1.Kenyataan

7.3K 906 52
                                    

Syam meminum sirup yang ada di depannya, saat ini Syam dan ke-empat sahabatnya sedang berada di kamar milik Evin. Kelima orang itu memegang buku masing-masing. Altair, Chiko, Jey, dan Evin, mereka memegang buku tentang bisnis.

"Gila, berasap nih otak gue kalau lama-lama baca buku." Chiko meletakkan bukunya di atas karpet berbulu.

"Ikan bakar kalik ah berasap," celetuk Jey.

"Gue udah baca buku, gue balik-balik, gue pahami, gue mengerti, tapi ujung-ujungnya yang gue pikirin cuma oreo," sahut Evin.

"Ye kampret! Itu mah otak lo yang bermasalah. Suruh otak lo goyang tiktok, biar otak lo lentur," saran Jey.

"Udah diem, baca buku lagi. Gimana mau jadi pebisnis sukses kalau baca buku aja males," ucap Altair.

Syam tersenyum tipis. "Tumben Al, bisa ngomong kayak gitu. Didikan Ajwa ya Al?"

Altair melotot. "Didikan dia? Apaan! Gue aja nggak pernah deket sama dia."

"Iya nggak pernah deket, tapi nempel terus. Lengket banget kayak lem." Chiko tertawa kencang.

Syam terkekeh, sementara Jey dan Evin ikutan tertawa membuat Altair membrengut sebal. Mereka tahu, jika Altair menikah dengan Ajwa karena sebuah perjodohan. Tapi tidak menutup kemungkinan mereka berdua bisa saling mencintai.

"Udah jangan bercanda, belajar lagi yang bener," ujar Syam.

"Iiihhh, nggak suka gelay." Jey menirukan ucapan yang ada di tiktok.

Evin menggeplak kepala Jey. "Jijik gila! Mau gue sumpel mulut lo pakek oreo?!"

"Oh iya pak wakil, kenapa lo pengen banget jadi dokter?" Pertanyaan Chiko membuat semua tatapan tertuju pada Syam.

Syam terdiam sejenak. "Gue pengen nyembuhin orang sakit. Kalau orang sembuh dari sakit pasti mereka bahagia kan."

"Tapi bukannya om Theo itu pebisnis ya, lo nggak mau nerusin perusahaannya?" tanya Altair.

"Nggak," balas Syam seadanya.

"Om Theo pasti bakal dukung apapun keputusan anaknya. Suka nih gue modelan bapak yang kayak gitu," sahut Jey.

Syam hanya tersenyum, tidak ada yang mengetahui kehidupan seorang Syam Kavalen. Yang mereka tahu Syam tidak pernah punya masalah, selalu tersenyum, selalu membantu sahabatnya yang kesusahan, dan keluarga Syam terlihat sangat harmonis.

"Demi oreo, makmur banget hidup lo Syam." Evin menatap Syam iri.

"Ye iri? Iri? Iri bilang karyawan," ucap Chiko.

'Kalian nggak tahu hidup gue, dan kalian emang nggak seharusnya tahu tentang kehidupan gue,' batin Syam.

***

Evin pergi ke dapur untuk mengambil camilan, di rumah yang sangat besar Evin hidup sendiri. Kedua orang tuanya sangat gila kerja, mereka jarang pulang. Sejak kecil Evin terbiasa sendiri, meskipun ada pembantu mereka hanya datang untuk membersihkan rumah.

Setelah tugas para pembantu itu selesai, mereka kembali ke rumahnya masing-masing. Jujur, Evin merasa sunyi. Evin kesepian dan ingin merasakan hangatnya keluarga. Evin mengeluarkan sebuah foto keluarga dari dompetnya.

'Kapan ya mereka pulang?' Evin menatap foto itu, tak terasa air matanya menetes.

"Kangen?" Syam tiba-tiba berdiri di samping Evin.

Evin bergegas memasukkan kembali foto itu ke dalam dompetnya. "Kok lo ada di sini? Lo butuh sesuatu?"

Syam menatap lekat Evin. "Lo kangen kan sama orang tua lo?"

"Demi oreo, ya nggak lah. Lagian gue udah biasa sendiri." Evin menyibukkan dirinya dengan mencari camilan.

"Nggak usah sedih, mereka cari uang juga buat lo. Mereka sayang banget sama lo," ucap Syam.

"Gue pengen ulang tahun gue cepet tiba, mereka selalu pulang waktu gue ulang tahun," balas Evin.

"Jangan pernah ngrasa sendirian, ada gue, Al, Chiko, sama Jey yang siap nemenin lo di saat lo kesepian." Syam merangkul Evin.

Evin tertawa. "Hahaha iya, demi oreo kenapa jadi melow gini sih?"

***

Syam memberhentikan motornya di sebuah minimarket. Syam masuk ke dalam minimarket untuk membeli barang-barang ya ia butuhkan. Setelah semua barang terkumpul Syam pergi ke kasir untuk membayar barang belanjaannya.

"Saya lupa bawa uang mbak, saya bawa dulu ya barangnya. Nanti saya janji bakal balik lagi," ucap seorang gadis yang memakai hijab berwarna biru.

"Nggak bisa mbak, lagian banyak orang yang kayak mbak. Pura-pura nggak bawa uang, terus di bawa kabur gitu aja barangnya." Mbak kasir tersebut terlihat sangat sinis.

Syam menatap gadis itu yang ternyata adalah Nasya. 'Dia?'

Nasya berusaha untuk bersabar. "Saya bukan orang kayak gitu mbak."

"Kalau nggak punya duit ya pulang aja, nggak usah beli barang," ucap kasir itu.

Syam menyerahkan barang belanjaannya. "Saya mau bayar."

Kasir tersebut segera menghitung barang belanjaan Syam. "Seratus lima belas ribu mas."

"Sekalian sama punya dia." Syam menyodorkan uang seratus lima belas ribu sambil melirik Nasya sekilas.

Syam segera keluar dari supermarket dan berjalan ke arah motornya. Nasya segera menyusul Syam, hanya demi membeli barang khusus yang di gunakan untuk perempuan yang datang bulan Nasya harus berdebat dengan kasir julit itu.

"Kak," panggil Nasya.

Syam menoleh. "Apa?"

"Makasih, nanti aku ganti uangnya," ucap Nasya.

"Nggak perlu," balas Syam.

"Tapi aku tetep aja ngrasa nggak enak kak. Aku ganti aja ya, besok deh gimana?" Nasya tidak mau berhutang budi pada siapapun.

"Oke." Syam segera menaiki motornya.

"Emm, aku boleh minta nomer hp kakak? Biar aku bisa hubungi kakak." Nasya menatap Syam ragu.

"Nomer hp itu privasi, besok pagi temuin gue di parkiran kampus." Syam memakai helmnya kemudian menyalakan mesin motornya.

***

Pukul 22:00 Syam baru pulang ke rumah. Pemandangan yang pertama kali Syam lihat adalah Theo yang sedang bermesraan dengan wanita lain. Wanita itu terlihat muda, menggunakan pakaian seksi, kurang lebih sama seperti wanita yang ada di club.

Syam mengepalkan tangannya, tidak hanya sekali papa-nya membawa wanita lain ke rumahnya. Theo melakukannya berkali-kali, dan wanita yang di bawanya pun berbeda-beda. Theo perlahan menghampiri Syam.

"Baru pulang kamu? Mau jadi apa kamu pulang jam segini?!" Theo berteriak marah.

Syam tertawa dan menatap nyalang wanita yang sedang duduk di sofa. "Wanita murahan mana lagi yang anda pungut kali ini?"

Theo melayangkan tamparan kepada Syam. "Diam kamu? Kamu nggak punya sopan santun hah?!"

Syam menatap datar Theo. "Sopan santun? Seharusnya anda sadar, anda sudah mempunyai istri. Dan dengan mudahnya anda membawa wanita lain, gila anda!"

"Jaga bicara kamu! Saya ini papa kamu!" sentak Theo.

Syam berjalan ke arah wanita itu dan menariknya kasar. "Keluar anda dari rumah saya!"

"Syam, lepaskan dia." Theo mendorong kasar tubuh Syam.

Syam tidak diam begitu saja, cowok itu berusaha untuk menarik tangan wanita itu. Theo menendang Syam membuat Syam tersungkur. Theo benar-benar gila, menyakiti anaknya sendiri demi wanita yang sama sekali tidak berharga.

Wanita itu menggandeng lengan Theo dengan manja kemudian mereka pergi ke kamar atas. Syam tertawa hambar, ia muak dengan pemandangan yang ada di depannya. Ada yang bilang hidup Syam itu bahagia, tapi beginilah kenyataan kehidupan seorang Syam Kavalen.

"Mama." Seketika ingatan Syam tertuju pada mamanya.

Bersambung...

Syam StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang