17. Maaf

2.5K 126 6
                                    

Sepertinya ini sudah hampir seminggu lamanya Ishana tidak menyapa Juna. Biasanya, Ishana akan selalu menyapa Juna setiap harinya dengan penuh keceriaan.

Jujur dari dalam lubuk hatinya, Ishana sangat ingin menganggu Juna. Tapi pikiran dan hatinya sedang berlawanan, hatinya rindu pada sosok pria itu namun pikirannya mengatakan jika Ishana masih kesal pada Juna.

Ishana akan menunggu Juna meminta maaf padanya. Meskipun dia tidak yakin, bahwa mustahil bagi Juna untuk berbicara terlebih dulu padanya, apalagi meminta maaf.

Tapi akhir-akhir ini Ishana merasakan keadaan semakin tenang. Juna seolah tidak punya salah, pria itu tetap menjalani harinya seperti biasa. Tapi Ishana, gadis itu terus menerus tidak tenang setiap berpapasan dengan Juna.

Ishana tidak menyukai ketenangan ini. Dia ingin sekali membuat keributan dengan Juna.

"Di makan dong makanannya, jangan di liatin doang" ucap Nenek Ishana.

Mereka berdua sedang makan malam bersama di rumah.

Ishana pun mulai menyuapkan sendok berisi nasi ke mulutnya.

"Ada apa?" Nenek bertanya penasaran.

"Gapapa" jawab Ishana singkat.

Nenek hanya menggelengkan kepala, melihat cucunya yang lagi-lagi memasang wajah murung.

_____

"Juna!" Ibu Juna berseru seraya mengetuk pintu kamar anaknya itu.

"Ya" Juna menyahut dari meja belajarnya.

Ibu Juna langsung membuka pintu kamarnya.
"Dipanggil Ayah, ke ruang kerja dulu yuk sebentar" ucapnya.

Juna pun berdiri dan keluar dari kamarnya.
"Ada apa?" Tanyanya pada Ibu.

Ibu tersenyum.
"Samperin aja dulu ya" ucapnya sembari mengusap punggung Juna.

Mereka berjalan menuju ruang kerja Ayah.

Juna masuk ke ruang kerja Ayahnya sendirian tanpa Ibu. Dia langsung mendudukkan dirinya di sofa, dan sang Ayah yang sedang duduk di meja kerjanya pun kini beranjak untuk duduk di samping anaknya.

"Ada apa?" tanya Juna.

Ayah menghela nafasnya sejenak.
"Sebentar lagi kamu sidang kan, Ayah harap kamu bisa meluangkan waktu untuk mempelajari sistem di perusahaan, sedikit-sedikit dulu tidak apa" jelas Ayahnya.

"Ayah tenang aja. Juna sudah paham sedikit soal perusahaan Ayah. Juna masih terus belajar. Setelah sidang, Juna akan main-main ke kantor untuk tau kerja di lapangan seperti apa. Setelah wisuda Juna harap bisa langsung membantu Ayah" ujar Juna.

Ayah Juna tersenyum dan menepuk pundak anaknya, merasa bangga.
"Kamu harapan Ayah satu-satunya, terima kasih. Biasanya anak di luaran sana lebih milih mengejar cita-citanya tanpa memilih pilihan orang tua"

"Cita-cita Juna kan sejalan sama Ayah" Juna tersenyum kecil.

Ayah tertawa kecil.
"Tidak terasa kamu sudah besar seperti ini, kemarin rasanya masih merengek minta dibelikan mainan Ultraman"

Juna mendengarnya hanya tersenyum, memang tidak terasa juga sekarang sudah waktunya lulus kuliah, rasanya seperti baru kemarin dia lulus SMA.

"Ehem, kata Ibu ada perempuan yang suka sama kamu ya?" celetuk Ayah yang tiba-tiba menanyakan hal yang tidak terduga oleh Juna.

"Ibu bilang apa aja?" Bukan menjawab, Juna malah balik bertanya sembari menatap Ayah dengan rasa penasaran.

"Ibu bilang, perempuan itu pernah main ke sini pas Ayah di luar kota. Anaknya ceria. Ibu kamu cerita kebaikan perempuan itu terus. Ayah jadi penasaran. Kapan-kapan ajak kesini lagi" ucap Ayah dengan mengangkat kedua sudut bibirnya.

Love Is Just A Mess ( LIJAM )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang