Bab 17

1.4K 245 18
                                    


Mikhayla sudah terlihat cantik dengan dress pas body yang ia kenakan. Warna merah terang terlihat mencolok namun terasa padu dengan gaya makeupnya yang blod. Membuat garis wajahnya semakin terlihat tegas.

Keseluruhan penampilan Mikhayla malam ini cantik hanya saja poros wajahnya terlihat lebih tua dari usianya.

Tapi Mikhayla tidak perduli yang pasti ia harus terlihat cantik dan mempesona malam ini. Ia akan membuat Ali menyesal karena mengabaikan dirinya.

Tanpa sadar Mikhayla justru lebih sering memikirkan Ali akhir-akhir ini daripada Reihan. Padahal jelas-jelas yang selama ini ia gadang-gadang sebagai cinta terakhirnya justru semakin tersisih dari kepala dan pikirannya.

"Kamu cantik sekali Sayang.."

Mikhayla menoleh lalu tersenyum menatap Ibunya. "Maminya Reihan ngundang aku ke rumah mereka Ma untuk makan malam bareng keluarga Sudrajat." Mikhayla tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.

Cecilia juga turut bahagia mendengar perkataan putrinya. "Kamu benar-benar beruntung bisa dekat dengan keluarga Sudrajat." Katanya mengusap rambut putrinya dengan bangga.

Mikhayla tersenyum lebar menatap Ibunya. "Doain Mikha supaya bisa cepat-cepat raih hati Rei---"

"Kenapa harus Reihan? Kamu jangan bodoh Mikhayla!" Hardik Cecilia dengan ekspresi wajah yang mulai berubah tak selembut tadi.

Mikhayla jelas terkejut dengan hardikan Ibunya. Bukankah beberapa saat yang lalu Ibunya baru menyatakan bangga padanya tapi kenapa tiba-tiba Ibunya berubah seperti ini? Apa salahnya?

"Mama kenapa?" Tanya Mikhayla bingung.

Cecilia terdengar mendengus pelan sebelum menjauhkan dirinya dari sang putri. "Kamu harus menjadi bagian keluarga Sudrajat dengan menikahi putra sulung mereka bukan Reihan!"

"Memangnya kenapa kalau Mikha menikah sama Rei Ma? Reihan dan Ali sama-sama putra dari kelurga Sudrajat bukan?"

Cecilia melirik putrinya sekilas. "Kamu sama bodohnya dengan Ayah kamu!" Ucap Cecilia samar yang tak begitu jelas ditelinga Mikhayla.

"Mama ngomong apa?"

Cecilia menggeleng pelan. "Sebaiknya kamu nurut perintah Mama. Jauhi Reihan dan dekati Ali! Satu-satu jalan menuju kebahagiaan yang akan kamu dapatkan hanya dengan menikahi Ali." Titah Cecilia yang membuat dada Mikhayla bergemuruh.

Ia tidak tahu apa yang dia rasakan tapi satu hal bayangan-bayangan kebahagiaan dihari pernikahannya dengan Ali mulai terlintas di kepalanya.

Tatapan teduh dan memuja yang kerap kali pria itu berikan untuknya membuat dada Mikhayla sesak akan kebahagiaan. Apakah benar ia sudah salah jalan dengan mengejar Reihan dan menolak Ali?

Benarkah hanya Ali yang bisa membahagiakan dirinya? Lalu Reihan?

"Maaf Nyonya, Nona dibawah Den Reihan sudah datang untuk menjemput Nona Mikhayla." Suara seorang pembantu dibalik pintu kamar Mikhayla menyentakkan gadis itu ternyata ia sudah terlalu lama bercerita sehingga melupakan janjinya dengan Reihan.

"Ingat pesan Mama Mikhayla! Lepaskan Reihan dan raih hati Ali."

"Iya Ma. Akan Mikhayla lakukan." Jawab Mikhayla datar sebelum berbalik meninggalkan kamarnya serta Ibunya yang tak lepas pandangannya dari punggung kecil putrinya.

"Kamu harus hidup bahagia Mikha, cukup Mama yang hidup menderita dengan pria yang menikahi Mama hanya karena sebuah keterpaksaan juga insiden memalukan." Lirih Cecilia sebelum berbalik dan kembali memusatkan perhatiannya pada langit malam yang terlihat sangat indah malam ini namun tetap terasa hampa bagi dirinya.

***

"Dari mana aja kamu Mas?!"

Gerald menghentikan langkahnya, seharian ini ia menghabiskan waktunya di kantor setelah pertemuannya dengan Rahma mantan istrinya secara tidak sengaja suasana hati Gerald benar-benar kacau.

Apalagi bayangan kebencian Rahma padanya tak bisa ia enyahkan. Harapan Gerald untuk kembali bersama Rahma sepertinya hanya sebuah angan melihat bagaimana wanita yang sangat ia cintai itu menatapnya penuh amarah dan kebencian.

"Mas Gerald kamu dari mana?!" Teriakan Cecilia membuat Gerald menoleh dan menatap istrinya dengan tatapan tajam.

"Bukan urusan kamu!" Ketusnya sebelum melangkah meninggalkan ruang tamu di mana Cecilia sengaja menunggu suaminya bahkan ia sudah siap dengan pakaian 'dinas' malamnya namun sayangnya Gerald sama sekali tidak tertarik bahkan meliriknya saja tidak.

Tapi bukan Cecilia namanya jika ia akan berhenti begitu saja sebelum mendapatkan apa yang ia mau. Malam ini Gerald benar-benar harus bertekuk lutut padanya.

Cecilia mengingat kembali bagaimana teman-teman sosialitanya mengatakan jika ingin suami patuh dan tunduk maka mereka harus terpuaskan salah satunya diatas ranjang namun yang menjadi beban bagi Cecilia adalah Gerald yang nyaris satu tahun ini tidak pernah lagi menyentuh dirinya.

"Mas!" Gerald terus melepaskan kancing pakaiannya tanpa menghiraukan kedatangan Cecilia yang menyusulnya ke kamar.

Hari ini Gerald sudah cukup lelah dan pusing perihal Rahma dan ia benar-benar sudah tidak sanggup jika istrinya Cecilia turut mencari masalah dengannya.

"Keluarlah Cecilia! Hari ini aku benar-benar lelah tolong jangan ganggu aku!" Kata Gerald setelah melepaskan kemeja yang seharian ini membungkus tubuhnya.

"Aku menganggu? Yang benar aja dong Mas! Masak istri sendiri dianggap pengganggu sama kamu! Aneh." Gerald memilih bungkam. Ia tidak akan meladeni Cecilia setidaknya untuk malam ini.

"Kamu perlu uang? Besok aku akan meminta Bram untuk mentransfer sejumlah uang untuk kamu. Jadi sekarang pergilah!"

Cecilia tidak bohong ketika ia merasakan dadanya berdenyut sakit saat suaminya justru menyangkut pautkan segala tentang dirinya hanya dengan uang.

"Serendah itu kamu nilai aku Mas?" Cecilia tersenyum perih. "Belasan tahun kita menikah dan---"

"DAN AKU NYARIS MATI KARENA PERNIKAHAN INI CECILIA!!"

Brak!!

Cecilia terperanjat kaget saat tiba-tiba Gerald berdiri lalu menendang meja kecil yang ada di depannya. Pecahan meja kaca itu terlihat berhamburan di lantai kamar.

Cecilia memberanikan diri untuk menatap suaminya yang bertelanjang dada dengan nafas terengah-engah. Sorot mata Gerald benar-benar tajam dan sangat menakutkan.

"Mas---"

"DIAM KAMU SIALAN! SEMUA INI GARA-GARA KEHADIRANMU DAN ANAK SIALANMU ITU!!" Gerald menjambak rambutnya dengan kasar. Ia sadar jika semua yang terjadi bukan sepenuhnya salah Cecilia tapi kedua orang tuanya juga dirinya sendiri turut mengambil bagian dalam kejadian ini.

Dan Gerald benar-benar menyesalinya. Ia benar-benar bodoh karena bertindak tanpa berpikir di masalalu.

"ARGHH! BRENGSEK! SIALAN!" Gerald terus berteriak dan memaki sebelum ia mengambil barang-barang di sekitarnya lalu ia banting bahkan ia lemparkan ke arah Cecilia.

Cecilia terkejut bukan main melihat suaminya yang mengamuk hingga tanpa menunggu lama wanita yang berniat menghabiskan malam panas bersama suaminya justru harus lari tunggang langgang karena ketakutan melihat suaminya yang menggila.

Cecilia segera beranjak menuju ke kamar putrinya lalu mengunci pintu dari dalam ia takut jika Gerald sampai bertindak lebih gila lagi yang mungkin akan membahayakan nyawanya.

Di dalam kamarnya, Gerald terus menghancurkan semua barang-barang yang ada didepan matanya. Suara teriakan dan umpatannya terdengar sebelum berganti dengan isak tangisnya yang begitu memilukan.

"Maafkan aku Rahma! Maaf. Tolong beri aku kesempatan untuk membahagiakan kamu dan putri kita. Tolong Rahma! Tolong... Hikss..."

*****

Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang