Part [63]

5.6K 351 11
                                    

"Cantik banget..." Kedua mata Freya berkaca-kaca setelah sedaritadi memandangi wajah bayi kecil yang tengah tertidur pulas didepannya. Kepalanya bergerak kesamping, seulas senyum tipis terbit dibibirnya kala matanya bertubrukan dengan Ciara.

Ciara bergerak menghapus air mata dipipinya yang tiba-tiba jatuh tanpa aba-aba.

"Selamat menjadi ibu ya, Ra..." Freya meraih tangan Ciara dan mengelus punggung tangannya dengan gerakan seringan kapas. "Gue yakin, Lo bisa jadi ibu yang baik buat Vanka."

"Kak," Ciara membalas genggaman tangan Freya sedikit lebih erat. Kedua sorot matanya terlihat sendu, "aku mau bilang makasih banyak, sekaligus mau minta ma--"

"Ssstt, udah ya? Gue hanya terima ucapan terimakasih Lo, bukan kata maaf atau apapun ucapan penyesalan dari bibir Lo, ngerti?"

Cukup lama Ciara terdiam sambil terus memandangi wajah Freya yang terlihat natural tanpa riasan. Wajah perempuan yang seumur hidupnya akan selalu ia ingat. Terutama jasanya.

"Hei, malah bengong." Freya terkekeh setelah menepuk pelan bahu Ciara, "gimana rasanya jadi seorang ibu, dari anak cantik ini?"

Ciara ikut menolehkan kepala, memusatkan atensinya pada bayi perempuan yang kini tengah tertidur, "seneng ... banget," tangannya bergerak membenahi kain yang menutup kaki mungil anaknya, "Vanka bener-bener anugerah Tuhan yang paling berharga buat aku, Kak."

Freya menganggukkan kepala, "ngga cuma Lo yang beruntung jadi ibunya Vanka, tapi Vanka juga beruntung punya ibu kayak Lo."

"Semoga ya Kak," bibir Caira mengulas senyum tipis, "oh ya, Kak Freya sengaja datang sendirian kesini? Ngga sama ..." Ada jeda karena Ciara sempat membasahi bibir bawahnya, "... sama Kak Rezel?"

"Oh, ngga. Sebenernya gue kesini ngga sendirian sih, Ra."

"Hm? Terus sama siapa, Kak? Kak Fauzan?"

"Em ... Januar." Freya meringis pelan, saat raut wajah Ciara sedikit berubah. Namun didetik berikutnya, perempuan itu berdehem sambil mengangguk, "oh ... dia."

"Ngga papa kan, Ra?"

"Hm?" Ciara mengerjapkan matanya, "ya ... ngga papa dong Kak."

"Kalian ... baik-baik aja kan? Maksudnya hubungan Lo sama ... Januar, udah membaik?"

"Sedikit, mungkin?" Kini, giliran Ciara yang meringis pelan, "itu ngga terlalu penting buat aku Kak. Aku mau fokus ngurus dan rawat Vanka aja. Ngga mau mikirin hal lain."

"Gue ngerti kok Ra. Sorry ya, bukan maksud gue lancang atau sok tau, tapi gue rasa Lo mau ngga mau harus memperbaiki hubungan Lo sama Januar deh."

Tak ada jawaban. Dari raut wajahnya, Ciara nampak enggan membicarakan hal tersebut, alhasil, perempuan itu hanya mengangguk sambil menunduk.

"Ra, gue tahu kok, ini berat banget buat Lo. Gue tahu juga kalau Lo ngga akan semudah itu maafin Januar, begitupun sebaliknya, dia ngga segampang itu buat dapetin maaf dari Lo. Maksud ucapan gue tadi, kedepannya Lo akan butuh peran Januar untuk membantu Lo dalam mengurus dan dan merawat Vanka. Gue tahu, Lo punya Rania yang bisa Lo andalkan, tapi mau gimanapun, sosok ibu dan ayah itu udah lain hal. Lo ... ngerti, kan?"

"Iya Kak," Ciara menghela napas cukup panjang dan berat, "mungkin ini cuma masalah waktu aja kali ya Kak? Karena akupun ngga ngelarang dia buat dateng kesini, sama sekali. Aku juga ngga akan mungkin jauhin dia dari anaknya sendiri. Dari Vanka. Walaupun kesalahan dia istilahnya udah ngga termaafkan sekalipun, Vanka ngga berhak nanggung akibat dari perasaan aku." Ciara meremat jari jemarinya yang terlihat sedikit bergetar, hingga kemudian, sesosok tangan besar menggenggam pergelangannya. "Maaf."

FREYA : MY NAUGHTY GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang