Bukan bagian yang begitu penting, hanya penyambung chapter agar tidak terlalu lama terbengkalai. Haiii, sedikit jejak anda sangat berarti. Vote and comment, means a lot :')
***
Jingga mulai melangkahkan kakinya menuju halaman sekolah. Sepanjang koridor menuju ke ruang kelasnya, dia terus tersenyum ria. Entahlah karena apa, ia bisa sebahagia ini. Atau mungkin karena El memberikannya perhatian yang benar-benar berkesan?
Gadis itu melirik arloji nya yang sudah menunjukan tepat pukul tujuh. Saat langkahnya melangkah tepat di persimpangan koridor, bel masuk menggema. Jingga menghela napas lega, karena ia tidak terlambat.
Jingga melihat siluet bayangan seseorang yang tidak asing. Dan itu adalah Tristan, dengan almamater OSIS Lesmana yang melekat, cowok itu terlihat sibuk dengan kegiatannya.
Jingga tersenyum tipis saat melihat Tristan sedang menatapnya sekilas. Walau detik berikutnya, gadis itu tersenyum kecut dengan rasa kesal. Pasalnya, Tristan yang ia ajak senyum justru buang muka begitu saja seperti tidak melihat keberadaannya. "Anjirt, berasa setan gue. Gak terlihat."
Setelah mengumpat, Jingga langsung beranjak menuju ruang kelasnya. Jangan lupakan, ia masih kesal setengah mampus dengan yang namanya Tristan itu. Padahal ia mau bertanya dimana El sekarang pada Tristan. Namun, belum juga bertanya sudah tercueki.
Sesampainya di ruang kelas, Jingga mengernyit, sebab sepi sekali tidak seperti biasanya. Tidak ada konser dadakan di pagi hari dan tidak ada segerombolan cewek yang berkumpul untuk gibah pagi. Semuanya sibuk memegang buku masing-masing, hal itu jelas membuat Jingga panik luar biasa.
Jingga menghampiri Nanda yang sepertinya sedang hafalan. "Nan, ini ngapa kelas sepi banget kek gedung terbengkalai?"
Nanda seperti tidak mendengar suara Jingga, gadis itu tetap menatap buku nya seraya berkomat-kamit menghafal entah apa. "Ih, Nandulll, lo lagi apa sih?"
Nanda berdecak kemudian menatap Jingga. "Omaygat, Jingga oren. Lo tau gak ini hari apa? Astagahhh, ini hari senin yang cerah dan agak mendung. Itu artinya, jam pertama di pagi ini adalah sejarah. Waittt, lo gak lupa 'kan ini ada sejarah? Iya sejarah!!! Hafalan teks sejarah halaman dua belas! Lo ga lupa 'kan?" ujar Nanda bertanya dan menjawabnya sendiri dengan heboh.
Jingga terdiam beberapa detik sebelum ia terkejut saat mengingat ini hari senin. Tidak ada upacara hari ini, membuatnya lupa hari. Gadis itu segera duduk dan memeriksa isi tasnya. Ia tercengang. Dugaannya benar sekali, Jingga masih membawa jadwal di hari sabtu, astagaaa ia tidak membawa satupun mata pelajaran di hari senin, bahkan ia lupa jika ada hafalan hari ini.
Jingga menatap Rosa yang sedang memakai liptint ekstra cetarnya. "Rosssiii, gawat banget."
Rosa yang terkenal hebat sekali dalam hal menghafal dengan santai meletakan liptintnya dan menatap Jingga sembari mengangkat sebelah alisnya. "Hm, ada apa sih, Jigong?"
Jingga memutar bola matanya saat Rosa mengatakan 'Jigong' agak gimana gitu, tapi karena sudah terbiasa, Jingga hanya bisa menghela napas. "Gue gak bawa sejarah, bahkan gue gak bawa mapel di hari senin!" Ujar Jingga kesal sendiri. Ck, ia jadi sewot sama El. Entahlah, harusnya El juga peka dong siapin mapelnya di hari senin gitu kek.
"Lah ngapa bisa lo gak bawa mapel? Lo mau sekolah apa mau ngereog?"
"Ish, apa hubungannya gak bawa mapel sama ngereog, anjay!" Rosa mengangkat pundaknya dengan tertawa lirih. "Soalnya lo mirip sama Reog!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ELZASKA
Teen FictionMalam merambat lambat, netra selegam jelaga itu kembali membuyarkan lamunan malam, seolah tak ingin pergi barang sedetikpun dari dalam ingatan. Manik gadis itu menatap langit yang penuh dengan konstelasi bintang yang nampak membentuk konfigurasi ber...