CHAPTER 42

1.2K 73 2
                                    

'"denganmu memang membuat luka, tapi kalau tidak denganmu mungkin akan lebih banyak luka bagiku."

-rafzyanrm-

"Ayo pesawatnya mau turun nih, buka dulu mulutnya. Ninu ninu ninu...."

Asna yang duduk disebelah umi ketawa sambil bersender dibahu umi. Memang sejak menikah dengan Gus Adnan, Asna manja sekali dengan umi. Bedanya kalo dengan Abah agak segan karna beliau kyai, Asna lebih menjaga hormatnya dengan Abah. Kali ini Abah sedang ada rapat antar pondok di Blitar.

"Adnan itu kan bunyi ambulance bukan pesawat? Ahhaahha kamu ini." Ucap umi mencubit pinggang Gus Adnan.

"Eh iya yah umi hehe." Sahut Gus Adnan sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Dasar, kamu ini. Udah umi mau ke asrama putri dulu mau bantuin masak di dapur umum." Ujar umi

"Asna ikut umi. Mau bantuin juga." Ujar Asna dengan senyum mengulum dibibirnya.

Umi mengusap kepala Asna, "udah Asna sembuh dulu aja yah. Disini jagain Adnan biar ga banyak ulah." Ujar umi beranjak dari tempatnya.

"Umi emang aku nakal apa yah?" Ujar Gus Adnan yang tidak digubris umi.

Asna meledek suaminya itu dengan wajah konyol dan lidah menjulur. Membuat Gus Adnan gemas.

"Kamu ini yah, berani?" Gus Adnan menggelitik istrinya hingga terkekeh geli.

"Ampun mas... Geli ih.."

Tanpa sadar sampai Asna menggeliat dan jatuh dari kursi membuatnya mengaduh kesakitan. Kakinya yang belum pulih makin ngilu. Spontan Gus Adnan panik bukan main.

"Sayang, kamu gapapa? Maaf yah. Kaki kamu sakit banget yah? Yang mana?" Ujarnya sembari memeluk erat Asna dalam dekapannya.

Asna menahan senyum sumringah dihatinya. Kalau saja hatinya bisa dideskripsikan, mungkin hatinya sedang berloncatan kesana-kemari saking bahagianya. Jantungnya terhenti seperti waktu ikut terhenti. Rasanya ia ingin berlama-lama didekapan suaminya. Merasakan kasih sayang hangat dari suami yang acap kali ia tuduh ada hati yang lain.

"Kamu nangis sayang? Sakit yah?"

"Hah?" Asna Baru sadar air matanya berlinangan berjatuhan membanjiri pipinya sebab mengingat bahwa Adnan lebih dari cukup baginya, hanya ia saja yang kufur nikmat.

"Engga kok kelilipan doang." Sahutnya kembali.

"Ngeles Mulu ih kek bajaj." Ujar Gus Adnan mengacak jilbab instan Asna kesal.

"Ish.. bantuin berdiri dulu Napa?"

Gus Adnan mengangkat badan Asna mendekapnya hingga berhasil ia gendong. Dengan tangan Asna yang merangkul penuh tengkuknya membuat Asna terkaget.

"Heh kok kamu gendong? Aku bisa sendiri."

"Turunin engga? Turunin kamu ih.." ujarnya kembali sambil menepuk dada Gus Adnan dan merengek seperti anak kecil yang ingin balon atau ayam warna -warni.

"Jangan batu, Asna Alfiyah!"

Sontak Asna meringkuk didekapan Suaminya, mulutnya terbungkam tidak berani berkutik barang sedikitpun. Ia pasrah digendong Gus Adnan untuk istirahat saja dikamar. Walaupun sebenarnya ia gondok setengah mati harus seperti patung yang tidak bisa bebas bergerak.

Jodoh Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang