Bab 23

1.6K 285 13
                                    


Suara kicauan burung terdengar menghiasi pagi yang cerah ini begitupula dengan seorang gadis tepatnya wanita yang perlahan membuka matanya dengan bagian atas tubuhnya terpampang jelas karena selimut tebal yang menutupi ketelanjangannya sudah melorot sampai ke perutnya.

Wanita itu belum menyadari ada bagian tubuhnya yang terpampang jelas hingga membuat pria yang duduk di sofa yang terletak di sudut kamar menatapnya dengan tatapan lapar.

"Eugh..." Suara lenguhan wanita itu kembali membangunkan sisi liar dari pria itu.

Sial! Semalaman penuh ia menggagahi wanita ini tapi rasanya masih belum cukup. Tanpa dicegah miliknya kembali berdiri tegak dan berharap bisa kembali memasuki liang legit wanita yang sedang merenggangkan otot diatas ranjang yang menjadi saksi betapa ganasnya permainan mereka tadi malam.

"Sudah bangun tuan putri?"

Wanita yang sedang melebarkan kedua tangan itu sontak membuka kedua matanya dan seketika ia terkejut saat mendapati seorang pria yang bertelanjang dada sedang berjalan kearahnya.

Otot liat pada perut pria itu sempat membuatnya terpaku sejenak namun matanya seketika membulat saat menyadari bahwa dirinya bukan berada di kamarnya. Kamar ini tampak asing terlebih dengan seorang pria yang menatap buas kearahnya.

"Lo siapa?!" Tanyanya ngegas.

"Slow baby." Seringai mesum pria itu membuat sang wanita yang tak lain adalah Mikhayla memundurkan tubuhnya hingga menabrak kepala ranjang.

Mikhayla semakin terkejut saat menyadari jika dirinya saat ini dalam kondisi telanjang terlebih dengan banyaknya bercak-bercak merah disekitar dadanya.

"Bagaimana kamu sudah mengingat apa yang telah kita lakukan tadi malam?" Damar semakin berani mendekati Mikhayla yang masih shock dengan apa yang sudah ia alami.

Tadi malam hal terakhir yang ia ingat adalah dirinya mendatangi sebuah club malam lalu memesan minuman sampai datang seorang pria dan ia melupakan segalanya.

"Brengsek! Lo apain gue sialan?!" Mikhayla mulai menyerang dada Damar dengan brutal yang justru dibalas tawa oleh laki-laki itu.

Pukulan Mikhayla sama sekali tidak menyakitkan justru membangkitkan gairahnya yang sempat ia redam.

"Bajingan sialan!" Mikhayla terus memaki Damar pria yang tak ia kenali namun sudah menidurinya. Benar-benar bajingan pria ini.

"Tenanglah Sayang! Lagipula yang tadi malam bukanlah yang pertama untukmu jadi untuk apa kau bersikap seperti gadis yang baru saja melepas perawannya hm?!" Damar menahan kedua lengan Mikhayla, matanya kembali terfokus pada dada bulat wanita itu. Deru nafas Mikhayla yang menderu karena lelah memukuli Damar membuat dadanya bergerak naik turun dan hal itu semakin memanjakan mata keranjang Damar.

Mikhayla yang baru menyadari fokus pria ini ke dadanya berusaha melepaskan lengannya namun sayangnya kekuatan dirinya sama sekali tidak sebanding dengan Damar.

"Kamu begitu indah baby. " Sorot mata Damar mulai menggelap dan hal itu berhasil membuat tubuh Mikhayla menggigil ketakutan.

"Jangan lagi.. Gue mohon tolong lepasin gue! Berapapun akan gue bayar asal lo lepasin gue." Air mata Mikhayla mulai berjatuhan. Hidupnya benar-benar sudah hancur meskipun ia bukanlah sex pertama untuknya namun tetap saja ia tidak rela tubuhnya di jamah oleh pria yang sama sekali tidak ia kenali ini.

Cukup Reihan, kalaupun ada laki-laki lain yang menyentuhnya Mikhayla berharap laki-laki itu adalah Ali, calon suaminya.

"Sayangnya gue lebih tertarik sama tubuh lo daripada uang lo." Dan Mikhayla tahu jika dirinya akan kembali bergulat dengan pria ini.

Tanpa menunggu lama-lama Damar kembali menindih tubuh seksi Mikhayla dan mengulang kembali pertempuran panas mereka seperti tadi malam. Mikhayla yang awalnya menolak mati-matian akhirnya ikut menikmati permainan ganas Damar bahkan tanpa malu ia justru melebarkan kedua kakinya mempersilakan Damar untuk menggagahinya kembali.

***

"Kamu mau ke kantor Nak?"

Prilly menghentikan langkahnya menuju ruang tamu rumahnya. Ia sudah berniat untuk melewatkan sarapan paginya namun sayangnya sang Ibu sudah menunggu dirinya.

Dengan perlahan Prilly membalikkan tubuhnya menghampiri sang Ibu yang sudah menunggu dirinya di meja makan.

Prilly tidak marah pada Ibunya hanya saja ia merasa seperti sedih tepatnya kecewa karena keputusan sang Ibu yang menjodohkan dirinya dengan Ali hanya karena takut jika Ayahnya merebut dirinya. Padahal Prilly sudah bersumpah pada dirinya sendiri apapun yang terjadi ia tidak akan pernah meninggalkan Ibunya.

"Kamu masih marah sama Mama?" Prilly mendongak menatap Ibunya lalu menggeleng pelan. "Nggak Ma." jawabnya singkat yang membuat Rahma tersenyum sedih.

"Maaf jika apa yang Mama lakukan membuat kamu kecewa tapi percayalah Nak, tujuan Mama hanya ingin melindungi kamu dan membuat kamu bahagia."

Prilly menatap Ibunya. "Apa dengan menikahi laki-laki yang sama sekali tidak mencintai Prilly, Ibu yakin Prilly akan bahagia?" Rahma bungkam. Ia memang sadar jika di antara Prilly dan Ali tidak ada cinta atau mungkin dari pihak Ali saja karena Rahma bisa melihat binar cinta yang mulai tumbuh di mata putrinya.

"Hanya waktu yang akan menjawab semuanya Nak. Kamu harus yakin jika suatu saat Ali akan mencintai kamu." Prilly sama sekali tidak terbantu dengan jawaban Ibunya tapi ia tak juga membantah karena ia tidak ingin menyakiti hati Ibunya. Cukup Ayahnya saja yang menjadi sumber duka di hidup Ibunya.

"Kamu tidak mencari tahu perihal Ayah kamu Nak?" Tanya Rahma pelan.

Prilly menggelengkan kepalanya. "Ibu saja sudah cukup untuk Prilly." Jawab Prilly yang membuat hati Rahma justru terasa sakit.

Ia tidak bermaksud membuat Prilly membenci atau menjauhi Ayah kandungnya hanya saja ia takut jika Gerald benar-benar nekat merebut Prilly dari hidupnya. Hanya Prilly yang ia punya di dunia ini dan Rahma tidak akan bisa hidup jika Prilly direbut darinya.

"Mama tidak melarang kamu untuk bertemu atau mengenal Papa kamu. Mama hanya meminta jika kamu bertemu dengannya tolong jangan tinggalkan Mama." Satu tetes air mata Rahma jatuh dan hal itu berhasil membuat satu goresan tak kasat mata pada hati Prilly.

Dengan cepat ia bergerak menghampiri Ibunya lalu memeluk erat wanita yang sudah mengorbankan segalanya untuk dirinya.

"Mama jangan takut apapun yang akan terjadi Prilly tidak akan kemana-mana Ma. Prilly akan selalu bersama Mama." Rahma memegang erat lengan Prilly yang memeluk lehernya. "Jika dengan menikahi Pak Ali itu bisa buat Mama tenang maka Prilly akan ikhlas menikahi pria yang sama sekali tidak mencintai Prilly itu Ma." Prilly berkata jujur namun didalam hatinya ia sudah bertekad akan membuat pria datar itu bertekuk lutut dihadapannya.

Tidak masalah jika sekarang ia yang berjuang tapi akan Prilly pastikan cepat atau lambat Ali sendiri yang akan menggenggam tangannya. Pria itu yang akan datang mempersembahkan cintanya untuk Prilly.

Akan ia buktikan perkataannya hari ini.

*****

Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang