46 - Sepengecut apa?

3.4K 337 186
                                    

46 - Sepengecut apa?

Aku kambek!! MAAF YA BARU UPDATE 😩😍😍😍 VOTE COMENT DULU DONG BESTIEEE!!!

***

"Maksud papah apa?!" sentak Gara ketika laki-laki itu berada di ruang keluarga mansion megah Ithara. Ia menatap Umar dengan tatapan bengis khas-nya.

Umar tetap tenang, tak menggubris sedikit pun ucapan putra semata wayangnya. Laki-laki bergaris wajah tegas itu justru berjalan kearah putranya, di genggamannya terdapat satu batang rokok. Kemudian ia menyerahkan rokok itu pada Gara yang dibalas dengan dengusan kasar.

Umar tersenyum miring ketika anaknya menyambar rokok yang ia berikan, namun sedetik kemudian ekspresi wajah Umar berubah, tatkala melihat Gara membuang rokok pemberian darinya lalu menginjak-injaknya sampai tak berbentuk.

"Kamu tau kan, papah jarang merokok?" ucap Umar, berdesis.

"Ya, Gara tau. Maka dari itu papa mau kasih Gara rokok karena papah mau nenangin Gara kan? Tapi asal papah tau, Gara enggak akan tenang sebelum bunda diterbangkan kembali ke Indonesia!" balas Gara, beringas. Jangan lupakan seluruh lehernya memerah karena menahan amarah.

"Jangan berharap, Ithara."

Sialan. Hanya kata-kata itu yang dari tadi ia layangkan di benaknya untuk sang papa. Jika Umar sudah memanggilnya dengan panggilan akhirnya, pertanda bahwa kata-katanya tak akan pernah bisa diubah apa lagi ditentang. Ia menatap lamat-lamat wajah Umar, memastikan bahwa keputusan papahnya itu benar-benar sudah mutlak.

"Papah nggak bisa kayak gini sama Gara."

"Kenapa tidak bisa? Papah jauh lebih tau apa yang terbaik untuk kedepannya." balas Umar, skakmat.

"Ini hidup Gara, papah nggak berhak ikut campur! Apa lagi membawa-bawa bunda buat jauh dari Gara! Papah tau Gara nggak akan bisa jauh dari bunda!" cetus Gara sekali lagi.

Umar menatap putranya datar. Anak laki-lakinya sudah berani membalas perkataannya. "Kamu berani melawan papah?"

"Gara akan seberani singa kalau menyangkut bunda."

"Dan kamu akan sepengecut apa kalau menyangkut Haira?"  balas Umar, telak.

Laki-laki bernama lengkap Tigara Ithara itu tak lagi bisa berkutik. Permainan kata yang papahnya berikan sangat berpengaruh. Ia antara tidak bisa menjawab atau malu dengan jawabannya. Sontak melihat putranya lagi-lagi kalah melawan kata-kata darinya, laki-laki paruh baya itu mendengkus angkuh.

Umar tidak akan berbuat sejauh ini pada putra bungsunya kalau bukan putranya duluan yang memulai. Hati ayah mana yang akan diam saja melihat anak laki-lakinya, anak kebanggaannya mempermainkan hati wanita? Umar jelas bukan laki-laki brengsek. Tidak seperti putranya.

"Kamu ini anak papah, anak Umar Ithara. Tapi kenapa sifat kamu bukan seperti papah?" ucap Umar, kejam.

"Haira itu perempuan. Bunda mu juga perempuan. Jadi, sedikit saja kamu buat dia terluka itu sama saja kamu memberikan luka yang sama pada bunda. Ingat itu, Tigara Ithara!" intonasi pria baruh baya itu kian meninggi.

"Kamu kira kamu sudah bagus sekali mempermainkan hati Haira? Merasa sudah paling keren? Untuk apa kamu punya banyak anak buah yang berandal kalau bukan untuk menjaga istrimu?! Untuk apa, hah?! Jangan kamu kira papah tidak tau kalau kamu mengirim Haira untuk menjadi pancingan tawuran!"

PLAK!

Umar tak bisa lagi menahan amarahnya, tamparan itu bukanlah apa-apa. Anaknya sudah kelewatan, anaknya pantas mendapatkan lebih dari itu. Ketika tamparan kedua hendak ia layangkan, suara pekikan yang berasal dari lantai atas mansion bergema nyaring.

TIGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang