. Sekalipun Diki membawa jajanan kantin kesukaan Haris pria itu enggan menoleh.
"Anjay, lu kesetanan?"
"Kagak lah, Bambang."
"Alhamdulillah masih mau ngomong kirain lu udah kesetanan. Kan kasian setannya terjebak Ama tubuh lu yang bau anjay." Ujarnya menepuk bahu Haris.
"Lagian lu lemes beud. Udah kek cacing pita."
"Suee ah. Lu kagak paham apa gue bakal dipisahin Ama bebeb mecca?"
Diki ketawa terbahak-bahak menampol kepala Haris berulang kali, " lu sedih gara - gara pisah Ama nenek lampir itu?" Ujar Diki.
Haris menarik mulut Diki hingga merah, "sekali lagi gue Gibeng lu. Itu pacar gua woi."
"Lagian bener juga si Asna. Kalo Mecca itu ngga baik mata lu buta apa yah."
"Tapi Mecca itu santun baik kalem."
"Santun biji mata lu soak? Hahahaha lu budek apa gimana sih heran gua."
"Apaan sih lu sirik amat jones!"
"Eh mending gua jomblo sadar. Lu yah, emang kaga pernah denger omongan lemes dan pedes pacar ku itu. Amit amit gua mah." Skakmat Diki membuat Haris memijit kepalanya lagi.
"Auahgelap."
Diki menyapu pandangannya keseluruh asrama, yang kebetulan tempat mereka nongkrong area terdekat dengan asrama putri. Matanya memicing melihat Mecca sedang mendekati mas Gilang yang mau masuk ke asrama putra.
"Lah tuh kebetulan, noh liat kelakuan bebep lu? Makan tuh bebep."
Diki memaksa Haris menoleh kearah Mecca yang mengajak mas Gilang terus menerus menghadangnya berkali-kali tanpa rasa malu. Haris memutar matanya berfikir.
"I-itu mah mas hilangnya yang kegatelan kali." Alibi Haris
"Ah elah Bambang sa AE lu ngeles. Serah lu dah. Susah yah kalo buat cinta mah."
"Eh Malih, Mecca gue nggak kek gitu yah."
"Alah bucin lu. Kek Mecca suka Ama lu aja. Belom aja lu dimanfaatin buat jatuhin Asna kita." Ujar Diki ngasal kemudian ia tersadar.
"Eh iya, iyakali dia manfaatin lu doang buat bikin Asna kita sengsara."
"Diem kagak lu. Gua Gibeng lu!"
----------
Assalamualaikum wr WB
Maaf yah aku telat banget postnya. Semoga ini sedikit banyak mengobati kerinduan kalian Ama Asna Adnan. Semoga suka.
Regards
rafzyanrm
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dalam Doa
Spirituale(SEBELUM BACA BUDAYAKAN FOLLOW DULU YAH, HAPPY READING) Rank: #2 ikhwan #3 religi #1 nikahmuda #1 perjodohan #1 islami #3 spiritual #69 fiction Semoga Doaku dan Doamu sama dan Allah meridhoi kita untuk bersama dalam ikatan halal dengan niat menggapa...