TERATAI 30

65.8K 7.3K 1.3K
                                    

"Wanita bagaikan bunga yang semerbak harumnya."

.
.
.
.

"Mudah banget istri ...."

Elvano mengetuk pipinya dua kali. "Nih."

"Hah? Apa?" tanya Alara bingung.

Elvano mendengus lantas kembali duduk. "Enggak peka banget lo," jawab Elvano kesal.

"Bukannya nggak peka, tapi emang nggak ngerti," jawab Alara dengan jujur.

"Cium, Alaraaaaa!" geram Elvano dengan tangan seakan-akan ingin mencabik wajah Alara. Gadis itu melongo melihat suaminya seperti itu.

"Cium?" beonya.

"Iya, cium. Cepat!"

Alara tersenyum manis. Tanpa canggung ia mendekatkan wajahnya ke wajah Elvano.

Cup

"Udah," ujar Alara memamerkan senyum manisnya setelah mengecup singkat pipi sang suami.

Sedangkan Elvano membeku di tempat dengan mata yang terbuka sempurna. Tangannya memegang pipi yang barusan dikecup oleh Alara.

"Masih capek?" tanya Alara terkikik. Spontan kepala Elvano menggeleng.

"Kak Elvano lucu," ungkap Alara terkikik.

"Apaan, sih, Elvano? Cuma dicium, doang. Jantung lo udah nggak tenang, sial!" batin Elvano mengumpat. Setelah sadar, Elvano langsung menstabilkan ekspresi dan detak jantungnya.

"Ekhem, gue mau langsung tidur aja," ujar Elvano.

"Tidur, Kak? Ya udah ayo. Kamu harus istirahat, jangan sampai kecapekan, aku nggak mau kamu sakit," jawab Alara, lalu berdiri dan menuntun suaminya ke kamar. Elvano mengangguk.

Sampainya di kamar, Elvano langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Tubuhnya terasa lengket karena hari ini ia lumayan berkeringat. Maklum, kerja pertama. Elvano anak sultan sekarang jadi pelayan.

Sedangkan Alara duduk di pinggir ranjang sambil menunggu Elvano. Sebenarnya Alara belum makan malam, ia menunggu Elvano pulang untuk makan bersama. Namun, saat melihat wajah suaminya dan ingin cepat-cepat istirahat, Alara jadi tidak tega. Mungkin Elvano sudah makan, pikirnya. Tidak apa-apa ia puasa malam ini demi suami.

Tak lama pintu kamar mandi terbuka. Elvano keluar dengan tangan yang sedang mengeringi rambutnya yang basah dengan handuk. Ia terkejut melihat Alara yang masih menunggunya.

"Lo kenapa belum tidur?" tanya Elvano. Tangannya melempar handuk ke sandaran sofa, lalu ia duduk di sofa itu.

"Nungguin kamu, Kak." Setelah menjawab, Alara bangkit dan berjalan mendekati Elvano. Tangannya meraih handuk yang baru saja diletakkan oleh Elvano.

"Mau aku keringan rambutnya?" tawar Alara.

Elvano menarik tangan Alara agar berdiri di hadapannya. Elvano mengarahkan kepalanya pertanda ia mau. Alara tersenyum, tangannya mulai mengeringkan rambut hitam Elvano dengan telaten.

"Gimana kerja hari pertamanya?" tanya Alara mulai membuka obrolan.

"Capek, nggak enak, kesal, menyebalkan, bikin emosi, apalagi pelayan jelek itu," jawab Elvano menjabarkan perasaan yang ia rasakan saat tadi bekerja.

"Hmm, itu tandanya kamu belum ikhlas kerjanya," ucap Alara. Sekarang tangannya sudah tidak mengeringkan rambut Elvano, tetapi tangannya beralih mengusap rambut Elvano.

Elvano mendongak untuk melihat Alara yang berdiri di hadapannya dengan tatapan tidak terima. "Apa hubungannya ikhlas apa nggaknya gue kerja sama rasa kesal, capek dan segala macam?" tanya Elvano sewot.

TERATAI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang