Bab 34

1.8K 318 25
                                    


"Jadi Adek lo bener-bener liat si Mikha di gotong sama si Damar?" Bima menganggukkan kepalanya.

"Iya makanya malam itu gue kirim foto si Mikhayla buat lo." Jawab Bima sambil mencocol gorengan yang dibawa Reihan dengan saos tomat miliknya.

Bima bukan pria penyuka pedas seperti Reihan. Daripada pedas ia lebih menyukai sesuatu yang manis dan sedikit gurih.

Reihan hanya menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Lo ngerasa ada yang aneh nggak sih?" Dengan polosnya Bima menggelengkan kepalanya hingga membuat kaki jenjang Reihan terangkat dan mengenai tepat pada pangkal pahanya.

Nyaris saja Bima melontarkan nama-nama binatang bernajis dari mulutnya jika dirinya tidak keburu mengingat bahwa saat ini mereka sedang berada di sawung tepat disebelah pintu samping rumahnya.

"Memang jahanam lo Rei!" Maki Bima yang jelas hanya dibalas tawa penuh kemenangan oleh Reihan.

Bima kembali melanjutkan melahap gorengan ditangannya sementara Reihan tampak termenung seperti memikirkan sesuatu.

"Lo tahu nggak Bim--"

"Ya mana gue tahu kan lo belum cerita lo kata gue cenayang bisa tahu apa aja sebelum mulut lo gerak?" Cerocos Bima yang nyaris membuat kaki Reihan kembali melayang namun kali ini Bima sudah siaga hingga tangannya sudah siap menggenggam botol saos tomat. "Lo tendang lagi punya gue botol saos ini pecah di kepala lo!" Ancam Bima tak main-main.

Reihan berdecih sinis namun begitu kedua kakinya sudah ia tarik kembali, Bima ini rada gila jadi tidak ada yang bisa diprediksi, bisa-bisa pria gila ini benar-benar menghantam botol kaca itu ke kepalanya.

Bima tersenyum lebar melihat wajah pasrah sahabatnya. "Sekarang lo cerita apa yang ngeganjal di hati lo." Suruh Bima serius kali ini tidak ada ekspresi tengil di wajahnya.

"Gue rasa si Mikhayla lagi ngerencanain sesuatu deh dan firasat gue nggak tahu kenapa terus aja kepikiran sama Mas gue. Kenapa ya?" Reihan benar-benar terlihat gundah dan kebingungan.

Bima juga ikut berpikir sebelum satu kalimat yang keluar dari mulutnya membuat Reihan terbelalak. "Jangan-jangan si Mikha tuyul mau ngejebak Mas Ali!"

Reihan tidak ingin percaya tapi melihat gelagat aneh Mikhayla akhir-akhir ini rasanya tidak ada salahnya ia menaruh curiga terlebih setelah pengumuman perjodohan serta pernikahan Mas Ali, wanita itu benar-benar berubah dari yang terus menempeli dirinya layaknya lintah kini Mikhayla justru melakukan hal itu pada Mas Ali.

Sialan! Sepertinya apa yang Bima katakan benar-benar masuk akal.

"Lo yakin Bim?"

Bima mengedikkan bahunya. "Yakin nggak yakin sih sebenernya cuma ya kalau lo ngerasa apa yang gue omongin bener kenapa nggak lo cegah sebelum hal-hal buruk itu terjadi?"

Reihan terdiam. Jika keluarga Sudrajat sudah begitu baik dalam merawat dirinya sudah seharusnya ia melakukan hal yang sama bukan? Meskipun bukan dalam hal merawat tapi melindungi pewaris tunggal keluarga konglomerat itu sudah termasuk dalam berbuat baik benar bukan?

"Menurut lo gue harus apa Bim?" Tanya Reihan masih merasa buntu dan memerlukan bantuan sahabatnya ini.

Bima tampak berpikir sebelum mencetuskan sebuah ide yang sontak membuat Reihan menendang kemaluannya hingga pria itu memekik kesakitan.

"Bangsat lo! Berani-beraninya lo ngajuin ide gila begitu. Lo nggak tahu Mas gue itu orang paling suci sedunia ini jangankan buat ngehamilin Mbak Prilly duluan nyentuh tangan Mbak Prilly aja mungkin Mas gue udah gemeteran." Raung Reihan tanpa memperdulikan Bima yang sibuk menyumpah serapahi dirinya sambil memegang senjatanya yang baru saja ditendang oleh Reihan.

Tanpa Reihan tahu sang Kakak yang baru saja ia puji mati-matian saat ini sedang bertukar saliva dengan calon istrinya. Kasihan Reihan terlalu percaya diri.

****

Setelah nyaris dua puluh menit lebih keduanya berciuman kini pasangan calon suami istri itu sedang duduk berdampingan dengan suasana yang begitu canggung tepatnya Prilly yang masih belum percaya jika laki-laki yang sejak awal ia anggap dingin dan kaku itu ternyata sangat lihai dalam memainkan lidahnya di dalam rongga mu---.

Cukup!

Prilly menggelengkan kepalanya beberapa kali dan hal itu berhasil menarik perhatian Ali yang sedang meniup-niup mie instan yang ia rebuskan untuk Prilly.

"Kenapa? Kamu nggak mau mienya? Mau pesan makanan lain?" Tanya Ali yang membuat Prilly menoleh lalu kembali menggelengkan kepalanya. "Eng--gak usah Pak itu aja." Prilly buru-buru menarik mangkuk dihadapan Ali naasnya kuah yang ada didalam mangkuk justru kecipratan ke tangannya hingga membuat Prilly refleks memekik kesakitan.

Ali langsung berdecak gemas melihat kecerobohan calon istrinya ini. "Kamu bisa hati-hati nggak kalau ngapa-ngapain hm?" Ali tidak membentak justru nada suaranya terdengar lembut namun sangat tegas hingga membuat Prilly menundukkan kepalanya.

"I--ya maaf."

"Bukan masalah maafnya tapi kamu udah keseringan ceroboh sampai-sampai membahayakan diri kamu sendiri." Omel Ali sambil meraih tangan Prilly lalu menatap punggung tangan putih itu yang terlihat memerah.

"Ck! Sampai merah gini kulitnya." Decak Ali pelan. "Tunggu di sini saya ambilkan salap dulu." Titah Ali yang diangguki oleh Prilly.

Melihat wajah garang pria itu Prilly sedikit segan bukan takut ia segan karena mereka sedang di apartemen pria itu terlebih beberapa waktu lalu mereka-- Jangan pancing Prilly untuk menceritakan detailnya lagi takutnya kalian tidak kuat. Tolong mengertilah..

Prilly melirik kearah ponsel Ali yang tiba-tiba bergetar ia ingin mengabaikannya namun satu notifikasi yang muncul di sana membuat rasa penasarannya timbul.

Gerald Hutomo :
Saya tetap tidak akan memberi restu saya untuk kamu menikahi putri saya Ali. Ingat itu!

Prilly tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya ternyata Ali sudah bertemu dengan Ayah kandungnya? Kapan?

Jika Ayahnya tidak memberi restu lalu bagaimana dengan pernikahan mereka apa semuanya harus dibatalkan?

Prilly tidak tahu kenapa tapi tiba-tiba matanya terasa panas, pandangannya mulai mengabur rasanya begitu sesak ketika untuk pertama kalinya ia merasakan kehadiran sosok Ayah, pria itu justru menentang pernikahannya seperti ini.

Sejak ia tahu siapa Ayah kandungnya tak pernah sekalipun Prilly merasa penasaran untuk bertemu bahkan mengenal pria yang sudah menghadirkan dirinya di dunia ini saja ia tidak terlalu mengharapkannya. Kenapa? Prilly tidak membenci hanya saja mengingat bagaimana isak tangis Ibunya ketika menceritakan pria itu membuat dadanya sakit.

Gerald Hutomo, pria yang sangat Ibunya cintai namun tega mencampakkan Ibunya bahkan dirinya yang sejak kecil sangat merindukan sosok Ayah.

Semua kilasan masa lalu yang masih ia ingat kembali berputar di kepalanya hingga membuat satu persatu air matanya mulai menetes bahkan isakan kecilnya mulai terdengar. Prilly bingung ia harus melakukan apa sekarang.

"Ini sal-- kamu kenapa Prilly?!" Mendengar teriakan kepanikan Ali membuat isak tangis Prilly semakin kencang dan pria itu segera menghampirinya lalu memeluk erat tubuh kecil calon istrinya.

"Ada yang salah? Kalau kamu merasa menangis bisa membuat hati kamu lebih tenang menangis lah! Ada saya di sini kamu tidak akan sendirian.." Dan tangisan Prilly benar-benar terdengar sangat kencang setelahnya bahkan tanpa sadar gadis itu meraung-raung dalam dekapan sang pujaan hati.

Yang bisa Ali lakukan hanya mengeratkan pelukannya lalu membenamkan tidak hanya satu tapi beberapa kecupan di kepala dan pelipis calon isterinya. Satu hal yang Ali sadari dan rasakan saat ini dadanya sakit sekali.

*****

Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang