Part [61]

5.9K 402 6
                                    

"Apa kabar, Frey?" Sapa Januar sesaat setelah Freya mengizinkan dirinya untuk duduk. Sebelumnya, Januar memang sengaja datang untuk menemui Freya secara langsung, dan untungnya, Rezel memberinya waktu untuk ia bisa mengobrol dengan Freya hingga tak ada perdebatan apapun diantara mereka.

"Seperti yang Lo lihat." Sahut Freya dengan nada dinginnya. Bahkan, perempuan itu sama sekali tak menoleh kearahnya. Namun hal itu tak membuat Januar merasa tersinggung atau sebagainya. Ia jelas paham kondisi Freya.

"Sorry karena gue baru sempet nemuin Lo langsung sekarang. Kemarin-kemarin gue belum berani karena terlalu yakin kalau Lo bakal usir gue dan ngga mau nemuin gue." Ada jeda. Januar diam-diam melirik kearah Freya yang masih diam dengan raut tenangnya. "Gue juga mau minta maaf soal ... kejadian waktu itu." Ucapnya sungguh-sungguh. "Semuanya murni karena kesalahan gue. Kalau aja gue ngga--"

Helaan napas berat nan panjang Freya membuat Januar menghentikan ucapannya. Ia takut kalau-kalau Freya enggan membicarakan topik yang mungkin akan membuatnya trauma dan semacamnya. "Sorry Frey. Gue bener-bener minta maaf buat--"

"Abi udah ceritain semuanya ke gue." Perlahan, Freya akhirnya menoleh, hingga keduanya saling bersitatap untuk beberapa saat. "Tentang awal mula masalah ini terjadi. Tentang hubungan Lo sama Ciara. Tentang kalian. Gue udah tahu."

Januar mengangguk pelan. Tak berniat menyangkal atau menyahuti ucapan Freya yang ia yakini belum selesai sampai disitu.

"Gimana kabar anak Lo? Dia ... mirip siapa?" Alih-alih meluapkan amarahnya, Freya malah bertanya hal yang tak Januar duga, yang mana laki-laki berambut ikal itu terpaku untuk beberapa saat sebelum kemudian kembali tersadar.

"Dia ... baik. Sehat." Entah kenapa, Januar malah tiba-tiba merasa canggung saat membicarakan perihal anaknya. "Gue ... belum tahu. Maksudnya, gue belum tahu dia ... mirip siapa."

Freya mengangguk, seolah paham akan makna dari jawaban Januar, "sebenci apapun Lo sama ibunya, dia tetap darah daging Lo, Kak. Dia anak Lo. Jangan sampai kebencian Lo ke Ciara, malah membuat Lo berusaha untuk membenci anak Lo sendiri. Karena itu ... ngga adil. Dia ngga berhak mendapatkannya."

Januar menelan ludah. Ucapan Freya bagai tamparan telak untuknya. "Gue hanya ... belum terbiasa, Frey. Gue hanya masih ... merasa asing." Akunya dengan jujur. "Gue ... ngga benci dia, kok." Untuk ucapannya yang barusan, Januar tak begitu yakin. "Frey, boleh gue ngomong sesuatu?"

"Bukannya daritadi Lo lagi ngomong ya?"

"Maksudnya, tentang kejadian waktu itu."

Setelah terdiam sebentar, Freya akhirnya mengangguk, "ngomong aja, Kak."

"Oke." Januar menggesekkan kedua telapak tangannya yang ia letakan tepat diatas paha, "sebenernya tujuan gue nyekap Ciara waktu itu supaya dia ngga bilang yang sebenernya ke Lo. Gue ngga mau rencana pernikahan kita gagal karena dia. Gue ngga mau kalau sampai Lo nolak dan milih pergi ninggalin gue, Frey. Gue ngga mau kalau dia sampai ngehancurin hidup gue untuk yang ... kedua kalinya."

Freya memaku wajah Januar cukup lama kali ini. Meneliti setiap ekspresi laki-laki disampingnya itu yang nampak terlihat lelah, nampak di gurat matanya.

"Mungkin banyak yang gue sembunyiin dari Lo, terutama perihal hubungan dan masalah gue sama Ciara. Gue tahu gue salah. Banget. Tapi Frey, dari semua kebohongan gue sama Lo, perasaan gue ngga termasuk didalamnya. Gue ... mencintai Lo, Frey. Gue sungguh-sungguh dan serius pas waktu gue ngelamar Lo waktu itu. Gue ngga peduli tentang kondisi Lo yang lagi hamil anak orang lain. Bukan karena gue ngga peduli sama anak yang Lo kandung, tapi karena gue udah menerima akan semua tentang diri Lo. Mau gimanapun itu, ngga akan bikin gue mundur. Sama sekali." Walaupun awalnya ragu-ragu, Januar tetap meraih tangan Freya perlahan, lalu menggenggamnya. "Frey, gue udah jujur tentang semuanya. Gue berharap Lo bener-bener bisa maafin kesalahan gue."

FREYA : MY NAUGHTY GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang