Bab 5

1.5K 247 15
                                    


"Mau singgah dulu?" Ali menoleh menatap Mikhayla lalu menggeleng pelan. "Sudah larut malam lain kali saja." Jawabnya yang mendapat anggukan dari Mikhayla.

"Kalau gitu aku masuk ya, terimakasih tumpangannya." Mikhayla ingin beranjak dari mobil Ali bertepatan tangan pria itu bergerak menahan lengannya.

Mikhayla mengurungkan niatnya untuk turun lalu menoleh menatap Ali. "Kenapa Al?" Tanyanya lembut, tangannya juga bergerak untuk menyentuh tangan Ali yang memegang lengannya.

Perlahan Mikhayla menjauhkan tangan Ali dari lengannya dan hal itu kembali membuat luka dihati Ali menganga. Ia ditolak, dari gestur tubuh Mikhayla saja ia sudah tahu jika dirinya tidak akan mendapatkan tempat di hati wanita ini.

Mikhayla tersenyum manis menatap Ali, gadis itu tidak tahu atau mungkin berpura-pura tidak tahu mungkin juga Mikhayla memang tidak perduli pada perasaan Ali. Entahlah, hanya gadis itu yang tahu.

"Kamu yakin akan terus berjuang untuk Reihan?" Tanya Ali dengan mata tak lepas dari wajah cantik Mikhayla.

Gadis itu kembali memamerkan senyumannya yang membuat denyut di hati Ali semakin terasa. Gadis itu terlihat begitu sumringah ketika membicarakan Reihan, pria pertama yang membuatnya jatuh cinta.

"Reihan adalah segalanya untukku Al. Apapun akan aku lakukan supaya aku bisa bersama Reihan selamanya." Ali tahu dirinya memang tidak pernah memiliki tempat di hati wanita ini. Tapi ia juga tidak bisa melepaskan Mikhayla begitu saja, Ali tidak siap kehilangan gadis ini meskipun Mikhayla menjadi milik Adiknya sendiri tapi Ali tetap merasa tidak rela.

Mengusap wajahnya dengan kasar Ali mengalihkan pandangannya ke depan menolak menatap Mikhayla yang masih tersenyum, gadis itu pasti sedang memikirkan Reihan.

"Sudah larut sekali sebaiknya kamu turun sekarang." Mikhayla menoleh menatap Ali yang sedang menatap ke depan, pria itu tidak menatap dirinya.

"Ah iya. Sekali lagi terima kasih atas tumpangannya." Ali hanya berdehem sebagai jawaban dan hal itu berhasil membuat Mikhayla bertanya-tanya sebenarnya ada apa dengan pria ini.

"Kamu kenapa Al?" Ali menoleh menatap Mikhayla lalu tersenyum kecil. "Aku lelah." Jawaban Ali terdengar ambigu namun Mikhayla mengartikan jika pria itu lelah karena seharian bekerja.

"Baiklah. Sampai rumah nanti kamu langsung istirahat ya."

"Hm."

"Selamat malam Al!"

"Malam."

Dan Ali hanya bisa menatap punggung kecil gadis pujaan hatinya dengan pandangan terluka. Ali masih setia di sana ia harus memastikan sendiri jika Mikhayla sudah memasuki rumahnya dengan selamat ia baru akan melajukan mobilnya.

Hal itu sudah seperti kewajiban bagi Ali jika dirinya mengantar Mikhayla.

Dengan ekspresi sendu, Ali mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, ia ingin segera tiba di rumahnya lalu mengistirahatkan tubuh dan jiwanya yang hari ini terasa begitu lelah.

Ali berharap besok dirinya akan terbangun dengan semangat yang baru dan kembali mengejar cintanya pada Mikhayla.

Yang menjadi pertanyaannya adalah sampai kapan Ali sanggup memperjuangkan wanita yang jelas-jelas hatinya untuk laki-laki lain? Dan jawabannya entahlah..

***

Reihan baru saja selesai mengenakan pakaiannya ketika Ali datang dan memasuki kamarnya tanpa permisi.

"Kenapa lo?" Tanya Reihan saat melihat wajah kusut Kakaknya.

"Mau sampai kapan lo nyakitin Mikha Rei?!" Todong Ali tanpa basa-basi yang membuat wajah santai Reihan sontak berubah datar.

"Bukan urusan lo!"

"Jelas urusan gue!" Balas Ali keras yang dibalas dengusan mengejek oleh Reihan. "Kenapa perihal hati gue menjadi urusan lo hm?!" Ali mengepalkan kedua tangannya. Ia sedang berusaha keras untuk tidak memukul wajah songong Adiknya ini.

"Gue nggak cinta sama Mikhayla dan sampai kapanpun gue nggak bakalan cinta sama dia!" Ujar Reihan tegas yang membuat amarah Ali semakin terpancing. "Lo benar-benar keterlaluan Rei! Kurang apa Mikha--"

"Kurang cinta dan lo nggak bisa paksa gue buat cinta sama dia! Kalau lo emang cinta ya udah lo ambil sono si Mikha lo jadiin istri lo!" Reihan yang sekarang jelas bukan Reihan yang manja yang selalu menempeli Ibunya.

"Brengsek!"

Bugh!

Reihan memegang sudut bibirnya yang robek karena pukulan Kakaknya bukannya marah Reihan justru memperdengarkan tawanya yang semakin membuat Ali berang.

Ali akan kembali melayangkan pukulannya namun tangan Reihan sudah terlebih dahulu mengacung kedepan wajahnya. "Sekali lagi lo pukul gue jangan salahkan gue kalau rasa hormat gue bakal hilang sama lo Mas!"

Ali menurunkan tangannya lalu berbalik meninggalkan kamar Reihan tanpa mengucapkan sepatah kata. Sepeninggalan Ali terlihat Reihan yang meringis sambil memegang sudut bibirnya.

"Gila pukulan si perjaka tua ternyata sakit gue." Ujarnya sambil mengiris pelan.

Reihan berjalan menuju pintu kamarnya lalu menguncinya. Reihan tidak akan membiarkan Ali kembali memasuki kamarnya lalu memukuli wajah tampannya lagi.

"Sial mana besok gue ada kencan sama si Lily lagi." Katanya saat melihat sudut bibirnya mulai lebam.

Sedangkan di kamarnya Ali terlihat menghela nafasnya. Demi Tuhan, ia tidak bermaksud memukul Adiknya hanya saja ia benar-benar tidak dapat menahan emosinya saat Reihan dengan entengnya merendahkan Mikhayla.

Mikhayla terlalu berharga untuk direndahkan seperti itu. Ali benar-benar tak habis pikir kenapa Reihan sampai setega ini pada Mikhayla padahal dulu mereka selalu bersama-sama bahkan sejak awal Ali menyadari perasaannya pada Mikhayla ia sudah tahu jika dirinya akan kalah namun siapa yang menyangka Reihan yang begitu menyayangi Mikhayla bisa berubah menjadi pria brengsek seperti sekarang.

Ali kembali menghela nafasnya, sebaiknya ia memang menjauhkan Mikhayla dari laki-laki brengsek seperti Adiknya.

Mikhayla akan semakin terluka jika terus-terusan berada disekitar Reihan, pria itu tidak punya hati dan yang paling sialannya adalah pria tidak punya hati itu adalah Adiknya.

Ali baru akan beranjak menuju ke kamar mandi saat pintu kamarnya terbuka. "Baru pulang Mas?"

Ali tersenyum lembut menatap Ibunya. "Iya Mi. Kenapa?" Ali melangkah menuju pintu kamarnya menyambut Ibunya. Reina tersenyum lebar saat putra sulungnya menggandeng tangannya untuk memasuki kamar sang putra.

"Mami mau bicara sesuatu sama kamu Mas."

Ali tak langsung menjawab ia membawa Ibunya untuk duduk disofa yang ada disudut kamarnya. "Bicara apa Mi?" Tanyanya pada sang Ibu.

Reina memiringkan tubuhnya kini posisinya berhadapan dengan sang putra. "Mami berencana untuk mengenal Prilly lebih jauh lagi."

Kening Ali berkerut. "Prilly siapa Mi?"

"Ituloh gadis cantik yang menjadi korban kenakalan Adikmu!"

Ali mengangguk pelan, jadi namanya Prilly.

"Mami ingin menjodohkan Reihan dengannya."

Ali sontak menatap ngeri Ibunya. "Mami apa-apaan sih? Kita nggak kenal dia Mi! Bagaimana mungkin Mami menjodohkannya dengan Reihan!" Bantah Ali tegas, sejujurnya ia takut dengan reaksi Mikhayla. Ia takut gadis itu kembali terluka.

"Ya makanya Mami bilang mau ngenal dia lebih jauh. Mami liat-liat Prilly gadis baik-baik dan Mami rasa Reihan juga menyukai gadis itu." Reina terlihat berbinar ketika membicarakan Prilly dan Reihan.

Ali sendiri sudah tidak tahu harus bagaimana menanggapinya karena ia sudah sangat hafal sikap Ibunya, jika sudah berkeinginan maka apapun akan beliau lakukan untuk mendapatkannya.

Apa yang harus Ali lakukan sekarang? Dia tidak mau Mikhayla terluka.

*****

Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang