Chapter 22

5.8K 314 25
                                    

" karena kita adalah cinta beda kepercayaan. Aku percaya dan kamu tidak."

---------

Gus Adnan berjalan gontai, sesekali ia membenahi letak pecinya yang pada dasarnya tidak miring. Ia hari ini belum ketemu lagi dengan Asna, makanya sengaja ia izin untuk tidak masuk mengajar di gedung asrama putra. Pulang dari shalat maghrib yang terlintas dibenaknya hanya istrinya -- Asna. Ia hanya tak enak hati telah berulang kali membuat Asna kecewa padanya, ia sama sekali tak bermaksud. Gus Adnan hanya merasa Asna perlu untuk menjaga sikapnya, ia tahu mengemban gelar istri seorang gus itu berat. Asna mungkin masih belum siap. Gus Adnan memutuskan untuk makan malam di ndalem, tidak lagi di kantin bersama santri-santrinya.

"Assalamualaikum." Ujarnya saat melepas sandal dan masuk ke rumah.

Hening.

sepi.

seperti tak berpenghuni karena ia tidak mendengar ada yang menjawab salamnya atau keluar menyambut kepulangannya. Umi memang sedang pergi sama abah untuk menjenguk kyai aziz teman abah dulu. Ia melepas kancing baju kokonya satu persatu, lalu membuka pintu kamar perlahan. Gerakannya terhenti. Saat pupil matanya melihat Asna masih bersimpuh diatas sajadah, ia bisa melihat mata itu memerah. Gus Adnan tersenyum, ia senang jika istrinya melampiaskan amarahnya dengan curhat pada penciptannya.

Tok..

Tok..

"Assalamualaikum asna?" Ujar Gus Adnan masih diambang pintu.

Asna yang mendengar suara berat yang dengan jelas ada dibelakangnya langsung gelagapan, ia mengusap air matanya dan menyudahi sesi curhatnya. Ia menelungkupkan tangan lalu mengusapnya ke wajah.

"Waalaikumussalam warrahmatullah wabarakatuh."

Gus Adnan akhirnya memutuskan masuk, Asna yang sedang melepas mukenanya malah terkesan dingin. Ia menjawab salam dengan ketus tanpa senyum. Asna berjalan meletakkan mukenaya di laci lemari. Ia tak menghiraukan suaminya yang datang. Gus Adnan geleng-geleng kepala dan senyum lalu menarik pergelangan tangan Asna. Asna malah tersentak kaget, ia mengibas tangan Gus Adnan. Tapi tak kehilangan akal, Gus Adnan menarik kembali lengan Asna. Akhirnya Asna tertarik dan duduk disamping Gus Adnan. Kali ini, Asna memunggungi Gus Adnan dan sibuk dengan kukunya. Sesekali ia menggiti kukunya asal saja.

"Kenapa, aku salah?" Tanya Gus Adnan.

Asna melirik, " kamu fikir?" Tukasnya.

Gus Adnan mencubit pipi istrinya yang tampak menggembung, Asna mematung ia tak menyangka Gus Adnan melakukannya. Jika bukan mimpi, kalau boleh ia minta sekali lagi agar ia percaya.

"Sudah percaya?" Ujar Gus Adnan mencubit pipi Asna sekali lagi.

Asna makin terheran. Ia hanya diam dan mematung. Apa semudah itukah membaca jalan fikirannya?

"Maaf. Tidak baik memungungi suami, apalagi menjawab ketus suaminya sendiri."

Kemarin-kemarin yang cuek siapa coba, giliran sekarang aku cuek. Bilangnya nggak baik. Kesel --batinnnya.

"Kamu telinganya masih bener kan? Ngga mulai error." Ujar Gus Adnan membuat Asna menahan tawa.

"Apaan sih, nggak lucu." Ujar Asna menepuk bahu Gus Adnan dan mata mereka bertemu.

Jodoh Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang