Syam tidak mengikuti kegiatan pemakaman Danita, cowok itu juga tidak ikut mengantarkan Danita ke persinggahan terakhirnya. Syam lebih memilih mengurung diri di kamar.
Jenazah Danita telah di kebumikan, Theo menatap gundukan tanah di depannya dengan tatapan yang sulit di artikan. Perlahan orang-orang mulai meninggalkan area pemakaman.
"Gila loh, masa om Theo nggak kelihatan sedih sama sekali," bisik Jey.
Chiko tampak berpikir. "Iya ya, gue juga mikir kayak gitu."
"Demi oreo, gue juga bingung sih. Apa dia nggak ngerasa kehilangan ya." Evin kini juga ikut berpikir.
"Ssssttt udah, jangan ngomongin orang," lerai Altair.
"Bos, gue jadi khawatir sama keadaannya calon pak dokter," ucap Chiko.
Altair tampak menghela nafas panjang. "Dia masih terluka, dia mikirnya tante Danita meninggal karena perjodohan itu."
"Iya sih, Syam kelihatan merasa bersalah. Dia bahkan nggak mau nganterin tante Danita ke pemakaman, dia lebih milih ngurung diri di kamar," sahut Jey.
"Gimana kalau kita samperin Syam," saran Evin.
***
Setelah acara pemakaman ke-empat sahabat Syam datang ke rumah Syam, rumah besar itu tampak sepi. Theo tidak pulang ke rumah, entah kemana pria itu pergi.
"Syam, buka pintunya Syam!" Altair mengetuk pintu kamar Syam.
"Ketuk lagi Al, suara lo kurang kenceng. Pakek toa Al, biar Syam denger," ucap Jey.
Chiko menoyor kepala Jey. "Nggak usah bercanda, suasananya lagi nggak pas."
"Ya biar nggak tegang-tegang amat, main tiktok yuk, ajakin Syam juga." Jey memasang wajah tak berdosa.
Altair menatap tajam Jey. "Mau gue patahin tulang punggung lo?!"
Jey menyengir lebar. "Santai Al, tulang punggung gue tuh aset berharga. Mau gue nafkahin apa coba bini gue nanti."
Evin meraih knop pintu dan mencoba membukanya, ternyata pintu itu tidak di tutup. "Nggak di tutup woi."
Chiko mengerjap tak percaya, ia pikir tadi pintunya di kunci. Altair mendengus pelan, sementara Jey memasang wajah cengo. Seharusnya mereka langsung membuka pintu dari tadi, bukannya mengetuk pintu dan berdebat tidak jelas seperti orang gila.
"Dari tadi kek sesepuh oreo bukanya, biar kita bisa masuk!" sewot Chiko.
Evin berdecak. "Demi oreo, gue juga baru tahu kalau pintunya nggak di kunci kampret."
Altair berjalan masuk ke dalam kamar, cowok itu mendekat ke arah Syam. "Syam ..."
"Mama meninggal karena perjodohan itu Al." Syam menatap Altair dengan sorot mata penuh luka.
"Nggak Syam, tante Danita meninggal karena penyakit jantung." Syam bisa melihat jelas penampilan Syam yang acak-acakan.
Syam mencengkram rambutnya. "Lo nggak ngerti Al, andai Mama nggak di rumah sakit jiwa dia masih bisa bertahan sampai sekarang!"
Jey duduk di samping Syam. "Udah Syam, jangan kayak gini."
Chiko ikut berjongkok. "Tante Danita udah pergi, ikhlasin dia."
Evin yang tadinya berdiri juga ikut duduk, untuk pertama kalinya Evin melihat Syam benar-benar terluka. Syam yang biasanya selalu tersenyum kini terlihat begitu hancur.
Syam menatap lurus ke depan, air matanya berkali-kali terjatuh. Ia sendiri tak tahu, apakah keputusan untuk mempertahankan Nasya benar atau salah. Hati Syam hancur, ia telah kehilangan Danita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syam Story
Teen FictionDia Syam Kavalen, laki-laki yang menjabat sebagai wakil ketua geng Jevins dan mempunyai cita-cita menjadi dokter. Syam selalu memasang wajah kalem dan selalu terlihat tenang. Syam mencintai gadis berhijab bernama Nasya, namun Syam harus terjebak cin...