CHAPTER 50

268 15 0
                                    

"Aku tak pernah menjadi tujuan. Mereka datang karena aku mampu jadi pilihan."

-rafzyanrm -

Hamparan sawah menghampar tepat didepan pelupuk matanya, kicau burung gereja samar terdengar. Tidak Asna sedang tidak berada di pondok. Ia sedang berada di villa diatas bukit, sangat sejuk dan damai. Sejenak penat yang penuh riuk riuh di kepalanya hilang. Iya merasa ada yang melingkar di pinggang nya, ternyata suaminya. Satu-satunya yang ada di villa ini selain Asna.

"Gimana, sayang?"

Asna mengelus tangan Gus Adnan, ia tersenyum lepas. "Sejak kapan kamu romantis?" Ujarnya.

Gus Adnan mundur dan menggaruk kepalanya, "salah yah?"

"Nggak kok. Nanya aja. Kayak bukan kamu aja!" Seru Asna sembari duduk meminum kopi selamat datang yang disajikan hangat dicangkir cantik.

"Hmm iya sih aku aja cuma nurut."

Asna berhenti menyeduh kopi hangatnya, asap mengepul tepat diwajah Asna tidak menghalanginya menatap tajam suaminya. Iya berusaha menelan mentah-mentah kalimat rancu yang baru saja masuk paksa ke gendang telinganya.

"Nurut?"

Gus Adnan nyengir, "iya nurut kata ummi. Katanya kita disuruh honeymoon biar cepet punya keturunan kan kita udah setaunan nikah." Ucapnya ragu.

Hati Asna jatuh lepas dari tempatnya pada detik itu juga. Dunianya berhenti. Bahkan suasana damai yang ia hirup berganti sesak, sesak mendesak mencekik salivanya. Asna menaikkan alis ke suaminya.

"Lalu, kamu nurut?"

"Iya kan aku anaknya, wajar dong nurut ke ibu?." Ucap Gus Adnan melirik ke arah istrinya yang sudah bermuka masam. Raut wajahnya tidak lagi berbinar seperti diawal.

Gus Adnan benar ragu, pasalnya jawabannya tak kunjung mendapat respon dari si empunya. Mereka hanya terdiam diri selama sekian menit, tak ada pergerakan kecuali deru nafas yang menggebu antara masing-masing.

"Salah lagi?" Tanyanya lirih.

Gus Adnan memastikan kembali mengenai ucapannya. Asna hanya diam menatap nanar pepohonan, kosong. Tapi ujung matanya sudah dibanjiri air mata.

"Kok kamu nangis, sayang?"

"Kamu gatau perasaan wanita yang berjuang demi mendapatkan keturunan. Apalagi caranya gini, aku tersinggung" Ucap Asna menahan Isak tangisnya.

Gus Adnan menarik sehelai tisu, berusaha menyeka air mata istrinya. Ia memang mendambakan keturunan tapi sama sekali tidak berniat menyinggung istrinya.

"Kan ibu benar. Kita ikhtiar sayang, kalo ga bisa kita periksa ada masalah apa? Kalo ga kita angkat anak."

Asna melongo, "apa di pikiran kamu pernikahan hanya soal anak. Kita saja banyak masalahnya. Aku berasa tidak kamu hargai, selalu dengarkan ibu kamu tapi kamu nggak nganggap semua ucapanku." Ucap Asna.

"Maaf sayang, jangan berantem yah."

Asna menunduk, ia baru tersadar selama ini ia membuat orang-orang menunggu. Tapi apa pernikahan hanya soal berkembang biak punya anak. Bukan tentang menemani, mengayomi satu sama lain? Asna salah kaprah soal percintaan. Rasanya orang-orang menyudutkannya sebab ia tak kunjung hamil.

"Aku mau pulang!!"

--------------


"Untung si Asna nyuruh kita jemput dia di villa pegunungan. Kalo nggak udah ditakzir lagi kita." Ucap Harris.

"untung biji mata Lo soal, ini si Asna kenapa lu gak mikir?" Terang diki.

Mereka mengendarai HRV milik Gus Adnan, melaju dengan kecepatan tinggi seolah pembalap F1 tak tertandingi. Itu sebab Asna terisak saat menelfon dua sahabatnya, ia merengek minta dijemput. Padahal mereka pergi belom ada seharian. Rasa khawatir terhadap sahabatnya mengalahkan rasa takut pada jalanan yang agak rapat oleh mobil.

"Oy gua masih mau hidup yang bener aja lu." Ujar diki.

"Gua khawatir Asna cuk!"

"Terus menurut loh, kalo Lo ngebut yang ada kita sampe ke rumah sakit bukan ke villa nya Asna ege." Teriak diki menggenggam erat tangan harus yang tak menggubris omongannya.

"Njir lu ngapain megang tangan gua. Gua normal Malih!" Teriak Haris mengibas tangan Diki yang gemeteran takut terjadi hal yang tidak diinginkan.

"Gua aja sini yang bawa." Ujar diki berusaha merebut stir mobil

"Gua aja bego! Lu naek Supra geter bapak gua aja nabrak!"

"Gua aja lu gak bener bawanya."

Tiba-tiba mobil itu melengos keluar jalur, menembus pembatas jalan hingga Haris dan Diki tak sadarkan diri. Mobil itu penyok tak berbentuk. Puluhan orang langsung berkerumun berusaha mengeluarkan mereka dari mobil yang sudah penyok sana sini.

-------------

"Kamu nelfon siapa sih, sayang?"

Asna melengos tak menggubris suaminya yang sedari tadi duduk tepat disebelahnya. Bahkan belaian Gus Adnan pada rambut Asna yang biasanya mujarab membujuknya itu sama sekali tak berfungsi apapun.

"Ish kok ga diangkat sih. Harusnya udah nyampe." Ujar nya lirih.

"Kamu nelfon siapa? Kalau suami nanya adabnya dijawab sayang." Ujar Gus Adnan agak meninggikan suaranya

"Haris Diki, aku suruh jemput. Aku gamau disini." Ujar Asna sembari terus menghubungi nomor mereka secara bergilir tapi hasilnya nihil.

"Yaudah, aku aja yang pulang sama kamu. Aku kan kesini juga untuk kamu, kebaikan kita."

"Auah gelap aku males sama kamu sekarang."

Tak berselang lama ada dering dari handphone Asna, Asna menutup mulut Gus Adnan dengan membekap nya dengan tangan meminta waktu untuknya berbicara sejenak ditelfon. Tapi yang terjadi Asna menjatuhkan handphone miliknya ke lantai dan memeluk suaminya erat.

Air matanya lebih deras dari biasanya. Asna menatap mata suaminya, "Haris Diki masuk rumah sakit, kecelakaan mas." Ujarnya bergetar

----------

Hallo assalamualaikum semuanya maaf yah author writer block . Semoga sukaa . See u. Jangan lupa tinggalkan jejak.

Bekasi, 19 mei 2024

Regards.
Rafzyanrm

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jodoh Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang