Bab 10

1.6K 251 18
                                    


"Mama mau masak?"

"Iya Nak buat makan malam kita."

Prilly menarik kursi yang ada di meja makan lalu menempatinya. Hari sudah menjelang sore dan Prilly baru membuka mata setelah satu jam lebih terlelap.

"Kamu mau makan apa Sayang tadi kamu langsung bobo kan nggak makan siang dulu." Ujar Rahma yang membuat kekehan Prilly terdengar. "Ngantuk banget tadi Ma." Jawabnya sebelum menguap. Mungkin efek obat yang ia minum sehingga membuat dirinya merasa kantuk sepanjang hari.

Rahma menggelengkan kepalanya melihat tingkah sang putri. "Malam nanti kamu nggak boleh begitu lagi. Kamu lagi sakit kalau makan aja susah gimana mau minum obat terus kapan kamu sembuh Nak?" Prilly tersenyum-senyum sendiri mendengar omelan Ibunya. Ia sangat suka diomeli seperti ini, aneh bukan? Tapi bagi Prilly omelan ibunya adalah salah satu bentuk kasih sayang dan keperdulian sang Ibu padanya.

Dan Prilly suka.

"Iya Mamaku Sayang." Jawab Prilly dengan cengiran lebarnya.

Rahma dan putrinya terlihat begitu asik menghabiskan waktu bersama dengan membahas berbagai hal termasuk skripsi dan rencana kerja Prilly pada perusahaan Ali.

"Pak Fuad besok katanya suruh Prilly ke kampus Ma buat konsul lagi." Rahma meletakkan piring yang berisi lauk-pauk sederhana hasil tangannya.

"Memangnya kamu sanggup ke kampus besok?" Prilly mengangguk menjawab pertanyaan Ibunya. "Prilly udah sehat kok Ma lagian Prilly pengen cepat-cepat kelarin skripsinya biar plong ini pikiran." Katanya yang disambut tawa oleh Rahma.

Punya otak cerdas saja Prilly puyeng apa kabar yang otaknya pas-pasan ya?

Skripsi memang salah satu terberat bagi mahasiswa.

"Besok biar Mama temanin kamu ya takutnya kamu pingsan di sana." Cetus Rahma yang dibalas gelengan oleh Prilly.

"Mama istirahat saja di rumah udah dua hari ini Mama kurang istirahat kan? Prilly nggak apa-apa kok Ma nanti bisa minta jemput teman juga kalau Mama khawatir." Jelasnya yang tak langsung disetujui oleh Rahma.

Rahma takut putrinya yang masih dalam masa pemulihan ini pusing atau bahkan pingsan di kampus.

"Mama tenang aja Prilly beneran udah sehat kok."

"Yakin kamu?"

"Banget Mama."

Rahma baru akan kembali membuka suaranya saat suara mesin mobil terdengar berhenti di depan pintu rumahnya.

Prilly dan Rahma sontak menoleh kearah depan. "Siapa yang datang ya Ma?"

Rahma mengedikkan bahunya. "Coba Mama liat dulu sebentar ya Nak."

Prilly ikut beranjak menyusul Ibunya ke depan meskipun langkahnya masih belum bisa secepat biasanya karen luka bagian lututnya masih terasa nyeri kalau ia paksakan untuk melangkah lebar.

"Ya ampun Mbak Reina! Masuk Mbak! Masuk!"

Langkah Prilly sontak berhenti saat melihat kedatangan wanita paruh baya yang tadi sempat dipaksa pulang oleh putranya.

"Maaf ya Mbak aku balik lagi habisnya aku belum puas liat tanaman Mbak eh malah dipaksa pulang sama Mas Ali." Ujar Reina yang disambut tawa ramah oleh Rahma. "Nggak apa-apa Mbak sekalian makan malam disini aja juga nggak apa-apa Mbak. Kebetulan aku masak banyak Mbak tapi makanan sederhana aja sih." Reina sontak berbinar. "Rei kita makan disini ya?"

Reihan yang berdiri dibelakang Ibunya sejak tadi matanya hanya fokus pada Prilly yang berdiri tak jauh dari pintu rumahnya. "Rei oke-oke aja Mi." Jawabnya tanpa melepaskan pandangannya dari Prilly.

Prilly sendiri terlihat biasa saja ditatap oleh buaya darat seperti Reihan, ia tidak berdebar lain halnya jika yang berdiri dihadapannya adalah Ali, bisa-bisa kakinya berubah menjadi jelly.

Ternyata cinta pandangan pertama itu ada ya?

"Kalau begitu Nak Rei silahkan masuk saja didalam ada Prilly kok. Tante sama Mami kamu mau lanjut liat-liat tanaman lagi." Reihan mengangguk ramah dengan percaya diri ia melangkah mendekati Prilly yang menatapnya dengan sebelah alis menukik.

"Kamu apa kabar?" Tanya Reihan sok manis.

"Lo nggak liat gimana keadaan gue?" Judes Prilly yang membuat kedua mata Reihan melotot. Ternyata selain kebal dengan pesonanya Prilly juga bisa bersikap ketus padanya. Pertama dalam sejarah kehidupannya, Reihan dijuteki perempuan sampai seperti ini.

"Lain kali kalau lo nggak bisa bawa mobil mending lo bawa becak aja. Gara-gara kebodohan lo gue jadi gini. Dasar bodoh!" Maki Prilly sebelum berbalik meninggalkan Reihan yang masih terpaku dengan wajah bodohnya.

Prilly sudah sejak kemarin menyimpan dendamnya pada Reihan, gara-gara pria itu nasibnya jadi gini meskipun ada hikmah besar dibalik peristiwa ini tapi tetap saja Prilly kesal.

Kemarin-kemarin ia tidak memiliki kesempatan untuk memaki Reihan eh siapa sangka pria itu justru datang dengan sendirinya, tentu saja Prilly tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.

"Cewek model reog begitu dijodohin sama Mas Ali? Cocok banget." Ujar Reihan sambil bertepuk tangan heboh.

***

Disebuah rumah mewah terlihat seorang pria yang sedang melamun sambil memegang sebuah foto kecil yang terlihat buram menandakan jika foto yang ia pegang bukanlah foto kemarin melainkan foto yang sudah ada puluhan tahun lalu.

Di sana terlihat dirinya yang masih muda bersama seorang wanita cantik yang wajah cantiknya masih menjadi mimpi-mimpi indah untuknya sampai saat ini. Di sana, ia terlihat bahagia foto itu diambil tetap setelah pernikahan mereka dilangsungkan. Meskipun tanpa sanak saudara tapi mereka bahagia sampai akhirnya dia sendiri yang menghancurkan kebahagiaan itu.

"Rahma..." Desahnya penuh kesakitan.  Bahkan setiap kali menyebut nama wanita yang sampai detik ini masih menjadi satu-satunya wanita yang ia cinta hatinya masih berdenyut perih.

Ia masih mengingat dengan jelas bagaimana tangisan pilu sang istri ketika ia memilih pergi bahkan dengan tanpa berperasaan dirinya meninggalkan putri mereka yang saat itu masih sangat kecil.

Dia tidak memiliki foto keluarga kecilnya, hanya foto pernikahan yang berada ditangannya menjadi satu-satunya kenangan yang ia miliki.

"Kamu apa kabar Sayang hm? Bagaimana keadaan putri kita? Aku yakin dia sudah tumbuh besar dan menjelma menjadi gadis secantik kamu." Pria itu berbicara sambil menyentuh foto ditangannya.

Dulu ia masih begitu egois, berasal dari keluarga kaya raya membuatnya tidak betah hidup sengsara hingga akhirnya ia termakan bujukan orang tuanya untuk meninggalkan istri dan anaknya demi menikahi perempuan yang saat ini masih menjadi istrinya.

Brak!

Pria itu sontak menoleh menatap wanita yang menyandang status sebagai istrinya. "Mas duitku habis! Transfer cepat! Aku mau belanja."

Dan wanita seperti itulah yang ia jadikan istri yang membuat ribuan penyesalan terus menusuk relung hatinya.

Maafkan aku Rahma, kini aku sedang menuai karma atas apa yang aku lakukan padamu dan putri kita. Maaf.

*****

Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang