32 || Makam Bunda

1.3K 98 42
                                    

Hello I am back, don't forget to vote and comment, guys! Happy reading for all.

***

Hari ini, penyampaian orasi dari masing-masing kandidat dan pemilihan ketua Osis bisa di katakan, berjalan dengan lancar. Meskipun tadi ada sedikit keributan yang di sebabkan oleh Rosa. Hah, Rosa? Iya, Rosa buat onar tadi karena dia ngotot mau golongan jin dan gak mau menggunakan hak pilihnya. Onyon...

Jingga menghela napas saat ia memikirkan ruang aula yang sepertinya sekarang ini masih sedikit ribut sebab beberapa anak Osis sedang membujuk Rosa supaya memilih salah satu kandidat. Setelah memilih nomor urut satu, Jingga memilih untuk keluar dari ruang Aula dan meninggalkan Rosa beserta Nanda.

Setelahnya, Jingga mengambil tas ransel orange nya dari dalam kelas. Jam pulang untuk hari ini lebih cepat. Bayangkan saja, pukul 12.00 bel pulang sudah menggema. Jingga bersyukur akan hal itu, sebab ia akan menemui seseorang hari ini nanti pukul dua siang.

Langkahnya terus melangkah menyusuri sepanjang koridor kelas dua belas. Tujuannya kini hanya satu, yaitu mencari keberadaan Elzaska. Namun kenyataannya nihil, cowok itu tidak ada di kelasnya. Bahkan di ruang Osis juga tidak ada. Dan untuk yang terakhir kalinya, Jingga mengecek lapangan indoor namun El tetap tidak ada.

Menghela napas panjang, Jingga akhirnya memutuskan untuk melangkah keluar sekolah dengan perasaan cemas. Kemana sebenarnya El pergi? Seharusnya cowok itu ada disini sebab hari ini adalah hari penting untuk keberlanjutan pengurusan Osis. Dasar cowok aneh! Pikir Jingga tidak habis pikir.

Sesampainya di depan gerbang utama SMA Lesmana. Jingga mengirimi El sebuah pesan singkat.

Jingga : El, lo dimana sih? Gue cariin lo tau

Dan lima belas menit berlalu tanpa di beri tahu, tidak ada balasan pesan apapun dari Elzaska untuknya. Bahkan pesannya saja belum cowok itu baca dan masih ceklis satu.

Mendengus sebal, Jingga mengernyit saat kendaraan seseorang akan berhenti tepat di hadapannya.

"Nih orang, mau ngapain sih, anjirt!"

***

Disisi lain, Elzaska tersenyum saat ia selesai menaburi bunga-bunga yang sengaja ia beli di depan area pemakaman. Dia lalu mengusap nisan Bundanya, mengecupnya cukup lama dan kembali berbicara dihadapan gundukan tanah itu.

"Bun, tahun lalu, Bunda ingat gak? Waktu El datang kesini sambil senyum-senyum. Waktu itu, El seneng banget, Bun, karena El terpilih jadi ketua Osis. Dan hari ini, El udah gak jadi ketua Osis lagi, Bun. Jabatan yang dulu El kejar mati-matian sekarang udah di gantiin posisinya sama orang lain." El berucap penuh rasa.

"El sedih, Bun. Tapi El juga senang."

"El sedih karena rasanya secepet ini El udah kelas dua belas, dan sebentar lagi El bakal memasuki dunia yang lebih keras. Tapi El juga seneng karena El masih bisa bertahan sampai sejauh ini tanpa Bunda. El yakin, Bunda pasti bangga lihat El yang gak pernah nyakitin diri sendiri waktu sedih."

"Tapi... El gagal buat gak nyakitin hati orang lain, Bun. Terutama hati seorang cewek yang El cintai. Dia Jingga, cantik dan baik, Bun."

"Bun, El janji untuk sebisa mungkin gak nyakitin hati Jingga dan El rela berkorban untuknya."

Setelah berkata panjang, El meletakan bunga lily di samping nisan Bundanya. Bunga lily adalah bunga kesukaan Bundanya.

El tersenyum dan berpamitan untuk pulang. Cowok itu kemudian berjalan keluar dari area pemakaman lalu mengendarai motor sport hitamnya dengan kecepatan full menuju sekolah, ia akan menemui Jingga yang pagi tadi ia tinggal begitu saja di apartemenya. Ia juga ingin meminta maaf karena sudah menghilang setengah harian ini tanpa kabar.

ELZASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang