El melajukan mobilnya dengan kecepatan full. Lelaki itu menyandarkan lengan tangannya di jendela mobil, ia memijit kepalanya yang terasa berdenyut.
Lelaki itu memukul stir kencang, dan menepikan mobilnya. Hujan rintik-rintik malam ini tidak menghalangi niatnya. Ia terus berjalan, menuju tempat sepi dengan pepohonan rindang.
Nafas El seolah terhenti hingga ia meneteskan air mata. Ia memejamkan mata sejenak, kemudian berangsur memeluk gundukan tanah yang tandus akibat siraman hujan.
Dia memeluk nisan yang terlihat sangat kotor, dengan menangis tersedu. "Bun, kali ini El nyerah boleh?"
***
Jingga memegangi kepalanya yang terasa semakin sakit, padahal malam tadi ia sudah meminum obat pereda nyeri, namun rasanya masih sangat sakit. Gadis itu tersenyum kecut menatap Oyen---sepedanya.
"Maafin gue ya, Yen. Hari ini gue berangkat naik angkutan umum lagi, soalnya kepala gue sakit," ujar Jingga pada sepedanya.
Dan gadis itu berjalan menghadang angkot. Sesampainya disekolah, Jingga melihat El bersama dengan anak-anak Dangerous lainya. Mendengus kesal, Jingga memilih berlalu mengabaikan El. Ia masih kesal dan kecewa pada cowok itu.
"Itu pacar lo 'kan, Bos?" Tanya Zallen dengan menepuk pundak El.
El melihat arah mata yang ditunjukan Zallen, kemudian berdehem pelan.
"Lagi ada masalah?" Kenan maju mendekati El dengan memasuki tangan ke saku celana abu-abunya.
Cowok ber-hoodie, hitam itu mengangkat pundaknya. "Gak ada," jawab El.
"Kalo ada ya gak papa sih, wajar aja, namanya juga ayang, agak susah buat di ajak akur terus," tanggapi Kenan.
"Eh, tumbenan amat lo pake hoodie. Meriang? Merindu ayang?" Tanya Toni pada El, ia menatap Leader Dangerous agak aneh, karna dia tidak seperti biasanya, terlihat lebih murung.
"Sotoy lo," dan El memasuki ruang OSIS untuk bersiap, karena ia akan menjadi ketua upacara peringatan sepuluh tahun Pak Eko menjadi guru Killer.
***
Lain halnya, Jingga berjalan menyusuri barisan loker dengan sempoyongan. Kepalanya terasa sangat sakit, bahkan sesekali ulu hatinya terasa nyeri. Gadis itu menopang tubuhnya sendiri seraya menarik napas.
"Sialan, pusing banget," gumamnya sendiri dengan memukul kepalanya.
Memilih mengabaikan, gadis itu berjalan ke ruang kelasnya. Saat sampai dua sahabatnya sudah berada di ambang pintu lengkap dengan topi upacara.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELZASKA
Teen FictionMalam merambat lambat, netra selegam jelaga itu kembali membuyarkan lamunan malam, seolah tak ingin pergi barang sedetikpun dari dalam ingatan. Manik gadis itu menatap langit yang penuh dengan konstelasi bintang yang nampak membentuk konfigurasi ber...