Chapter 21

5.7K 285 17
                                    

" jangan mau tapi tidak mau, jika benar tak menginginkan segera lepaskan. Dan sisakan semua menjadi kenangan."

---------------

  Asna masuk ke dalam kelas yang masih terdengar hiruk pikuk riuh yang tak terkendali. Ia ragu untuk masuk, suara itu masih kuat membekas  di ingatan. langkahnya gontai dan sampailah ia di tengah pintu. Asna memilih untuk mengetuk pintu, dan mengucap salam seperti sebagaimana harusnya adab kata Gus Adnan yang masih ia ingat.

"Assalamualaikum.." ujar Asna.

  Semua diam serentak seperti di komando. Tak ada kegaduhan yang beberapa detik lalu nyaring memenuhi isi telinganya. Asna mematung dan kaku, ia menunggu jawaban salam dari mereka  dan lantas akan langsung masuk. Tapi nihil, mereka hanya diam dan menguliti Asna dengan tatapan membunuh. Asna memandang tubuhnya sendiri, tapi menurutnya tak ada yang salah. Ia  sudah berhijab dan memakai gamis bukan lagi kaos gambar tengkorak atau apapun itu. Hingga satu diantara mereka menepuk tangan lalu maju kedepan, Asna menggengam jarinya kuat. Emosinya hampir saja  menyeruak karna terpancimg.

"Eh, ada istri gus." Ketus salah seorang dari mereka yang memakai seragam pondok, dengan ciput hitam. Yah, karna yang berbeda dari mereka hanya masalah ciputnya saja. Jadi hanya dengan cara itu Asna  mengenalinya.

"Harusnya dijawab waalaikumussalam." Ujar Asna melenggang pergi.

Wanita itu bertepuk tangan kembali, membuat Asna kembali menghentikan langkahnya, ia gondok bukan main. Rasanya ingin sekali membogem mentah jika ia tak sadar kalau ini di lingkungan pondok. Asna menghela nafas panjang.

"Akhlak istri gus kok gitu? Ndak ada sopan-sopannya." Ujar mereka bertiga.

Asna berbalik, "apa anda sopan sama saya? Jika saya tidak baik itu salah saya jangan bawa-bawa gus adnan." Sahut Asna berusaha menahan emosi yang memuncak.

"Uhh.. takut." Ejek yang berciput hitam.

Asna menghiraukan segala macam kalimat dan sumpah serapah yang keluar dari mulut gadis itu dan dua temannya. Asna duduk di bangku nomor dua dari depan, ia membuka kitab nahwu shorof dari Gus Adnan yang masih berbaur minyak wangi Gus Adnan. Suaminya sengaja membelikannya tadi setelah shalat dhuhur, Asna membuka halaman demi halaman tapi ia hanya melongo. Semua huruf arab yang ada di kitab ia sama sekali tak paham. Ada yang miring, ada yang membuat pikirannya runyam kalut tak karuan. Rasanya ingin ia lumat kertas itu lamat-lamat. Huruf hijaiyah saja ia masih kaku dan lupa apalagi huruf seperti di kitab kuning ini. Asna memijit kepalanya perlahan.

" lihat deh, si istri gus puyeng.hahah" ujar yang berciput ungu.

  Entah kenapa suara itu lagi yang mengusik heningnya. Memecah konsentrasinya. Apa salahnya? Ia sama sekali tak pernah bertemu dengannya. Gadis itu terus saja menggodanya.

"Yah dia marah, gus adnan mau aja sama cewek nggak bener. Jangan-jangan cuma kawin kontrak." Ujar yang berciput hitam.

Plakk..

   Asna memeggang jemarinya, nanar. Jemari miliknya membekas merah padam di pipi wanita didepannya spontan. Jika saja mulut wanita itu tidak membuat dadanya sesak tak mungkin Asna beranjak dan melayangkan sebuah tamparan. Wanita itu tampak langsung jatuh terkapar memeggangi pipinya. Kedua temannya mendorong Asna hingga terpojok ditembok. Asna memejamkan kedua kelopak matanya, matanya kembali memanas.

Jodoh Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang