Part [56]

6.2K 461 128
                                    

"Apa? Januar?" Alih-alih terkejut, Freya malah terkekeh, seolah ucapan Rezel barusan hanyalah lelucon, "ngga usah nuduh orang lain--"

"Ciara sendiri yang bilang ke gue, Frey. Gue ngga nuduh."

"Oh ... ya? Apa aja yang Ara bilang ke Lo tentang Januar? Seberapa jauh dia jelek-jelekin Januar didepan Lo?"

"Frey, jadi Lo ngga percaya tentang apa yang dibilang Ara? Kalau gitu, mending Lo tanya sendiri sama Abang Lo. Gue emang belum sempet ketemu Ara langsung, tapi Ara udah ceritain semuanya ke Rania. Dan Fauzan udah tau semuanya dari Rania. Kalau Lo masih susah buat percaya sama gue, mungkin akan lebih mudah kalau Lo bisa percaya sama Abang Lo."

Freya tertegun, mencoba memahami setiap kalimat yang dilontarkan Rezel. "Kayaknya Bang Pau belum pulang." Sahutnya, "apa dia masih bantuin Rania buat cari Ara?"

"Kayaknya iya."

"Mereka datengin rumah ... Januar?"

"Mungkin? Gue juga ngga tahu. Cuma Rania curiganya Ara datengin Januar, entah buat minta pertanggung jawabannya atau bicarain hal lain."

Freya menghela napas panjang, telunjuk dan jari tengahnya bergerak memijit pangkal hidungnya, dimana rasa pening mulai menjalar ke kepalanya. Sejenak, ia memejamkan mata. Perasaannya saat ini tengah campur aduk tak menentu. Ucapan Rezel benar-benar mempengaruhinya.

"Frey?"

"Hm?"

"Are you ... okay?"

Perlahan, Freya kembali membuka matanya, "jelas ngga." Akunya jujur, "masalah semakin runyam, gue ... muak sama semuanya, terutama sama Lo."

Suara Rezel tak terdengar lagi untuk beberapa saat. Cukup lama. Dan Freya juga tak bergerak untuk memutuskan sambungan. Ia membiarkan keheningan menyelimuti mereka berdua.

"Maaf ... ya?" Terdengar hembusan napas berat disebrang sana. "Basi banget ya? Gue ... ngga tahu lagi, harus ngomong apa. Karena gue sadar kalau semuanya berawal dari gue. Pasti rasa muak terbesar Lo itu ... gue."

Freya diam tak mengelak sama sekali. Karena mungkin apa yang diucapkan Rezel benar adanya.

"Tapi seperti yang udah gue bilang, Frey. We need to talk. Face to face."

"Kenapa ngga lewat telpon aja? Kenapa harus ketemu langsung?"

"Lo ngga kangen gue emangnya? Atau ... dia, ngga kangen papanya, emang?"

Freya mendengus malas, yang mana suaranya masih bisa didengar oleh Rezel, "ngga!" Freya langsung terhenyak saat perutnya tiba-tiba terasa kram. Dengan gerakan pelan, ia mengusap perutnya, berusaha menenangkan makhluk didalam sana. "Ssshh..."

"Kenapa Frey? Ada yang sakit?" Ternyata suara ringisannya terdengar laki-laki itu. "Kepala Lo sakit? Atau ... perutnya?"

Freya menggigit bibir bawahnya sebentar untuk menetralkan rasa kram-nya. Saat dirasa cukup, Freya kembali berucap, "ngga. Gue ngga papa." Tapi anaknya yang protes. Lanjut Freya dalam hati.

"Beneran?"

"Iya!"

"Oke, oke, santai. Calm down. Jangan marah-marah ya. Maaf kalau gue kedengarannya lebay. Tapi barusan gue beneran panik, Frey."

Lalu, Freya hanya berdehem, selanjutnya, ia membaringkan tubuhnya saat rasa kantui tiba-tiba menghampirinya. Freya menguap beberapa kali sambil mengerjapkan matanya.

"Sleepy, hm?"

Kedua mata Freya yang hendak tertutup rapat kembali membuka, sayu, lalu menutup lagi. Hingga napasnya mulai beraturan, dan kesadarannya hilang perlahan.

FREYA : MY NAUGHTY GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang