45 - Pancingan

3.6K 352 78
                                    

45 - Pancingan

Cie yang nungguin, vote dan coment dulu dong! Biar akunya cemungut 😛

***

Kartu ATM, kunci mobil, dan seluruh fasilitas yang tujuh belas tahun ia pegang kini hilang dari genggamannya. Semuanya telah disita oleh sang papa tercinta yang tak lain adalah Umar. Meski tidak ada mobil, Gara masih bisa menaiki motor Ducati-nya, Gara sudah tau kalau sewaktu-waktu bisa saja Umar menyita seluruh fasilitasnya, jadi sudah dari satu tahun lalu ia membeli motor mewah tersebut dengan uang tabungannya.

Perihal tidak mendapatkan uang jajan? Tidak masalah. Di brangkas yang ia simpan di kamarnya masih ada uang bernominal dua puluh juta, cash. Yang ia pikirkan dan membuat kepalanya hampir terbakar adalah, bagaimana bisa ia tidak diperbolehkan menemui bunda dan kedua kakaknya? Oke lah, kalau ia tidak bertemu dengan Riva dan Rivi. Tapi bundanya? Itu tidak bisa, perempuan berambut cokelat gelap itu adalah pusatnya mengadu.

Bagaimanapun juga, ia harus berhasil mendapatkan maaf dari Haira. Mengingat gadis itu membuat emosi Gara naik-turun. Terkadang, Gara sangat ingin memeluk tubuh ramping tersebut, tapi untuk sekarang ia lebih ingin membanting tubuh gadis itu, karena dia, Gara tidak bisa bertemu dengan bundanya.

"Sialan, gara-gara dia, gue kehilangan segalanya." gumam Gara ketika melihat Haira berjalan ditemani oleh Fara dan juga Rahma.

Keadaan sekolah sudah sepi, jam pulang sekolah lebih cepat karena akan diadakan rapat mengenai kenaikan kelas dua belas. Yaitu kelas Haira. Dari duduknya, Gara dapat melihat dengan jelas kalau gadis itu terburu-buru ingin memasuki mobilnya, dengan langkah tegas dan besar, ia menghadang istrinya.

"Pulang sama gue."

Rahma dan Fara kicep, seolah tau tatapan mata mengerikan itu tertuju kepada mereka, lantas Fara dan Rahma buru-buru pergi tanpa pamit kepada Haira yang berdecak sebal. Ketika kedua orang itu pergi, barulah Gara mengeluarkan sebuah sarung tangan yang sering ia pakai saat tawuran.

Ia memakainya dengan kasar, tepat di wajah Haira. Kedua bola matanya terus berpusat pada wajah tak terbaca istrinya, lalu dengan tiba-tiba ia berkacak pinggang.

"Gini aja ya, lo mau maafin gue apa enggak?" tanya Gara.

"Enggak, pake nanya lagi." balas Haira lalu bersedekap dada.

"Gue tanya sekali lagi, lo mau maafin gue apa enggak?" ucap Gara, kali ini kedua insan itu saling memandang.

Seperkian detik Haira terdiam, namun detik berikutnya ia menyahut cuek. "Gue bilang enggak ya enggak! Minta maaf kok maksa!" balas Haira, tak peduli melihat rahang Gara yabg mengeras serta wajahnya yang mulai memerah entah mengapa.

Dengan tiba-tiba, Gara mendorong tubuh ramping Haira. Menyudutkan di mobil gadis itu. Sarung tangan kasar dan berbau aneh itu menyentuh permukaan kulit wajah Haira, membelainya seperti membelai musuh yang nyaris sekarat.

"Kemarin gue masih baik-baik minta maaf sama lo, tapi untuk hari ini dan seterusnya gue bakalan minta dengan cara kasar, kenapa? Karena gara-gara lo, gue jadi nggak bisa ketemu bunda!" bentak Gara.

"Oh bagus dong, jadi anak manja dan nakal ini bakalan rindu sama bundanya, lagi pula emang bunda lo bakalan rindu ya sama anak biang onarnya ini?" balas Haira yang masih mempertahankan wajah beraninya.

TIGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang