" tentang takdir dan perasaan yang selalu berjalan tak beriringan."
-rafzyanrm-
---------
"Aduh..aww"
Wanita berparas manis itu terus saja meringis kesakitan sedari tadi. Wajahnya nampak lebam di bagian rahang, tapi tak cukup menutupi keelokan parasnya yang adem. Seperti Gus Adnan yang sesekali tertegun menatap tulus ke arah istrinya. Ia mengusap pelan luka itu bahkan lebih pelan dari sebisanya. Tak habis fikir, semua masalah menjadi teramat rumit nan panjang hanya karena sebuah dendam.
"Kamu ihh ngobatin apa dendam sih sakit tau?" Rengek Asna meniup lengannya yang lebam.
"Lah mau gak diobatin. Kalo gak mau yaudah aku pergi ngajar aja." Ujar Gus Adnan menaruh kapas dan obat merah di meja samping sofa.
"Yaudah sana pergi." Sahut Asna lantang sekaligus kesal.
Ia menatap pria itu benar-benar beranjak dari tempatnya, mengemasi obat merah dan kapas ke kotak. Asna menatapnya terperangah sembari menahan perih di beberapa luka. Asna kembali menatapnya gelagapan memandang punggung Gus Adnan yang agaknya mulai menghilang.
"Kamu yah!" Teriak Asna.
Gus Adnan menghentikan langkahnya, ia menoleh ke Asna yang menatapnya sarkas dan tersungut-sungut. Gus Adnan menaikkan alisnya sebelah dan melipat tangannya di depan perut.
"Hah? Ada yang salah?"
Asna melempar bantal ke arah Gus Adnan, "dasar laki-laki gak peka. Kalau cewe bilang nggak berarti iya. Bujuk kek apa kek. Ini mah main tinggal aja gak inisiatif tau gak?" Tuduh Asna.
Gus Adnan maju ke arah Asna dan mencubit pipi Asna dua-duanya hingga memerah. "Kamu tuh ya yang minta aku pergi, kamu sendiri yang marah. Dasar cewe." Sahutnya lembut.
Gus Adnan kembali duduk di sofa depan ndalem. Ia meneteskan obat merah ke kapas, meniup luka Asna terlebih dulu dan mengusap pelan.
"Segini sakit? Kalau sakit bilang aja."
Tiba-tiba Asna memeluk Gus Adnan spontan. Ia menangis sesenggukan dipelukan Gus Adnan. Membuat Gus Adnan celingukan, ia bisa memahami rumus kimia tersulit sekalipun tapi tidak dengan hati wanita. Baru beberapa menit yang lalu wanita-nya marah, sekarang yang ia lihat hanya air mata tanpa suara.
"Sakit yah? Maaf kalau sakit. Yang mana yang sakit, sayang?" Ujar Gus Adnan menatap Asna tidak tega.
"Engga. Aku cuma ngerasa kamu selalu sabar ngehadepin aku tapi kenapa aku engga?"
"Kamu bisa. Buktinya kamu bisa membalikkan perasaanku dari yang biasa jadi suka. Kamu hebat." Ujar Gus Adnan mengacak pashmina Asna dan melempar senyum.
"Ahh, jangan gitu bisa aja deh. Emang kamu udah suka sama aku sebagai aku bukan kak Sifa lagi?" Tanya Asna
"Hmmm.. iya."
"Alhamdulillah akhirnya.." senyum sumringah langsung terukir di wajah Asna.
"Tapi boong!" Ejek Gus Adnan membuat Asna mendelik dan menolehkan wajah kesal.
"Udah deh jangan Deket aku. Aku bukan kak Sifa. Pakai acara bohong lagi. Udah aku pergi aja deh."
Gus Adnan menarik lengan Asna, "kamu lucu kalau ngambek." Dan detik itu juga dunia Asna terhenti.
--------------
Haris kali ini berjalan di koridor sendirian, menyelinap diantara santri putra yang sedang murojaah di sudut bangku taman. Banyak yang duduk diarea sana, karena strategis untuk mencuci mata. Area nya sangat dekat dengan asrama santri putri. Apalagi kalau bukan untuk bertemu Mecca, ia bahkan sekarang sangat hapal jam saat Mecca duduk bercengkerama dengan temannya di aula dekat taman. Haris sengaja meninggalkan Diki yang sedang menghapal huruf Hijaiyah, diperpustakaan. Semua akan runyam jika perusuh itu ada.
"Mecca.." teriak Haris pelan Dari seberang sambil melambaikan tangan membuat Teman Mecca heboh.
Haris tak tanggung-tanggung, dia melompati garis pembatas asrama putri. Mengisyaratkan semuanya untuk diam dan tak berceloteh hingga penjaga asrama datang dan mentakzirnya untuk kesekian kalinya. Mecca langsung memerah seperti kepiting rebus, ia sama sekali belum berani menatap mata Haris.
"Ini buat kamu, sekalian baca yah nanti.aku pergi takut ada penjaga. Assalamualaikum." Ujar Haris lalu berlari ke arah pagar dan melompat.
Matanya melotot saat kakinya menginjak kaki lainnya, ia meneguk salivanya kasar. Bukan karena takut dinarahi atau apapun. Tapi ia bertemu Diki dengan tatapan mengesalkan, ia melirik ke arah seberang dimana Mecca masih disana.
"Oh. Lu boongin gua. Mana ada boker di aula santri putri." Todong Diki menatap tajam
Haris gelagapan, "elu yah Malih, gua habis boker terus ngeliat buku jatuh jadi gua balikin ke santri putri." Elaknya.
"Elah Bambang, lu kira santri putri maen lempar lembing pakai buku." Sahutnya lagi.
Haris langsung menutup mulut Diki dengan rapat, membuat anak itu hampir kehilangan udara untuk nafas. "Diem yah lu. Sampai lu lapor gua Gibeng." Ancam Haris.
"Hmmph.."
Haris melepas tangannya dan diirngi senyum smirk dari Diki. Ia mengacungkan jempol. Dan merangkul leher Haris seolah ia akan melupakan semua kesalahan Haris.
"Okay, gua kagak lapor kok. Tapi teriak." Ujar Diki, "WOI SI HARIS LOMPAT PAGAR SANTRI PUTRI!"
Semua orang menatap ke arah mereka, dan penjaga asrama pun datang ke arah mereka. Menatap Haris dengan tatapan membunuh dan sialnya Diki menginjak Kaki Haris dan berlari.
"Kampret. Sue lu." Umpat Haris.
"Haris ikut kami ke ndalem kyai nanti kami panggil Diki sebagai saksi dan tunggu takziran kamu." Ujar Mas Gilang selaku penjaga piket.
"Mampus!"
---------
Assalamualaikum
Maaf yah pendek dulu. Semoga suka. Doakan yah aku yang sedang sakit ini semoga lekas sembuh.
Regards
Rafzyanrm.Bekasi,27 November 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dalam Doa
Spiritual(SEBELUM BACA BUDAYAKAN FOLLOW DULU YAH, HAPPY READING) Rank: #2 ikhwan #3 religi #1 nikahmuda #1 perjodohan #1 islami #3 spiritual #69 fiction Semoga Doaku dan Doamu sama dan Allah meridhoi kita untuk bersama dalam ikatan halal dengan niat menggapa...