Bab 21

1.6K 300 23
                                    

Prilly masih belum mengeluarkan sepatah katapun. Ia benar-benar shock dengan permintaan Tante Reina yang menurutnya sangat tiba-tiba. Ia juga bisa melihat kegugupan serta kegundahan di mata Tante Reina sebelum mengutarakan keinginannya tadi.

Apakah ini maksud permintaan maaf Ibunya sore tadi?

"Minum dulu."

Prilly tersentak kaget ketika Ali tiba-tiba datang dengan membawa segelas air hangat untuknya. Ia masih shock namun ia sudah kembali berinteraksi seperti semula.

Prilly juga baru sadar dirinya berada di dalam kamar Ali setelah pria itu menurunkan dirinya di atas ranjang. Ali juga terlihat sama shocknya dengan Prilly namun pria itu berusaha kuat untuk terlihat baik-baik saja.

Pernikahan?

Ali melihat Prilly yang masih memegang gelas ditangannya. "Menurut kamu bagaimana dengan permintaan Mami saya?" Tanya Ali setelah menghempaskan tubuhnya ke atas sofa yang terletak di sudut kamar.

Ia tak menyangka jika malam ini benar-benar terjadi. Siapa yang menyangka jika Ibunya yang sejak awal berniat menjodohkan Prilly dengan Reihan kini justru berbalik padanya.

Ali tersentak kaget saat dirinya tiba-tiba mengingat Mikhayla namun ketika ia ingin menghubungi gadis itu Prilly mulai bersuara hingga membuat Ali urung melakukan niat awalnya.

"Saya benar-benar bingung Pak." Katanya dengan suara lirih. "Tadi sore Mama saya juga meminta maaf pada saya padahal beliau tidak melakukan apa-apa dan malam ini Tante Reina meminta saya untuk menikahi Bapak. Saya tidak bermaksud untuk menuduh tapi rasanya terlalu sulit untuk dikatakan kebetulan pada rangkaian peristiwa yang terjadi hari ini." Urai Prilly panjang lebar dengan suara yang begitu lemah.

Ali menatap dalam gadis pintar yang nyaris satu bulan ini menemani dirinya. Rentetan peristiwa yang pernah mereka lalui kembali terlintas dan yang paling membekas adalah ciuman mereka di dalam lift meskipun bukan sebuah kesengajaan namun kejadian itu begitu membekas di pikirannya.

Ali kembali mengurut kepalanya saat bayangan nakal itu terus berlanjut menambah bagian-bagian lain yang arahnya semakin nakal.

Sial!

Ali beranjak dari posisinya lalu berjalan mendekati Prilly, berdiri tegak dihadapan perempuan itu. Prilly ikut mendongak menatap Ali dengan kening berkerut bingung.

Ali tidak mengatakan apapun tapi satu hal yang terlintas di kepalanya. Jika ia menikahi Prilly maka jalan untuk Mikhayla bersama Reihan akan terbuka semakin lebar.

Bukankah selama ini Ali akan melakukan apapun demi kebahagiaan Mikhayla? Rasanya berkorban sekali lagi tidak masalah yang penting Mikhayla bahagia, Ali tidak mungkin tega membiarkan Mikhayla menangis jika Ibunya berbalik dengan menjodohkan Prilly dan Reihan.

Ali tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya Mikhayla jika hal itu terjadi.

Jadi dengan segala pertimbangan juga kebesaran hatinya untuk membahagiakan sang Ibu akhirnya Ali memutuskan.

"Ayo kita menikah!" Katanya dengan suara datar namun begitu tegas.

Deg.

Mata Prilly sontak membola menatap Ali dengan sorot mata penuh keterkejutan. "Maksud Bapak?"

Ali menekuk sebelah kakinya kini posisinya terlihat lebih rendah dari Prilly yang duduk di atas ranjang. Prilly kembali dikejutkan dengan perlakuan Ali yang tiba-tiba meraih tangannya.

"Saya tahu ini bukan lamaran impian setiap gadis tapi saya tidak tahu cara melamar seperti kemauan gadis-gadis itu." Suara berat Ali terdengar gugup meskipun wajahnya tetap terlihat datar dan tenang. "Saya tidak menjanjikan kebahagiaan terlebih saat ini kita berdua tidak dalam kondisi saling mencintai. Saya tahu jika pernikahan kita akan berisiko tapi percayalah semampu saya, saya akan membahagiakan kamu dengan cara saya sendiri." Rentetan kalimat yang keluar dari mulut Ali bukanlah kata-kata romantis yang penuh pemujaan namun hal itu tetap membuat hati Prilly menghangat bahkan kedua matanya sampai berkaca-kaca.

Ali sendiri belum pernah merasakan kegugupan seperti ini menunggu jawaban yang keluar dari mulut wanita yang sedang mengusap air mata didepannya ini benar-benar membuat dadanya sesak, khawatir, cemas juga takut.

Sampai akhirnya ketika ia melihat Prilly menganggukkan kepalanya tanpa dicegah kedua sudut bibirnya sontak terangkat membentuk sebuah senyuman yang melengkung begitu indah.

"Saya terima Bapak menjadi suami dan juga Imam saya."

***

Setelah merasa semuanya teratasi kini Ali dan Prilly keluar dari kamar Ali menuju ruang tamu dimana Reina dan Farhan menunggu mereka sedangkan Reihan, bocah nakal itu lebih memilih memejamkan matanya daripada mendengar keputusan sang Kakak.

Reina membiarkan saja daripada Reihan disini dan terus memancing kekesalan Kakaknya. Kondisi saat ini sedang genting jadi memang lebih baik bocah tengil itu tidur.

Prilly menatap Reina lalu menoleh pada Ali yang berdiri disampingnya. Dan ternyata Ali juga melakukan hal yang sama. Prilly tidak tahu kenapa tapi dadanya saat ini benar-benar berdebar kencang bahkan kedua kaki dan tangannya mulai berubah dingin.

Prilly tersentak kaget saat merasakan genggaman tangan Ali pada sebelah tangannya yang sontak menghantarkan kehangatan sampai ke relung hati Prilly.

Saat melihat Ali menganggukkan kepalanya pelan disitulah keyakinan Prilly tumbuh. Keduanya saling mengeratkan genggaman tangan sampai akhirnya Ali membuka suara.

"Kami setuju dengan perjodohan ini Mi dan kami siap kapanpun Mami nikahkan." Kata Ali dengan begitu tegas.

Senyuman di wajah Reina dan Farhan mengembang lebar keduanya terlihat haru sekali. Reina segera beranjak menghampiri Ali dan Prilly memeluk keduanya dengan perasaan haru dan bahagia.

"Terimakasih Sayang. Terima kasih karena sudah mengabulkan permintaan Mami." Katanya sambil mengecup lembut pelipis Ali dan Prilly secara bergantian.

Prilly ikut tersenyum sampai akhirnya ia mengingat Ibunya. "Mama.." Desahnya lirih yang mampu di dengar oleh Ali dan Reina.

"Mama disini Nak."

Seluruh mata kini berpusat pada Rahma yang sedang berjalan menuju putri dan calon menantunya. Ali segera menoleh menatap Ibunya saat melihat Ibunya tersenyum kecil disanalah ia tahu bahwa semua ini sudah direncanakan secara matang oleh Ibunya.

Prilly berlari menghambur ke dalam pelukan Ibunya. Rahma memeluk erat putrinya bahkan ia sampai menitikkan air mata, Prilly juga tidak mampu menahan air matanya. Perasaannya kini campur aduk.

"Mama yakin kamu akan bahagia bersama Nak Ali." Prilly mengangguk pelan. Ia juga meyakinkan hal yang sama meskipun jalannya pasti tidak akan mudah terlebih tanpa adanya ikatan cinta yang mengikat keduanya.

Tapi jauh di dalam lubuk hatinya Prilly yakin jika suatu saat nanti ia akan bahagia bersama Ali dan keluarga kecil mereka.

Pelukan Prilly terlepas saat ia merasakan sentuhan lembut dipunggung kecilnya, ternyata yang melakukannya adalah Ali.

"Maaf Tante saya akan memperkenalkan diri saya kembali tapi kali ini saya akan memperkenalkan diri sebagai calon suami putri kesayangan Tante." Suara tegas Ali kembali membuat perasaan Prilly berdesir.

Sepertinya ia benar-benar sudah jatuh cinta pada pria ini. Ia jatuh cinta pada pria yang dihatinya masih tersimpan nama perempuan lain. Mikhayla, Prilly tahu Ali mencintai perempuan itu tapi haruskah ia mundur dan membatalkan semua ini?

"Baik Nak, Tante percayakan putri kesayangan Tante pada Nak Ali. Tolong bahagiakan dia karena mungkin sebentar lagi dunianya akan hancur saat mengetahui satu fakta tentang Ayahnya."

Deg.

Prilly seperti kesulitan bernafas namun kembali sentuhan ditangannya membuatnya sadar jika saat ini ia tidak sendirian ada Ali calon suaminya.

"Semua akan baik-baik saja. Trust me." bisiknya pelan yang membuat perasaan Prilly lebih tenang.

*****

Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang