CHAPTER 23

6.1K 267 9
                                    

" tak ada  yang salah dengan doamu.Tak ada  yang salah dengan harapanmu. Kesalahan terbesarmu hanya terlalu cepat menyimpulkan dia  suka kamu."

----------

Adzan subuh telah berkumandang, seluruh santri sudah beranjak dari tempatnya dan bergegas ke arah masjid.  Sebenarnya hari ini, Gus Adnan dapat jatah menjadi imam di masjid pondok. Tapi ia urungkan dan meminta pengurus pondok yang lain untuk menggantikannya. Ia hanya sedang ingin mempertanggung jawabkan kata-katanya. Ia pernah dengan sepenuh hati berkata akan menyicil subuh dengan Asna, ia ingin menuntun istrinya ke surganya Allah. Tapi yang ia lakukan malah membiarkan Asna sendirian berhijrah dan buta arah. Gus Adnan tak ingin kembali menjadi pria bodoh. Gus Adnan menyingsingkan selimut, tatapnnya tanpa sengaja terlempar ke makhluk yang Allah titipkan untuk ia jaga yang merupakan bagian dari tulang rusuknya -- Asna Alfiyah. Wanitanya itu sedang meringkuk pulas, tanpa disadari seulas senyum simpul tergambar di bibirnya. Ia mengusap rambut Asna yang tergerai disampingnya pelan, perlahan rasa bersalah itu memuncah. Melihat wajah teduh Asna membuat ia seperti manusia tak berhati yang tega bersikap dingin dengan istrinya sendiri. Bola mata Gus Adnan mulai mengerling cairan bening hampir memenuhi kantung matanya, ia menggelengkan kepala tersadar kemudian beranjak dari kasur. Ia sengaja mengambil wudhu duluan,melihat Asna membuatnya tak tega membangunkanya. Tak perlu waktu lama Gus Adnan kembali, ia masih melihat selimut yang menutup penuh ranjang. Gus Adnan terkekeh ternyata Asna masih pulas dalam mimpinya. Ia duduk disamping tubuh Asna.

"Asna, kamu nggak pengen bangun? Ayo sholat subuh." Ujar Gus Adnan sembari membenahi letak peci hitamnya.

Tapi nihil hasilnya. Tubuh disampingnya tak bergerak sejengkal pun masih diam tak berkutik. Gus Adnanmenghela nafas panjang, "Asna.. katanya kamu ingin di imamin aku. Ayo bangun. Sudah masuk waktunya,Na." Ujar Gus Adnan

"Cie.. perhatian. Eheum.."

Gus Adnan mendelik mendengar sumber suara yang tak asing di telinganya. Kecil dan nyaring seperti suara Asna -- istrinya. Tapi asal suaranya bukan dari tubuh berselimut disampingnya. Ia membuka selimut dan yang terkapar diatas kasur adalah guling. Ah, kenapa Gus Adnan tak mengetahuinya.

Gus Adnan meneguk salivanya perlahan lalu menyapu seluruh sudut kamar. Tepat dibelakangnya Asna berdiri dengan memangku tangan, lantas saja wajah Gus Adnan berubah menjadi merah tak beda.dengan kepiting rebus. Pupil matanya membupat membuat Asna terkekeh geli. Pria didepannya tiba-tiba bangkit dan salah tingkah sembari menggaruk tengkuknya yang Asna tau itu tidak terasa gatal.

Gus Adnan memeggang tangan Asna dan menarik lengannya, " ayo aku imamin kita nyicil surga bersama." Ujar gus Adnan.

"Yah, batal. Adnaaaaannn..." ujar Asna melepas tangannya dari genggaman Gus Adnan dan memukul kecil pundak Suaminya perlahan kesal. Ia harus balik untuk wudhu lagi.

"Aduduh..sakit-sakit" sahut Gus Adnan mengaduh kesakitan.

"Auah gelap nan.."

Gus Adnan membenarkan pecinya kembali, " udah sana wudhu lagi, nanti aku imamin yang lain nih." Ujarnya.

Asna melotot tajam, " baru juga dimaafin ulangin lagi. Dasar cowo." Ketusnya semabri memutar bola mata malas.

"Udah sana wudhu, entar aku juga wudu lagi. Udah mau iqamah Asna..."

Asna tersungut-sungut kembali masuk ke kamar mandi, ia menutup pintu rapat. Bukannya langsung wudhu ia justru teriak perlahan dan loncat tidak jelas. Entahlah, hatinya seperti baru saja merasakan jatuh cinta. Asna mengintip dari pintu kamar mandi, memandang Gus Adnan yang sedang menggelar sajadah diatas karpet. Asna mengulas senyum bahagia.

Jodoh Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang