Bab 29

1.7K 308 31
                                    


Prilly semakin memacu langkahnya saat mendengar derap langkah Ali dibelakangnya. Pria itu benar-benar mengejar dirinya ternyata.

"Tunggu dulu Prilly!"

Dengan cepat Prilly menghempas tangan Ali yang memegang lengannya. "Apa-apaan sih Pak!" Marahnya menatap Ali garang.

Ali menghela nafasnya. "Saya minta maaf atas perbuatan saya tadi malam."

"Bapak nggak dengar tadi saya bilang apa? Sudah saya maafkan!" Suaranya naik beberapa oktaf. Perduli setan dengan kesopanan pada atasan jika pria ini keberatan maka Prilly bersedia mengundurkan dirinya detik ini juga.

Ali kembali berusaha meraih tangan Prilly namun dengan cepat gadis itu memundurkan langkahnya hingga membuat Ali berdecak pelan. "Saya benar-benar menyesal Prilly."

"Apa dengan penyesalan Bapak semua bisa kembali membaik? Otak Bapak dimana hah? Bapak yang ngajak saya tapi dengan seenak jidat Bapak tinggalin saya di sana sendirian." Prilly tidak bisa menahan dirinya lagi. Biarkan saja Ibunya mendengar pertengkaran antara dirinya dan Ali posisi mereka yang tidak begitu jauh dari pintu rumah memudahkan Rahma untuk mendengar pertengkaran anak dan calon menantunya.

"Saya minta maaf."

"Stop! Percuma sampai berbuih itu mulut minta maaf saya tetap tidak akan melupakan apa yang Bapak lakukan tadi malam." Tatapan Prilly tidak setajam tadi namun luka dan kekecewaan yang gadis itu perlihatkan mampu membuat Ali menelan ludahnya dengan kasar.

"Saya memang bukan siapa-siapa Pak kita menikah juga bukan karena keinginan dan kemauan kita sendiri melainkan perjodohan katakanlah paksaan tapi bukan berarti Bapak bisa memperlakukan saya seenak jidat Bapak. Saya punya hati Pak! Saya malu saya kesal Bapak tinggalkan tanpa pamit seperti tadi malam."

Tes.

Satu tetes air mata Prilly mencuri keluar meskipun dengan cepat gadis itu seka namun Ali sudah terlebih dahulu melihatnya dan rasa bersalah semakin menghantam dirinya.

Ia benar-benar brengsek.

"Kalau memang ada perempuan lain yang Bapak cintai saya ikhlas perjodohan ini dibatalkan."

Deg.

Ali refleks menggelengkan kepalanya. "Saya benar-benar minta maaf." Katanya lagi dan Prilly semakin muak dengan wajah bersalah yang pria ini perlihatkan seolah-olah Prilly sangat berarti untuk pria itu padahal dirinya sama sekali tidak ada artinya bagi Ali.

Prilly melemparkan kembali buket bunga yang Ali berikan padanya tadi. "Saya hargai permintaan maaf Bapak tapi untuk saat ini tolong jangan ganggu saya." Ujarnya sebelum berbalik dan meninggalkan Ali yang terpaku menatap kepergian calon istrinya dengan hati yang berkecamuk.

Prilly sendiri mati-matian menahan air mata meskipun beberapa kali air matanya terlihat menetes membasahi pipinya.

"Sial! Pernikahan tanpa cinta ini saja ujiannya banyak banget apalagi yang nikah atas dasar cinta coba." Katanya sambil terus berjalan menuju jalan raya. Ia tidak akan sudi satu mobil dengan pria yang membuatnya menangis sepanjang malam.

Prilly tersenyum miris. "Kalau nggak ada cinta lo nggak akan nangis dan sakit hati kayak gini Prilly." Ucapnya sambil memukul kepalanya pelan. "Lo udah jatuh cinta sama dia bego!"

Dan dari jauh ternyata Ali masih menatap punggung kecil calon istrinya dengan pandangan penuh penyesalan. Buket bunga ditangannya terlihat mengenaskan namun Ali tidak akan menyerah begitu saja. Ia akan melakukan apapun demi mendapatkan maaf dari calon istrinya.

***

Di tempat lain terlihat seorang wanita cantik baru saja keluar dari kamarnya. Hari ini ia berniat untuk menyambangi kantor pria yang semalam menurunkan dirinya dipinggir jalan.

Mikhayla akan membuat perhitungan dengan Ali. Tentu saja, perhitungan dalam artian penuh kenikmatan. Mikhayla sudah bertekad untuk menjebak Ali, ia tidak bisa membiarkan Ali lebih lama bersama wanita kampung itu, sebelum Ali benar-benar melangsungkan pernikahan ia harus terlebih dahulu bertindak.

"Pagi Mamaku Sayang.." Sapa Mikhayla dengan wajah cerianya. Sejujurnya ia masih kesal dengan perbuatan Ali tadi malam tapi tidak apa-apa ia tidak boleh merusak paginya yang bersinar ini dengan kekesalannya anggap saja tadi malam Ali sedang khilaf.

"Pagi putri Mama yang cantik jelita."  Balas Cecilia tak kalah bahagia.

"Mama kayaknya senang banget hari ini. Kenapa Ma?" Tanyanya sebelum menarik kursi dan mendudukkan dirinya di kursi meja makan.

Cecilia menatap putrinya dengan gemas. "Hari ini Mama mau shoping sama teman-teman Mama." Ujarnya begitu ceria. Untuk ukuran shoping rasanya Cecilia terlalu berlebihan namun Mikhayla memilih acuh saja yang penting Ibunya bahagia.

Tak lama Gerald turun dari lantai atas dan bergabung dengan istri dan putrinya. "Pagi Pa.."

"Pagi Mikha." Balas Gerald datar seperti biasanya.

Cecilia menatap putrinya sekilas sebelum menatap suaminya. "Mas hari ini aku mau shoping ya?"

"Hm.."

Mikhayla tidak tahu tapi akhir-akhir ini Ayahnya berubah sekali sikapnya. Gerald semakin dingin dan tak tersentuh. "Papa kenapa?" Tanyanya memberanikan diri.

Gerald menatap Mikhayla sekilas lalu menggeleng pelan. "Papa baik cuma lagi banyak masalah aja di kantor."

"Mau Mikha bantuin?"

"Memangnya kamu bisa apa selain menghabiskan uang seperti Ibumu?"

Mikhayla sontak bungkam begitupula dengan Cecilia. "Tidak seharusnya kamu berkata kasar seperti itu pada putri kita Mas!" Tegur Cecilia yang membuat Gerald menghela nafasnya sebelum menghempaskan sendok dan garpu ditangannya.

"Jangan pancing emosiku Cecilia! Kau jelas tahu bagaimana tajamnya lidahku saat emosiku mulai terusik." Peringat Gerald yang membuat Cecilia sontak menutup mulutnya.

"Sudah Ma, Pa jangan bertengkar lagi." Mikhayla berujar pelan.

Gerald menatap Mikhayla sekilas sebelum beranjak dari kursinya. "Mas kamu belum menghabiskan sarapanmu."

Gerald berjalan mendekati istrinya lalu berbisik pelan ditelinga Cecilia yang sontak membuat wajah wanita itu pias. "Jangan berpura-pura perduli padaku Cecilia di saat kamu sendiri sedang merencanakan kematianku bersama pria itu." Gerald tersenyum lebar setelah mengatakannya lalu beranjak meninggalkan Cecilia yang nyaris tersungkur jika Mikhayla tak cepat menahan tubuhnya.

"Tidak mungkin.." Desahnya dengan tatapan kosong.

"Apanya yang tidak mungkin Ma? Mama kenapa? Papa ngomong apa sama Mama?" Tanya Mikhayla bingung.

Cecilia menggeleng pelan sebelum beranjak menuju kamarnya meninggalkan Mikhayla yang semakin terlihat kebingungan.

Di dalam mobilnya Gerald mulai mengotak-atik ponselnya lalu tak lama salah seorang orang kepercayaannya memasuki mobil.

Supir pribadinya segera melajukan mobilnya.

"Kamu harus semakin berhati-hati mulai sekarang. Jaga putri dan mantan istri saya dengan baik." Ucap Gerald dengan mata menyala-nyala. "Jika sampai Cecilia menyentuh anak dan mantan istri saya. Saya bersumpah saya sendiri yang akan membakar kamu hidup-hidup." Ancam Gerald tak main-main.

"Siap Tuan."

"Satu lagi pastikan putra sulung Farhan Sudrajat menjauhi Mikhayla!" Gerald membuang wajahnya enggan menatap kearah lain selain pemandangan diluar kaca mobilnya.

"Meskipun aku membesarkannya dari kecil tetap saja jika ia menyentuh putri kandungku aku tidak akan segan-segan melenyapkannya." Tutup Gerald yang sontak membuat suasana di dalam mobil berubah hening dan mencekam.

Perlahan Gerald menundukkan kepalanya menatap layar ponselnya dimana foto Prilly ia jadikan sebagai wallpaper ponselnya.

"Maafkan Ayah Nak.. Maaf.."

*****

Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang