Theo berjalan ke arah Syam, sementara Syam hanya menatap pria itu datar. Rasanya Syam benar-benar mati rasa, ingin marah tapi sepertinya semua itu hanya percuma.
"Masih ingat pulang? Mau bahas perjodohan lagi?" Syam tahu betul apa yang ada di pikiran Theo.
"Papa nggak mau bahas perjodohan itu lagi. Denger-denger kamu lagi deket sama cewek." Theo menatap lekat Syam.
Syam memalingkan wajahnya. "Bukan urusan anda."
"Siapa gadis itu? Apa pekerjaan ayahnya? Cuma pekerja biasa? Jauhin dia, dia nggak setara sama keluarga kita," ucap Theo.
Syam menatap Theo dengan tangan yang mengepal. "Pa, berhenti ngatur hidup aku!"
"Syam jangan kurang ajar! Apapun yang Papa lakukan itu yang terbaik untuk kamu. Wanita itu dari keluarga biasa, tidak setara dengan keluarga kita!" Theo terlihat marah.
Tangan Syam semakin mengepal, tentu saja dia merasa emosi. Selama ini Syam tidak pernah memandang status ekonomi, ia bahagia dekat dengan Nasya.
Theo tiba-tiba kembali dan membuat semuanya kembali sulit. Theo memang sudah tidak mempermasalahkan perjodohan itu, tapi dia ingin Syam menjauhi Nasya.
"Saya nggak pernah mandang status sosial," ucap Syam penuh dengan penekan.
"Syam Papa itu pebisnis besar, kamu bisa dapetin gadis yang lebih kaya. Yang setara dengan kita, bukan dari keluarga biasa," balas Theo.
Syam tertawa remeh. "Berhenti egois, anda nggak sadar ya? Anda udah bikin Mama saya meninggal."
"Itu udah takdir." Theo sama sekali tidak merasa bersalah.
"Sadar nggak sih Mama nggak ada karena keegoisan Papa. Kenapa Papa terus-terusan nyakitin Mama, kalau udah nggak cinta seenggaknya jangan nyakitin!" Syam sudah tidak tahan lagi.
'Papa cinta sama dia, kamu nggak bakal ngerti.' Theo seperti menyembunyikan sesuatu yang tidak akan di mengerti oleh orang lain.
"Jauhin dia atau gadis itu yang akan menerima akibatnya. Papa nggak main-main Syam," ancam Theo.
***
Syam duduk di anak tangga yang di dekat perkarangan kampus, cowok itu sibuk memandangi bunga kertas hasil buatannya sendiri. Rencana Syam akan memberikan bunga itu kepada Nasya.
"Wih, apa nih?" Chiko tiba-tiba datang dan merebut bunga itu.
"Seumur-umur baru kali ini Syam gue lihat lo pegang bunga." Jey masih tidak percaya dengan apa yang di lihatnya.
"Pasti buat si dia ya?" Evin tersenyum menatap Syam sambil memakan oreo nya.
Altair duduk di samping kiri Syam dan menyenggol pelan lengan Syam. "Cie dah gede."
"Balikin bunganya." Syam memasang wajah datar dan mengulurkan telapak tangannya.
"Emm, harum loh bunganya, maklum lah buat si doi." Chiko mencium bau bunga itu.
"Harus wangi dong, biar cintanya makin kerasa ya Chik." Kini Jey mulai ikut-ikutan.
Syam tampak menghela nafas panjang, sejujurnya ia risih menjadi bahan ledekan. Tapi entah mengapa kala mengingat Nasya membuat Syam tidak bisa menahan senyumnya.
Evin duduk di samping Syam, ia bisa melihat jelas Syam yang sedang tersenyum dengan tatapan lurus ke depan. Evin mengunyah oreo nya sambil tersenyum.
"Nah loh, lagi mikirin si doi kan." Evin menepuk bahu Syam.
"Nggak," elak Syam, ia tidak ingin temannya semakin menjadi.
"Jangan senyum terus, entar lo sawan," ujar Altair.

KAMU SEDANG MEMBACA
Syam Story
Fiksi RemajaDia Syam Kavalen, laki-laki yang menjabat sebagai wakil ketua geng Jevins dan mempunyai cita-cita menjadi dokter. Syam selalu memasang wajah kalem dan selalu terlihat tenang. Syam mencintai gadis berhijab bernama Nasya, namun Syam harus terjebak cin...