Baiklah.. ini aku publish lagi.
Semoga tetep suka.
Alurnya ini nyatai saja, mengalir.
Maaf jika ada kata yang salah ya.💐💐💐💐
"Asna!!??" Ujar Gus Adnan di dekat daun telinga istrinya.
"Ehm.. apasih?" Gumam Asna dengan mata terpejam dan sebuah guling masih erat dalam pelukannya.
Gus Adnan mengoyak pelan tubuh Asna sembari menepuk-nepuk pipi, "Asna udah jam 3. Ayo tahajudan." Ujarnya
"Iya-ya. Sebentar lima menit lagi." Ujar Asna yang kini malah memindah posisi tidurnya. Ia menghadap ke arah tembok, membiarkan Gus Adnan setengah gondok membangunkannya.
"Asna.. ayo bangun. Kamu kan mau sidang, mau lulus. Dekatkan diri kamu sama Allah biar diberi kelancaran.."
Seketika mata Asna terbelalak, ia beranjak dari bantal yang masih hangat dan tampak melambai merayunya untuk terlelap. Ia mengucak mata dan beberapa kali mengerjapkan mata memfokuskan pandangannya agar terlihat jelas. Asna berfikir ulang, saat kelulusannya disinggung. Ia tak ingin menunda kelulusan. Kasihan juga Gus Adnan harus mengurus pondok dari jarak yang lumayan jauh, ia tak tega melihat suaminya pontang-panting sendirian. Akhirnya Asna duduk di pinggiran ranjang dengan mata yang masih sipit dan muka bantal.
"Asna?" Tanya Gus Adnan memastikan istrinya sudah sepenuhnya sadar.
Lagi-lagi gadis itu tidur terpejam sembari duduk, ia paham kalau semua skripsi dan bolak-balik ke kampus sedikit banyak menguras tenaga. Gus Adnan gemas, ia mendekati tubuh Asna. Digendongnya gadis berpakaian piyama itu paksa, hingga berhasil membuat mata Asna membulat sempurna. Gus Adnan mapah tertawa melihat Asna meronta minta diturunkan.
"Aku bisa sendiri..." ujar Asna menepuk bahu Gus Adnan, ia merasakan atmosfer panas kembali menjalar. Desir yang memuncah kembali hadir tanpa diundang.
Gus Adnan berhenti dan menurunkan gadis itu, "Yaudah, tapi jangan tidur di kamar mandi. Atau biar aku temenin?"
Asna mundur dan menjaga jarak, "idih.. apaan kok pakai ditemenin?" Sahutnya.
"Aku wudhu disini, kamu boleh didalem aja. Atau mau nunggu aku?" Ujarnya menunjuk keran yang ada di samping kamar mandi.
"Dalem kamar mandi."
Asna membasuh wajah dan bagian lain sesuai syariat yang sudah Gus Adnan ajarkan tempo hari. Dulu, katanya wudhu Asna kek anak bebek main di sungai. Cuma ciprat air tanpa faedah dan tidak kena apa yang menjadi syariat sah wudhu. Asna menggulung lengan piyama panjangnya hingga ke atas siku, tak lupa juga celana piyama bermotif polkadot tersebut keatas. Matanya masih sayu, tapi ia sebisa mungkin menahan kantuk. Allah tidak butuh Asna shalat, tapi Asna yang butuh Allah dengan cara shalat agar Allah meridhoi setiap langkahnya. Wajahnya tampak terasa segar setelah berwudhu, semilir angin dari celah atas jendela hilir mudik menerpa air mukanya yang masih basah. Asna berdiri diambang pintu kamar mandi, ia membaca do'a setelah wudhu. Kalau boleh jujur, sebenarnya waktu itu saat shalat tahajud dikarenakan ingin memilih Gus Adnan atau tidak itu saat pertama kali Asna shalat sunah tengah malam pulak. Sampai ia memasang alarm dan jam beker secara bersamaan yang ia pasang bersama speaker sengan volume sedang. Maklum saja, ia tak terbiasa bangun disaat semua orang tidur bersama mimpinya. Do'a-do'anya saja ia browsing di google.
"Ok google, tata cara shalat tahajud."
dan ia tulis di secarik kertas untuk kemudian ia tempel ditembok. Agak ribet. Tapi, kalau melihat jodohnya sekarang ingin rasanya Asna berucap syukur tanpa henti. Laki-laki yang senantiasa menjaga wudhu juga shalatnya, apalagi semenjak menikah setiap subuh mereka selalu mengaji bersama sembari menunggu pagi tiba dan matahari tergelincir dari singasananya. Kata Adnan, tidur setelah shalat subuh itu tidak salah tapi tidak baik. Asna berjalan ke arah laci yang berada persis di samping ranjangnya. Ia meraih mukena putih dengan renda coklat muda yang menawan. Ini, mukena pemberian Kak syifa sebagai hadiah karena Asna masuk universitas yang direkomendasikan oleh kakaknya itu. Omong-omong Asna sudah jauh dari orangtua, ia tinggal di rumah yang dekat dengan kampus. Ia tidak membeli, hanya menyewa sampai ia lulus. Gus Adnan ingin Asna belajar mandiri dan tidak ketergantungan orang tua.
"Sudah dipakai mukenanya?" Tanya Gus Adnan menghentikan dzikirnya diatas sajadah hitam.
"Iya, sudah."
Gus Adnan beranjak dari tempat ia duduk lalu membenahi letak mukena Asna yang miring, "ini rambutnya jangan kelihatan, juga jangan menghalangi dahi kamu menyentuh sajadah ya...?" Ucapnya lembut.
"Heem.."
Setelah itu Gus Adnan berbalik dan menghela nafas panjang sebelum melafalkan niat untuk melaksanakan shalat sepertiga malam. Bacaannya fasih dan runtut, apalagi gerakan shalatnya yang Tuma'ninah. Asna masih belajar agar khusyuk, tapi entah kenapa setiap ia shalat bayangan apa saja seperti masuk menggoda. Astaghfirullah, ia belum sepenuhnya mengingat Allah saat shalat.
"Assalamualaikum warahmatullah.."
Alhamdulillah.......
Setelah rangkaian do'a dan dzikir diserukan sekitar sepuluh menit, Asna mengambil Al-quran dari dalam laci. Laci ini ada di lemari, tidak berada ditempat yang sama dengan mukena. Asna membuka surah Al-baqoroh, sebab ia tidak ingin asal baca dan tak runtut. Gus Adnan melepas kopyah dan menaruhnya diatas kasur, dengan sebuah kursi kecil yang menopang Al-quran diatasnya. Asna menutup Al-quran itu kembali, membuat suaminya terheran.
"Kamu ngga mau ngaji?"
"Bukan. Aku cuma mau nanya?"
"Iya, nanya aja. Nanya yang banyak juga ngga apa-apa istriku sayang,," kata-kata Gus Adnan itu membuat Asna geli sendiri.
"Kenapa kamu selalu menyempatkan shalat berjamaah sama aku? Ya, walaupun kalau selain subuh kamu ke masjid sih,," tanya Asna
"Laki-laki memang kewajibannya shalat di masjid, sedang perempuan dirumah. Tapi aku ini imammu dan tugasku membimbingmu, jadi waktu subuh aku gunakan untuk menyicil syurga bersamamu." Terangnya.
"Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan jejaka atau perawan. Itu yang aku tau dan kamu juga perlu tau,," lanjutnya sembari melempar senyum ke arah Asna yang diam tanpa suara. Gadis itu hanya mengangguk.
Asna kembali membuka Al-quran, ia melantunkan ayat al-quran dengan semampunya. Walau jika dibandingkan dengan Gus Adnan ia kalah telak, yang suara lafalnya seperti bernada. Tapi, ia setiap hari selalu berusaha belajar menjadi istri yang baik walau jauh dari kata sholehah.
"Aish.. masih kurang tepat. Dhod dibaca lebih dikedalamkan, biasanya huruf Dhod disebut Janbi artinya samping sebab keluarnya dari samping kanan kirinya lidah. Fahimtum?" Tidak ada suara yang menyahutinya, hening hanya suara nyamuk yang berkeliaran. Dan, ia mendapati Asna tertidur sambil duduk.
Gus Adnan mengkelitiki lengan dan pinggang Asna sambil terus menggodanya, Asna berjingkat kegelian.
"Aduh.. cuma bercanda kok. Engga tidur, suwer deh!" Terangnya dengan tangan dua jari yang ia arahkan ke depan Gus Adnan. "Geli,, udah udah. Iya faham faham" ujarnya menahan tawa
Sungguh tak ada yang lebih indah dari mencintai seseorang dalam kehalalan, karena setiap yang kita lakukan pada yang halal adalah pahala untuk kita.
💐💐💐💐💐💐💐
Ah.. diajarin kayak gitu? Mau.. 😅
Semoga dapat bapernya.. bingung kalau mau romantis tuh gimana? Maklum masih jofisa... Afwan kalau kurang pokokna mah keep reading.NB: bonus foto Gus Adnan di mulmed
~jazakumullah katsiran~
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dalam Doa
Spiritual(SEBELUM BACA BUDAYAKAN FOLLOW DULU YAH, HAPPY READING) Rank: #2 ikhwan #3 religi #1 nikahmuda #1 perjodohan #1 islami #3 spiritual #69 fiction Semoga Doaku dan Doamu sama dan Allah meridhoi kita untuk bersama dalam ikatan halal dengan niat menggapa...