Ali mengemudikan mobilnya menuju tempat dimana ia meninggalkan calon istrinya tadi. Ia benar-benar menyesali tindakan tidak bertanggung jawabnya tadi. Karena terlalu khawatir pada Mikhayla ia sampai meninggalkan Prilly sendirian bahkan tanpa pamit."Brengsek!" Maki Ali sambil memukul setir mobilnya. Ia kembali menoleh menatap dompet kecil yang ia letakkan di kursi sampingnya. Rasa bersalahnya pada Prilly semakin menjadi-jadi.
Ali kembali mengeluarkan umpatannya saat mobil yang ia kemudikan kini justru terjebak dalam kemacetan panjang. Rasanya semesta seperti sedang menghukum dirinya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana kebencian Prilly yang ia terima setelah kejadian malam ini.
Dengan lesu Ali merebahkan kepalanya pada setir mobilnya sampai akhirnya suara deringan ponselnya terdengar memecahkan keheningan di dalam mobil.
Dengan malas-malasan Ali meraih ponselnya yang ia campakkan di atas dashboard mobilnya. Nama Ibunya terpampang jelas dilayar ponselnya membuat Ali menghela nafas lelah. Jika Ibunya tahu apa yang telah ia lakukan pada Prilly menantu kesayangannya bisa dipastikan dirinya akan mendengar ceramah sang Ibu sampai subuh besok.
"Halo Mi?" Akhirnya Ali menjawab panggilan telepon dari Ibunya. "Masih dijalan nih Mi." Ali harap-harap cemas ia takut jika Ibunya menanyakan Prilly.
"Udah selesai kok Mi. Semuanya udah beres tadi sore langsung ketemu sama Tante Metha kok." Ali menjelaskan bagaimana ia dan Metha pemilik butik langganan Ibunya bertemu dan membahas perihal gaun pernikahan dirinya dan Prilly.
"Syukurlah. Mami senang dengarnya kalau kamu sama Prilly sama-sama cocok dengan model gaun yang ada di sana."
Ali tersenyum kecil tidak tahu saja Ibunya gimana wajah kesal Prilly ketika ia meminta gadis itu untuk mengganti gaun-gaun yang ia kenakan sampai belasan kali.
Ah, ia kembali mengingat Prilly yang ia tinggalkan sendirian di warung tenda.
"Eum.. Sudah dulu ya Mi. Ini Ali mau fokus nyetir dulu." Setelah berbasa-basi akhirnya sambungan telepon dimatikan oleh Ibunya dan Ali kembali disergap rasa bersalah saat Ibunya berpesan supaya ia terus menjaga Prilly dan membahagiakan gadis itu.
Rasa bersalahnya semakin besar saja.
Saat dirinya kembali larut dalam penyesalannya tiba-tiba ponselnya berdering dan nama calon Ayah mertuanya terpampang di sana.
Gerald Hutomo.
Ali yakin pria itu pasti sudah mendengar kabar perihal pernikahan dirinya dan Prilly. Tidak mungkin pria itu melepaskan Prilly begitu saja terlebih setelah mendengar cerita Tante Rahma dimana pria tua ini mengancam akan merebut Prilly dari sisi Tante Rahma yang mati-matian membesarkan Prilly seorang diri.
Tanpa menunggu lama Ali segera menjawab panggilan telepon dari pria itu.
"Halo selamat malam Om ada yang bisa saya bantu?" Ali dan Gerald tentu saja sudah saling mengenal bahkan pria itu mempunyai hubungan yang erat dengan kedua orang tuanya. Ali juga sangat menghargai Gerald setidaknya sebelum ia tahu jika pria itu adalah seorang pecundang.
"Iya bisa kita bertemu besok?"
Ali mencoba mengingat-ngingat jadwal kerjanya besok sebelum menyetujui permintaan Gerald. "Bisa Om." Jawabnya, ia bisa mendengar helaan nafas lega dari Gerald diseberang sana.
"Om rasa kamu sudah paham maksud dan tujuan Om mengajak kamu bertemu besok."
"Sangat-sangat paham Om."
"Baguslah. Sampai bertemu besok!"
"Baik Om."
Dan panggilan terputus.
Ali meletakkan kembali ponselnya yang kembali berdering dan saat melihat nama Mikhayla terpampang di sana Ali segera mematikan ponselnya.
Ia mulai muak, ia gerah dengan perubahan sikap Mikhayla padanya. Gadis itu tiba-tiba berubah menjadi egois dan terlalu menuntut padanya padahal jelas-jelas dulu Mikhayla-lah yang menolak cintanya.
Dan sekarang disaat Ali sudah memutuskan untuk menikahi Prilly gadis itu justru berbalik mengejar dirinya. Entah benar adanya atau mungkin perasaan Ali saja yang pasti Ali mulai merasa tidak nyaman dengan sikap Mikhayla sekarang.
Setelah terjebak kemacetan nyaris dua jam akhirnya mobil yang kemudikan oleh Ali bergerak dan Ali segera melajukan mobilnya menuju kediaman calon istrinya. Semoga Prilly memaafkan dirinya.
***
Keesokan harinya Prilly sudah siap dengan stelan kerjanya. Wajah yang semalam terlihat murung pagi ini sudah ceria kembali.
"Ma.."
"Iya Nak?"
"Boleh nggak kalau Prilly pinjam uang Mama buat ongkos ke kantor nanti sore Prilly ganti." Katanya dengan nada sedikit tidak enak. Pasalnya Prilly sudah lama sekali tidak meminta uang pada Ibunya tapi pagi ini ia terpaksa karena dompetnya masih belum berada ditangannya.
"Boleh dong Sayang. Kamu butuh berapa Nak? Mama punya simpanan kok tenang aja." Rahma berjalan menuju kamarnya untuk mengambil uang sebanyak yang putrinya sebutkan.
Prilly baru akan menarik kursi meja makan saat pintu rumahnya diketuk dari luar. Dengan malas-malasan Prilly beranjak menuju pintu rumahnya.
"Siapa sih pagi-pagi usah namu aja." Keluhnya sebelum memutar kunci pintunya dan matanya sontak terbelalak saat membuka pintu rumahnya dan menemukan calon suaminya di depan pintu rumahnya dengan membawa satu buket bunga mawar yang ukurannya sangat besar.
Dan jangan lupakan senyuman seratus watt pria itu namun melihat ekspresi datar Prilly membuat senyuman manis itu seketika memudar.
"Ekhem! Kamu nggak nyuruh saya masuk?" Tanya Ali memberanikan diri.
"Memangnya saya suruh Bapak kemari?" Balas Prilly dengan ekspresi wajahnya yang terlihat sangat tidak bersahabat hingga membuat Ali semakin salah tingkah.
"Untuk semalam saya minta maaf."
"Dimaafkan. Udah kan? Sekarang Bapak pulang!" Usir Prilly tega bahkan ia ingin menutup pintu rumahnya namun sayangnya Rahma sudah terlebih dahulu muncul dibelakangnya.
"Loh ada Nak Ali? Kok nggak kamu ajak calon suami kamu masuk Nak?" Rahma memukul pelan bokong putrinya didepan Ali yang membuat Prilly malu setengah mati.
Ali tersenyum lebar menatap calon mertuanya. "Ini.." Kesempatan Ali dihadapan Rahma ia menyerahkan buket yang ia bawa untuk Prilly sebagai permintaan maaf.
Prilly mendelik kesal namun tangannya tetap terulur untuk mengambil buket yang disodorkan Ali padanya.
Rahma tersenyum lebar dengan penuh semangat ia mempersilakan Ali untuk masuk dan sarapan bersama. "Maaf ya Tante cuma masak makanan kampung." Kata Rahma setelah Ali mendudukkan dirinya di salah satu kursi meja makan.
"Nasi goreng telur mata sapi salah satu makanan favorit saya Tante." Jawab Ali kalem.
"Cih! Carmuk!" Sindir Prilly sebelum menarik kursi dan menghempaskan tubuhnya di sana. Moodnya benar-benar memburuk setelah kedatangan Ali.
Ali berdehem pelan, ia tahu jika saat ini Prilly sedang memendam kekesalan padanya karena perbuatannya tadi malam. Ia maklum dan sadar semua salahnya.
Rahma tidak terlalu memperhatikan aura permusuhan yang menguar dari tubuh putrinya. Ia terlalu sibuk berbincang dengan calon menantunya sampai akhirnya Prilly beranjak dari kursinya. "Prilly sudah selesai. Prilly kerja dulu ya Buk." Pamitnya tanpa menghiraukan Ali.
Ali ikut pamit dan beranjak mengejar Prilly, Rahma baru sadar jika hubungan keduanya sedang dalam masalah tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa supaya anak dan calon menantunya kembali baik-baik saja.
*****

KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan Hati
ChickLitNext story setelah Manisnya Luka End. Insyaallah cerita ini nggak kalah menarik kok jangan lupa baca lalu vote dan komennya yaa..