"Makasih Frey, udah mau jujur tentang ..." Menghela napas berat, Januar tak melanjutkan kalimatnya yang mungkin ia tebak akan membuat wajah Freya kembali muram dan sendu.
Januar lebih memilih untuk mengatur suhu AC mobilnya. Sampai perempuan yang duduk disampingnya siap untuk kembali berbicara, Januar membiarkan keheningan menyelimuti mereka berdua.
Hingga kemudian ponselnya berdering, Januar menatap layar pipih itu dimana nama 'Mama' tertera disana, menengok kekiri, Januar meminta izin untuk mengangkatnya, hingga kemudian Freya menjawabnya dengan anggukan kecil.
"Iya Ma, kenapa? Iya, ini aku masih diluar. Lagi sama Freya. Mama sama Papa udah disana? Oh, udah sampe ya. Mau nginep disana nanti? Oh, ngga, kirain ... Yaudah nanti abis dari sini aku kesitu, supirnya suruh pulang aja. Mama sama Papa pulang bareng aku. Oke Ma, bye..."
Setelah menutup telpon, Januar meletakan kembali ponselnya di car phone holder, matanya bergulir kesamping, dimana ternyata Freya juga sedang menatapnya. Januar tiba-tiba langsung tersenyum kikuk, "gue berisik ya? Sorry..."
"Oh, ngga ... sama sekali," Freya menggeleng, "Lo mau balik kesana sekarang?"
"Ngga buru-buru juga sih, Mama sama Papa juga baru sampe disana, katanya abis dari rumah sakit, jenguk Om Aryo." Om Aryo adalah Papa dari Rania dan Ciara, yang kini kondisinya masih kritis di rumah sakit.
"Nanti tolong sampein salam ke mereka ya, Kak."
"Sebelum Lo bilang gitu udah gue sampein duluan, hehe."
Ujung bibir Freya terasa berkedut, saat melihat ringisan Januar. "Kak."
"Ya?"
"Gue mau minta maaf soal ... meluk Lo, tadi."
Kedua alis Januar bertaut, "kenapa, harus minta maaf? Lo ... nyesel ngelakuinnya, Frey?"
"Oh, ngga. Gue hanya ..." Freya membasahi bibir bawahnya saat menjeda kalimat yang akan diucapkanny, "... takut bikin Lo ngga nyaman."
"No, gue sama sekali ngga keberatan." Lalu menghela napas, "malah sebaliknya." Melirik Freya lagi, "tadi gue ngerasa Lo seolah ... ngasih kesempatan, buat gue. Gue pikir Lo udah mau percaya sama gue tentang ... perasaan gue, Frey. Tapi kalau memang belum, itu bukan masalah kok. Gue ngerti kalau Lo perlu waktu buat ... berpikir, ya kan?"
"Semua ini ngga mudah buat gue, Kak. Lo udah denger sendiri kan tadi, kalau gue ..." Freya menunduk, menatap lurus kearah kain hitam yang membalut tubuhnya, "... gue hamil, diluar nikah. Gue bukan cewek baik-baik, gue--"
"Apa kalian berdua melakukannya atas dasar sama-sama mau?"
Freya menelan ludah, otaknya seolah memutar kejadian hari itu, memejamkan matanya untuk beberapa saat, lalu menghirup napas dalam-dalam, "gue memang punya perasaan sama Rezel, tapi gue sama sekali ngga pernah berpikiran untuk--"
"Dia ... maksa Lo?"
Kepala Freya tertoleh, mereka bersitatap. Lagi.
"Ya, Lo ngga perlu jawab, Frey. Gue bisa lihat, dari mata Lo." Januar nampak berpikir, "keluarga Lo, tahu?"
"Ngga," Freya menggelengkan kepalanya, "gue takut buat ngasih tau mereka, Kak. Gue ngga siap kalau harus lihat kekecewaan mereka. Awalnya gue berniat buat gugurin, gue--"
"Awalnya?" Januar sedikit memiringkan kepalanya, untuk melihat wlraut wajah Freya lamat-lamat, "sekarang, ngga, kan?"
"Lebih tepatnya gue masih bingung. Gue pikir bukan masalah besar untuk nyingkirin dia, gue pikir gue cukup punya keberanian untuk lakuin itu. Tapi, entah kenapa, gue ngerasa ... berat, buat ngelakuinnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
FREYA : MY NAUGHTY GIRL
Teen Fiction[FOLLOW DULU, BEBERAPA PART DI PRIVATE] Hurt Series : 2nd Spin Off : JINOVAR -- Freya Kinandhita, seorang cewek narsis dan eksis di dunia maya maupun realita. Mempunyai wajah cantik, tubuh sexy, dan dikenal banyak orang membuat para lelaki rela meng...