: Ngetik di bawah pohon + malem = Ide lancar, wk. Don't forget to vote and comment. LOVE!
El memasuki ruang IGD dimana Jingga dirawat. Matanya tanpa sadar meneteskan air mata saat melihat orang yang begitu ia cintai terbaring lemah dengan infus yang menjalar.
El mendudukan dirinya dikursi sisi ranjang, lelaki itu meraih tangan Jingga yang di perban infus, mengecupnya begitu lama.
"Maafin gue, Jingga. Maafin cowok bangsat ini!" El memaki dirinya sendiri. Walau ia sadari semua itu sia-sia, karena tidak akan membuat keadaan menjadi baik lagi.
"Lo pasti kuat, Jingga."
Tangan mungil dalam dekapannya bergerak pelan, El terkejut dan tersenyum saat Jingga perlahan membuka matanya. El beranjak mengusap lembut kepala Jingga.
"Hai," sapa El dengan tersenyum.
"El, aku dimana?"
Elzaska terdiam sesaat, kemudian kembali bersuara. "Dirumah sakit, sayang," jawab El dengan suara parau.
"Kenapa aku bisa ada disini? Aku baik-baik aja 'kan, El?"
El memejamkan matanya dalam, ingin sekali ia mengatakan bahwa kamu baik-baik saja, namun itu bukanlah keputusan yang baik. Berkata bohong untuk menutupi kenyataan saat ini bukan jalan yang baik.
"Kamu tadi pingsan."
Jingga teringat kejadian tadi, saat ia berbaris untuk upacara, lalu ia limbung, sebelum semuanya gelap dan ia tak mengingat apa-apa lagi.
"Gue sakit apa, El?"
El membisu. "Nanti aja ya. Kalau keadaan kamu udah agak mendingan," El mengusap kepala Jingga lagi. Air mata yang menetes dari pelupuk mata cowok itu membuat Jingga mengernyit heran.
"Gue udah baik-baik aja, El. Please, jawab pertanyaan gue. Gue sakit apa?"
"Ka-kamu---"
Jingga merebut selembar surat yang El letakan di atas nakas rumah sakit, lalu membukanya. El hanya bisa diam membiarkan Jingga membuka surat itu. Bagaimana pun, Jingga perlu tau tentang penyakitnya ini.
Jingga terdiam, tenggorokannya seolah tercekal sesuatu, kemudian meremas kuat kertas itu.
"Kenapa harus gue yang ngalamin semua ini?" Lirih Jingga entah pada siapa, karena tatapannya lurus kedepan sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELZASKA
Teen FictionMalam merambat lambat, netra selegam jelaga itu kembali membuyarkan lamunan malam, seolah tak ingin pergi barang sedetikpun dari dalam ingatan. Manik gadis itu menatap langit yang penuh dengan konstelasi bintang yang nampak membentuk konfigurasi ber...