Bab 13

1.4K 259 26
                                    


Prilly sontak beranjak dari tubuh Ali begitu tubrukan didalam lift berhenti. Nafasnya tersengal-sengal, wajahnya merah padam tanpa bisa dicegah.

Demi Tuhan, Prilly sama sekali tidak menyangka jika ciuman pertamanya akan berakhir seperti ini.

Wajah Ali juga tak kalah bersemu namun laki-laki itu begitu pandai menguasai diri sehingga yang kembali dilihat Prilly adalah wajah datar dan sorot tajam dari mata elang pria itu.

"Kamu nggak apa-apa?" Tanya Ali yang dibalas gelengan kepala oleh Prilly. Ia memang tidak apa-apa hanya saja punggung dan pergelangan kakinya sedikit sakit.

Tapi Prilly memilih memendam sendiri rasa sakitnya, ia tidak ingin Ali berpikir jika dirinya sedang mencari perhatian pria itu terlebih setelah insiden tabrakan bibir terjadi.

Ali merogoh saku celananya lalu mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi salah seorang kepercayaannya untuk membuka pintu lift namun sayangnya ponsel milik pria itu tidak menangkap jaringan apapun.

Sialan!

Ali melempar kasar ponsel boba miliknya ke sudut lift hingga menimbulkan suara yang cukup keras hingga membuat Prilly tersentak kaget.

"Brengsek!" Maki Ali sambil mengusap wajahnya dengan kasar.

Prilly sendiri sudah memeluk kedua lututnya lalu menyembunyikan wajahnya di sana. Ia berharap lampu di dalam lift tidak ikut mati namun sayangnya dalam hitungan detik lampu lift padam dan membuat suasana gelap seketika.

Prilly refleks memekik hingga membuat Ali menoleh dan terbelalak kaget saat melihat tubuh kecil Prilly sudah bergetar disudut lift.

"Kamu tenang saja. Ada saya di sini." Ujar Ali sambil meraih ponsel yang ia lempar tadi untuk menghidupkan senter namun sayangnya benda itu sudah tidak bisa digunakan lagi bukti betapa kasarnya Ali tadi.

Ali menghela nafasnya tidak ada cara lain ia segera menarik tangan Prilly hingga gadis itu kembali berakhir dalam pelukannya namun kali ini Ali memeluknya dalam keadaan normal tidak seperti tadi.

Prilly membuka matanya, samar-samar ia bisa melihat jakun seksi pria ini bergerak naik turun sebelum suara berat pria itu ikut terdengar.

"Saya akan pastikan kamu akan baik-baik saja." Ujar Ali mengeratkan pelukannya pada punggung kecil Prilly.

Prilly jangan tanyakan lagi bagaimana detak jantungnya saat ini. Benar-benar menggila bahkan Prilly takut jika Ali bisa mendengarnya.

Prilly berusaha untuk rileks udara di sana mulai terasa panas dan pengap membuat Prilly kesulitan untuk bernafas. Ali menyadari hal itu. "Jangan panik! Coba tarik dan hembuskan nafas kamu secara perlahan."

Prilly mengikuti arahan Ali, lumayan membaik memang tapi tetap saja Prilly tidak nyaman. Aroma tubuh Ali yang wangi dan menenangkan mampu membuat matanya terpejam sejenak.

Prilly tahu dirinya benar-benar tidak tahu diri, disaat genting seperti ini ia masih sempat memejamkan matanya. Tapi ia benar-benar tidak rela jika kedekatannya dengan Ali saat ini harus berakhir dengan cepat.

"Setelah pintu terbuka kita lanjut interview." Kata Ali yang membuat mata Prilly kembali terbuka sebelum mendongak menatap Ali tajam.

"Nggak mau! Saya tetap---"

"Ya sudah tolak perintah saya maka saya pastikan kamu akan menjerit ketakutan disini." Seringai kecil yang menghiasi sudut bibir Ali mampu membuat wajah Prilly pias.

Sial! Pria ini tidak bisa dianggap main-main.

"Jadi bagaimana?"

"Baiklah!"

"Good girl!"

***

Nyaris setengah jam lebih Ali dan Prilly terjebak di dalam lift bahkan ketika mekanik perusahaan berhasil membuka pintu besi itu Prilly sudah tergolek lemas dalam rengkuhan Ali.

Minimnya udara serta pengapnya di dalam lift yang terkunci membuat pasokan oksigen ke paru-paru gadis itu menipis ditambah kondisi Prilly yang baru pulih pasca kecelakaan membuat kesehatan gadis itu kembali drop.

Ali berteriak pada anak buahnya untuk menghubungi Dokter pribadinya sedangkan dirinya segera membawa Prilly ke ruangannya.

Prilly masih sadar ia tak benar-benar kehilangan kesadarannya, Prilly hanya merasa lemah. Dalam rengkuhan Ali ia bisa merasakan debaran jantung pria itu yang menggila namun anehnya membuat perasaannya menjadi tenang.

Bersama dengan Ali terkunci di dalam lift seperti tadi ia sama sekali tidak merasa takut karena dirinya yakin bersama pria ini semuanya akan baik-baik saja.

Prilly memang tidak mengenal Ali secara dekat selain tahu beberapa hal tentang pria itu melalui cerita Tante Reina tapi jauh didalam lubuk hatinya Prilly benar-benar yakin jika pria ini memiliki hati seluas samudra.

Ali memiliki pribadi yang baik hanya saja semua itu tertutupi karena wajah datar dan tatapan bengis yang pria itu miliki.

Prilly merasakan tubuhnya menyentuh sesuatu yang empuk yang ia yakini kasur. Perlahan pelukan Ali merenggang dan entah kenapa Prilly justru mengeratkan pelukannya pada leher Ali sehingga tubuh besar Ali kini tertahan di atas tubuh kecilnya.

Sebisa mungkin Ali menahan dirinya supaya tidak menindih tubuh kecil Prilly. Takutnya gepeng!

"Dokter akan datang kamu sudah aman sekarang." Suara berat pria itu terdengar lebih lembut dari biasanya. "Jangan begini kamu harus diperiksa dulu." Lanjut Ali sambil melepaskan belitan tangan Prilly dilehernya.

Prilly tidak mengeluarkan protesnya karena tubuhnya benar-benar lemah sekarang. Ia pasrah sampai akhirnya suara pintu ruangan terbuka dan tepat disaat itu Prilly benar-benar kehilangan kesadarannya.

Gadis itu terlelap bukan pingsan.

***

Ali melepaskan dasi yang membelit lehernya. Ia benar-benar tidak menyangka jika hari ini ia akan mengalami hal seperti ini terlebih bersama Prilly.

Ia sangat paham kenapa Prilly sampai lemas seperti tadi. Siapa yang tidak akan lemas terkurung nyaris satu jam didalam kotak besi dengan udara yang begitu pengap.

"Anda tidak apa-apa Pak?"

Ali menganggukkan kepalanya. "Saya baik hanya gadis yang bersama saya keadaannya benar-benar membuat saya khawatir." Ali berbicara tanpa sadar.

Alex merupakan orang kepercayaan Ali tepatnya pria itu merupakan kaki tangan Ali yang sejak pertama perusahaan ini berdiri pria itu sudah mengabdikan dirinya pada Ali.

Alex merupakan mantan preman yang ditolong oleh Ali lalu diberi pekerjaan sampai akhirnya Alex mendampingi Ali seperti sekarang ini.

Alex memang tidak bersekolah tinggi namun keenceran otak pria itu sudah tidak perlu diragukan lagi. Tidak terhitung banyaknya proyek yang sukses berkat ide-ide cemerlang pria ini yang membuat Ali benar-benar bangga pada Alex.

"Dokter sudah memeriksanya Pak, jadi Anda tenang saja." Kata Alex yang hanya dijawab helaan nafas oleh pria itu. "Kalau Mami sampai tahu gadis kesayangannya nyaris celaka bisa-bisa kepala gue dibotakin beliau!" Ali mengacak-acak rambutnya frustasi.

Bayangan kemarahan Ibunya menjadi salah satu penyebab Ali gelisah seperti ini dan Alex sendiri yang sudah bertahun-tahun bersama Ali jelas sudah sangat hapal dengan kebar-baran Ibu Bosnya ini.

"Sabar saja Pak." Katanya tulus namun justru terdengar seperti ejekan ditelinga Ali yang membuat pria itu mendelik sinis kearahnya.

"Sudah kamu beresin saja berkas untuk meeting siang nanti!" Perintah Ali yang segera dilaksanakan oleh Alex.

Kini tinggallah Ali sendirian di ruangannya dengan mata terus tertuju pada pintu kamar istirahatnya yang terbuka lebar. Di dalamnya ada Dokter pribadinya yang sedang memeriksa Prilly.

Apa gadis itu baik-baik saja ya? Khawatir Ali tanpa sadar.

*****

Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang