Hello mood booster, aku up dengan sejuta rasa bad mood wkwk. Don't forget to vote and comment. Hope u like it and happy reading for all!
Bahkan sampai jam istirahat kedua, Elzaska belum juga menemukan keberadaan kekasihnya. Sampai di pertigaan koridor dekat perpustakaan, El berpapasan dengan Tristan.
El menatap Tristan, tidak seperti biasanya, cara Tristan menatap dirinya sedikit lebih menusuk dan El tau jika ada sesuatu yang akan Tristan bicarakan padanya.
Saat El hendak menyapa, Tristan sudah lebih dulu membuang muka. Cowok itu memasukan kedua tangannya ke dalam saku hoodie abu-abu, kemudian berjalan mendahului El.
Elzaska berkerut bingung, kemudian menyusul langkah Tristan yang sudah lebih jauh. Cowok itu menepuk pundak sahabatnya.
"Ada sesuatu yang mau lo bicarain ke gue?"
Tristan tidak menjawab, cowok itu membasahi bibir bawahnya yang terasa kering. Menghela napas panjang, kemudian Tristan bersuara, "Gue udah mundur buat ngejahuin Tania," ujar Tristan mengungkit masa lalu. El memejamkan mata dan sedikit menjauhkan dirinya.
Tristan mengangkat kepalanya, menatap Elzaska lekat. "Demi lo... Tapi lo gak bisa jagain dia. Lo biarin Tania pergi gitu aja waktu itu."
"Gue gak pernah minta lo mundur buat gue, Tris. Dan gue juga udah berusaha nyegah Tania. Lo tau sendiri 'kan, dia lebih milih pergi ke luar negri bareng cowo lain?"
Kedua kubu tegang, dan tiba-tiba saja Tristan terkekeh memecah keheningan. "Iya gue tau. Gue harap kali ini, lo bener-bener sayang dan jagain Jingga. Karena gue tau, motif lo jadiin Jingga pacar hanya sebagai pelampiasan kekecewaan lo sama Tania."
El terdiam tak bisa bersuara saat Tristan mengatakan itu. Iya, memang benar. Dulu saat ia melihat Jingga yang begitu berani dengannya, membuat El teringat dengan Tania, masa lalunya. Dan saat itu, El langsung menjadikan Jingga sebagai miliknya tanpa penolakan.
Tapi itu dulu. Dulu, Jingga hanya pelampiasan. Akan tetapi sekarang ... entahlah, El juga bingung dengan perasaannya.
Melihat El yang terdiam di tempatnya, Tristan tersenyum dan menepuk pundak Elzaska. "Jangan sampai ada sosok yang terluka hanya karena keegoisan lo, El."
Setelah mengatakan itu, Tristan kembali melangkah. Belum jauh, El kembali bersuara membuat Tristan kembali berhenti dan berbalik badan.
"Gue sayang dan gak mau kehilangan Jingga. Gue... nyaman saat bersama dia."
Tristan terdiam kemudian terkekeh.
"Rasa nyaman itu ilusi, yang datang hanya sesaat."
KAMU SEDANG MEMBACA
ELZASKA
Teen FictionMalam merambat lambat, netra selegam jelaga itu kembali membuyarkan lamunan malam, seolah tak ingin pergi barang sedetikpun dari dalam ingatan. Manik gadis itu menatap langit yang penuh dengan konstelasi bintang yang nampak membentuk konfigurasi ber...