Prilly berdehem pelan sebelum membuka kembali pintu ruangan Ali. Sejak kejadian ciuman tak terduga mereka beberapa waktu lalu, ketika ia bersitatap dengan Ali selalu saja bayangan itu terlintas di kepalanya.Meskipun sekuat tenaga ia berusaha untuk terlihat biasa saja dihadapan Ali tapi didalam hatinya ia selalu merasa berdebar.
Setelah merasa dirinya siap Prilly kembali membuka pintu ruangan Ali. "Permisi Pak."
Ali mendongak menatap Prilly sebelum meletakkan ponselnya diatas meja. Tanpa sengaja pria itu menatap kearah bibir Prilly yang sejak kejadian itu selalu membuatnya penasaran
Sial! Apa yang sebenarnya ia pikirkan?
Ali berdehem pelan sebelum mengalihkan pandangannya dari bibir Prilly yang selalu terlihat merona alami.
Selalu? Jangan bilang kalau Ali sering memperhatikan bibir Prilly?
Ali kembali berdehem yang membuat kening Prilly berkerut. "Tenggorokan Bapak gatal mau batuk Pak ya? Mau saya belikan obat?" Tawar Prilly polos yang membuat Ali kembali mendongak menatap dirinya.
"Saya tidak batuk!" Gas Ali yang membuat Prilly terkejut. "Ya udah sih kalau nggak batuk ngapain Bapak bentak saya?!" Balas Prilly tak terima.
Ini yang tidak Ali ceritakan kepada kalian, satu-satunya bawahan yang berani melawan atasannya hanyalah Prilly. Dan sayangnya Ali tidak bisa memecat gadis itu karena selain dia sendiri yang memaksa Prilly untuk bekerja kecerdasan gadis itu juga sangat ia butuhkan.
Menghela nafasnya Ali berusaha menahan diri untuk tidak meledakkan emosinya dihadapan Prilly.
"Nanti malam Mami minta kamu ke rumah ada acara makan malam." Katanya acuh sambil melirik Prilly malas.
Kening Prilly sontak mengerut pasalnya Reina tidak mengatakan apapun padanya padahal tadi pagi mereka sempat bertukar kabar. Reina nyaris setiap hari bertanya pada Prilly seolah memastikan jika Prilly benar-benar betah bekerja bersama putranya.
Prilly jelas betah selain gajinya yang benar-benar lumayan diberikan oleh Ali, ia juga bisa mengasah ilmunya di sini. Dan bulan depan Prilly sudah memulai untuk membangun warung kecil untuk Ibunya, ia sudah memberi tahu Ibunya perihal keinginannya itu dan syukurnya sang Ibu menyetujuinya.
Rahma tidak keberatan ketika Prilly memintanya untuk berhenti bekerja. Prilly yang akan menggantikan posisinya mulai sekarang dan Rahma luar biasa bangga pada putrinya.
Kembali keruangan Ali dimana kedua manusia berbeda jenis kelamin itu tampak bersitatap satu sama lain. "Kamu ada acara?"
Prilly menggelengkan kepalanya. "Tidak ada Pak."
Ali mengangguk pelan. "Bagus! Saya harap kamu tidak mengecewakan Mami saya." Kata Ali yang dibalas cibiran oleh Prilly.
Mata Ali sontak melotot, bibir yang baru saja mencibirnya itu adalah bibir yang sama dengan bibir yang sudah merenggut ciuman pertamanya.
Diam! Ali laki-laki yang menjunjung tinggi harkat dan martabat, yang paling penting Ali bukan lelaki murahan yang mudah memberikan anggota tubuhnya untuk disentuh.
Ali menjaga semuanya demi istrinya nanti namun sayangnya Prilly justru mengambil sesuatu yang seharusnya menjadi hak istrinya nanti. Sudahlah! Jangan bahas perihal ciuman itu lagi! Ali pusing memikirkan ciuman pertamanya yang tak sesuai dengan harapannya itu.
Tanpa Ali tahu jika Prilly juga kerap kali meratapi hal yang sama, ciuman pertama Prilly juga tak sesuai ekspektasinya.
"Kalau begitu kamu bisa pulang lebih awal untuk bersiap-siap nanti jam 7 saya jemput kamu." Ali nyaris mengigit lidahnya sendiri setelahnya. Ia benar-benar tidak bisa mengontrol mulutnya ketika berbicara.
Sial! Gadis ini pasti akan besar kepala.
"Saya akan pulang lebih awal. Tapi Bapak tidak perlu repot-repot menjemput saya karena saya bisa pergi sendiri." Tolak Prilly yang membuat harga diri Ali benar-benar jatuh.
Prilly tersenyum kecil sebelum berbalik meninggalkan ruangan Ali namun sebelum kakinya benar-benar melangkah keluar suara Ali kembali terdengar.
"Apapun kata kamu jam 7 saya jemput kamu! Awas kalau kamu pergi tanpa menunggu saya!"
***
Prilly benar-benar kembali lebih awal untuk bersiap-siap seperti kata Ali tadi. Saat ini ia sedang berada didalam kamarnya, gadis itu terlihat meluruskan kakinya sambil memijitnya pelan.
"Kaki kamu sakit Nak?"
Prilly mendongak menatap Ibunya lalu tersenyum lebar. "Cuma pegal Ma karena terlalu lama pakai sepatu itu." Prilly menggerakkan dagunya kearah sepatu berhak tinggi yang seharian melekat di kakinya.
Rahma mengambil tempat di samping putrinya. "Kamu tahu Sayang apapun akan Mama lakukan supaya kamu hidup bahagia." Prilly mengernyitkan dahinya menatap Ibunya dengan tatapan bingung.
"Mama kenapa?" Tanyanya yang hanya dijawab senyuman kecil oleh Rahma.
"Mama bangga sekali sama kamu Nak." Ucap Rahma tanpa menjawab pertanyaan putrinya. "Mama benar-benar bersyukur memiliki kamu di dalam hidup Mama." Rahma terlihat aneh sekali hari ini dan Prilly bisa merasakan perubahan pada Ibunya.
Rahma memeluk erat tubuh mungil putrinya dengan sekuat tenaga menahan air matanya. Rahma tidak bisa menceritakan perihal pertemuan dirinya dengan Gerald, mantan suaminya siang tadi.
"Rahma?!"
Langkah Rahma sontak terhenti saat suara yang sangat ia kenali terdengar memasuki gendang telinganya. Ia sedang berbelanja untuk makan malamnya bersama putrinya nanti dan siapa yang menyangka jika hari ini ia akan kembali dipertemukan dengan pria yang pernah begitu dalam menorehkan luka dihatinya.
"Rahma! Tunggu!"
Rahma semakin memacu langkahnya namun sayangnya ia terlalu lambat sehingga sebelah tangannya berhasil ditahan oleh sosok laki-laki yang seumur hidupnya tidak ingin dijumpai lagi oleh Rahma.
"Lepaskan saya!"
"Rahma jangan begini! Kita bicara baik-baik ya?" Bujuk Gerald yang membuat emosi Rahma semakin memuncak.
Ditatapnya wajah laki-laki yang sialannya sampai detik ini masih sangat tampan itu dengan tatapan penuh kebencian.
"Bicara baik-baik kamu bilang setelah belasan tahun kamu ninggalin aku? Gila kamu Gerald!" Maki Rahma yang membuat dada Gerald berdenyut nyeri. Rahma-nya tidak pernah berbicara sekasar ini padanya.
"Aku menyesal Rahma!" Mengabaikan rasa sakitnya Gerald terus memohon pada mantan istrinya.
"CUKUP! PERGI! PERGI SEPERTI APA YANG KAMU LAKUKAN DULU PADAKU DAN ANAKKU! JANGAN PERNAH PERLIHATKAN KEMBALI WAJAHMU DIDEPANKU LAKI-LAKI BAJINGAN!!" Teriak Rahma murka dengan wajah sudah memerah karena amarahnya yang tidak bisa dibendung.
Kedua tangan Gerald mengepal kuat. "Baik. Usir aku dan lihat aku akan mengambil putri kita!"
Deg.
Lutut Rahma terasa goyah ketika mantan suaminya berkata seperti itu tanpa menunggu lama Rahma segera berlari menuju kerumahnya. Ia harus menjaga putrinya dengan baik. Sampai matipun ia tidak akan membiarkan siapapun mengambil Prilly dari hidupnya. Tidak akan!
Tapi dengan segala kekurangannya bagaimana caranya ia mempertahankan Prilly disisinya?
Rahma semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh putrinya dan itu membuat Prilly semakin kebingungan meskipun kedua tangannya tanpa keberatan membalas pelukan sang Ibu.
"Maafin Mama. Mama tahu setelah ini kamu pasti akan membenci Mama tapi asal kamu tahu semua ini Mama lalukan demi kamu Nak. Demi kamu."
Dan Prilly semakin kebingungan setelah mendengar suara lirih Ibunya. Sebenarnya apa yang terjadi?
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan Hati
ChickLitNext story setelah Manisnya Luka End. Insyaallah cerita ini nggak kalah menarik kok jangan lupa baca lalu vote dan komennya yaa..