CHAPTER 26

5K 209 18
                                    

" karena senja selalu punya cara untuk pamit dengan cara yang indah, tidak seperti kamu yang hanya singgah."

Rafzyanrm

----------

Asna sebal sebab ia kembali harus terjerembab diantara kepulan asap truk besar dan kontainer yang menghimpit gerakan motornya. Sayang, Gus Adnan tak terlalu handal menyalip selayaknya pembalap kelas atas yang biasa ditontonnya. Kendaraan mengantri panjang di perempatan tepat iris matanya jatuh. Berjubel memenuhi isi jalanan yang tak punya ruang untuknya bergerak barang sesenti pun.

Suara riuh orang berkerumun di ujung pandang, depan ruko baru itu mengusiknya untuk menghampiri dan memastikan apa yang menghambat didepan sana. Ia benar-benar tak bisa menahan rasa penasaran yang bergemul memenuhi hatinya. Gus Adnan tersentak kaget saat tiba-tiba ada yang mengulurkan helm ke arahnya dan berlari ke arah depan. Wanita itu tak mengucap sepatah kata apapun, pamit pun tidak.

"Sopan sekali.ckk" desis Gus Adnan meminggirkan motornya dan menyusul istrinya yang tak lagi terlihat punggungnya.

"Asnaaaa.." teriak Gus Adnan menyapu seluruh wajah itu dengan kedua bola matanya. Ia tak menemukan istrinya.

"Asna Selalu saja bertingkah semaunya. Sekarang udah jam berapa, kajian udah mulai ini. Dia mana lagi? Huh." Kini yang dilakukan Gus Adnan yang mendumal tak jelas diantara riuh orang.

Ia benar tak sadar kalau didepannya ada korban kecelakaan. Hingga matanya mengerling, Asna ada dibalik kerumunan orang itu. Ia menyobek khimar kesayangannya dan mengikatkan ke tangan wanita yang setengah sadar berlumuran darah. korban tabrak lari itu terkapar dijalanan. Gus Adnan lantas menyibak puluhan orang itu dan menepuk bahu Asna yang tampak kebingungan.

"Tolongin dia, nan. Tolongin..aku mohon" ujar Asna dengan mata sendu . Ternyata paradigmanya salah, Asna membungkam amarah Gus Adnan seketika dengan perbuatannya yang mengenyuhkan hati.

Gus Adnan memapah korban tersebut, ia masuk dalam taksi bersama Asna. Tubuh Asna tampak bergetar hebat. "Pak, ke rumah sakit setia budi. Cepat ya pak." Ujar Gus Adnan.

Mereka gagal ikut kajian. Sebab, pasien tidak kunjung sadar dan tidak ada identitas siapapun yang bisa dihubungi. Asna menolak untuk meninggalkan perempuan itu sendirian. Ia hanya tak membayangkan jika itu adalah dirinya sendiri. Harusnya semua orang juga begitu, memperlakukan orang sesuai mereka ingin diperlakukan seperti apa. Gus Adnan mendekap Asna yang terduduk di kursi tunggu. Sekilas, ia mendengar bahwa perempuan ini ditabrak oleh mobil besar tak bertanggung jawab.

wajah Asna sudah lusuh tak terurus, makeup yang ia sematkan berganti dengan bercak darah dan debu jalanan. gus adnan mendekap istrinya erat, ia tak tahu sebabnya wanita itu menangis terisak padahal ia tak mengenal korban yang ia tolong. apalagi, menengok khimar kesayangan istrinya itu sobek diujungnya dan tak layak pakai. gus adnan meneguk ludah sarkas, ia sempat berfikir kalau ia terlalu buruk untuk asna yang berhati baik. ini bukan perihal pakaian atau ilmu tapi hati.

"kamu beneran gamau pulang? biarin aja diurus pihak rumah sakit." tanya gus adnan pelan agar tidak menyinggung perasaan istrinya.

Asna mengusap air matanya, "aku disini aja. kamu gapapa ke kajian, nanti abi nyariin kamu loh." ujar asna tersenyum simpul.

"gapapa aku temenin kamu." ujarnya lalu menggenggam jemari asna yang dingin seperti balok es.

    Tak selang beberapa lama, pintu kamar rawat itu terbuka. ada seorang dokter dibalik decit pintu rumah sakit yang nampaknya mulai termakan usia. dokter itu tampak membenarkan letak kacamata dan mencari kerabat pasien. lantas saja asna berdiri menghampiri sang dokter, "saya dok. saya kerabatnya."

Jodoh Dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang