Part [42]

7.2K 513 100
                                    

"Ran, sekali lagi gue turut berduka, ya." Freya memeluk tubuh sahabatnya itu, "kalau ada apa-apa, jangan sungkan buat hubungi gue. Apapun itu, oke?"

"Thankyou ya, Frey. Lo udah mau repot-repot dateng pas malam-malam gini kerumah. Makasih banyak."

"Ngga repot Ran. Sama sekali. Harusnya Bang Fauzan ngasih tahu gue lebih awal. Gue malah tau kabar duka ini dari Kak Januar yang nelpon gue, bukan Lo Bang."

"Gue sama sekali ngga megang hp, Pey. Ngga kepikiran buat ngabarin siapa-siapa, beneran. Jadi sorry deh buat itu, ya?"

Freya menghela napas, "yaudah ngga papa. Lagian gue ngerti kalo Lo lagi ikut riweuh juga, Bang."

"Banget, Frey. Daritadi Abang Lo ini pergi kesana kesini, cuma buat mastiin semuanya udah sesuai. Dia bahkan yang hubungi pihak pemakaman, pesen batu nisan, dan mintain orang buat masang tenda depan rumah sama di area makam, katanya jaga-jaga takutnya ada hujan."

"Berarti berguna banget dong ya, Ran?" Freya terkekeh, yang langsung diangguki Rania.

"Adek Lo, nangis terus ya Ran, keliatannya?"

"Iya Frey. Vio daritadi ngga berhenti nangis. Dia bener-bener terpukul banget sama kepergian Mama yang tiba-tiba. Mau gimanapun, Vio itu anak yang manja dan ngga mau jauh dari orangtua gue. Itu makannya mungkin yang bikin dia sedih banget. Untung ada Rezel yang selalu nemenin Vio dan nenangin dia."

Kalimat terakhir Rania berhasil membuat Freya menelan ludah.

"Mau kesana, Frey? Sapa mereka?" Freya menoleh kearah Januar yang bertanya, "atau ... ngga?"

Menimang sebentar, Freya akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran Januar dengan menghampiri keduanya.

Saat Freya dan Januar sudah dihadapan keduanya, Rezel terlihat tengah membisikan ketelinga Ciara, hingga berhasil membuat Ciara menoleh kearah mereka bergantian.

"Hai, Ra." Freya tersenyum tipis.

"H-hai, Kak Freya." Ciara mengelap air matanya dengan tisu yang diberikan Rezel.

"Gue turut berduka atas kepergian Mama Lo. Semoga Tuhan memberikan Lo kekuatan, juga ketabahan buat bisa ikhlas dan nerima kenyataan. Boleh gue kasih Lo saran, Ra?"

Ciara sempat mengerjapkan matanya lalu mengangguk kecil, "iya Kak."

"Gue tahu Lo lagi sedih, banget. Tapi jangan sampai kesedihan Lo bikin kondisi Lo sendiri jadi drop. Banyakin istirahat. Dan minum yang banyak. Karena Rania juga butuh Lo, buat disampingnya. Kalian saling membutuhkan lebih tepatnya. Lo bisa liat sendiri kan, disana, Rania berusaha tegar, menyambut para tamu dengan senyumannya. Padahal dia juga sama sedihnya kayak Lo. Gue tahu, gue bisa lihat, kalau dia juga pengen nangis sepuasnya kayak Lo. Tapi Rania berusaha kuat, demi Lo. Apa Lo ngga mau lakuin hal yang sama? Demi kakak dan bokap Lo yang masih butuh support dari Lo, Ra?"

Ucapan Freya berhasil menohok dada Ciara. Walaupun ia tak terlalu menyukai Freya yang menyebabkan hubungannya dengan Rezel semakin rumit dan sulit, tetapi apa yang dikatakan perempuan itu benar adanya. Terlebih soal kakaknya, Rania.

Freya mengulas senyum, saat raut wajah Ciara yang berubah. Ia tahu kalau Ciara tengah memikirkan ucapannya. Itu bagus bukan?

"Kalau gitu, gue pulang dulu, Ra. Semoga besok, kondisi Lo jauh lebih baik dan fit." Freya sengaja tak menggulirkan matanya kesamping Ciara, ia sadar betul kalau Rezel terus memperhatikannya tanpa cela. Namun Freya tak peduli. Bahkan ia tanpa ragu, menggandeng lengan Januar untuk berjalan keluar setelah berpamitan.

"Sorry kalo gue lancang Kak, tadi refleks aja, hehe." Alibinya sesaat setelah mereka berada dipekarangan rumah milik keluarga Ciara, lalu Freya melepaskan tautan tangannya dari lengan Januar, dimana laki-laki itu malah menahan tangannya.

FREYA : MY NAUGHTY GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang