Part [41]

7.3K 506 58
                                    

Rezel kehilangan jejak Freya ketika ia hendak menyebrang jalan yang tiba-tiba mendadak ramai oleh kendaraan yang berlalulalang. Tubuh perempuan itu hilang dibalik bangunan besar yang merupakan sebuah arena pertokoan.

"Shit!" Rezel menatap layar ponselnya yang berdering, "iya Ra?"

"Kak Rezel dimana? Kok ngga kesini lagi? Katanya ngga akan ninggalin--"

"Iya, gue lagi jalan kesitu. Tunggu." Memasukan ponselnya kedalam saku, Rezel kembali berlari kearea rumah sakit. Menghampiri Ciara yang masih duduk di kursi ruang tunggu.

"Ara pikir Kak Rezel pergi." Ucapnya dengan nada lirih.

"Ngga. Gue disini. Tadi ada urusan bentar. Lo udah makan, Ra?"

"Belum."

"Yaudah gue beliin dulu ke depan."

"Eh, ngga usah Kak. Tadi Kak Fauzan beliin Ara roti. Tapi belum Ara makan."

"Kenapa?"

"Ngga pengen aja."

"Mana rotinya?"

Ciara menyerahkan kantong plastik yang didalamnya berisi beberapa roti dalam kemasan. "Makan aja sama Kak Rezel."

Rezel membuka salah satu kemasan roti dengan menyobek bagian pinggirnya, lalu menyodorkannya kedepan mulut Ara, "gigit Ra. Dikit-dikit aja. Yang penting makan."

"Tapi Ara beneran belum pengen, Kak."

"Inget kondisi Lo. Jangan cuma ikutin kemauan diri sendiri. Ini gue pegangin, Lo tinggal ngunyah doang, ngga susah."

Ciara akhirnya menurut, menggigit dan mengunyah roti itu perlahan, sampai habis. Rezel menyodorkan botol minum kemasan yang sudah ia buka tutupnya kepada Ciara.

"Makasih, Kak." Ciara menyerahkan kembali botol tersebut setelah selesai meminum isinya.

"Aku seneng, dengan adanya Rezel, Vio ngga terlalu sedih banget." Ucap Rania sambil menoleh kearah Fauzan yang mana sedaritadi mereka berdua memperhatikan interaksi Ciara dan Rezel.

"Ya," Fauzan menjawab sekenanya. Malas berkomentar tentang Rezel yang menurutnya membagongkan.

"Padahal, pernikahan Vio sama Rezel sebentar lagi, tapi Papa sama Mama malah kena musibah kayak gini." Rania menghela napas lelah, lalu menyandarkan kepalanya pada tembok, "yaampun, ada-ada aja hidup."

Fauzan menggenggam tangan Rania, mengelusnya dengan gerakan pelan, "Tuhan lagi ngasih ujian buat keluarga kamu, Ran. Semoga Papa sama Mama kamu baik-baik aja ya. Semoga mereka berdua bisa menghadiri acara pernikahan Vio."

"Iya, aku berharap banget Mama sama Papa--"

"Permisi, dengan keluarga pasien Bapak Dixon dan Ibu Yuniar?"

Ciara dan Rania langsung beranjak dari duduknya, menghampiri seorang wanita yang mengenakan jas putih khas dokternya. "Kami berdua anaknya, Dok. Gimana kondisi orangtua kami?" Tanya Ciara tak sabar, dengan jari jemarinya yang bertaut cemas.

Dokter bername-tag Jessi itu menghela napas, menatap kedua perempuan didepannya, "baik, saya akan jelas kondisi singkat dari kedua pasien. Bapak Dixon mengalami patah kaki, tangan, memar dibagian dada dan kepala yang cukup serius akibat benturan hebat saat terjadinya kecelakaan. Sedangkan untuk Ibu Yuniar, beliau mengalami luka yang lebih parah, tulang rusuk yang patah, juga pendarahan di otak, karena menurut keterangan polisi, bagian badan kiri depan mobil yang ringsek adalah penyebab dari level keparahannya, sehingga dengan berat hati saya menyatakan kalau Ibu anda berdua ... gagal melewati masa kritisnya. Saat ini, jenazah beliau sedang diurus untuk bisa dipulangkan. Saya dan para staff rumah sakit, turut berduka, permisi." Dokter itu menunduk sebentar lalu pergi.

FREYA : MY NAUGHTY GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang