"Lu sama Rofiq ngga serius, kan?" Ghaida membuka pembicaraan setelah yakin Gendis sudah tidur dengan tenang di gendongannya.
Zea tak menjawab. Matanya fokus menatap jalanan padat di depan.
"Gua nanya serius," lanjut Ghaida lagi, "kalo lu ngga serius, gua mau minta dia jadi bapaknya Gendis."
Kaki Zea spontan menginjak rem, memicu rentetan klakson di belakang mereka. "Maksud lu?"
"Maksud gua ...." Ghaida memperlambat bicaranya. "Kalo lu ngga serius sama Rofiq, maksudnya, kalo lu emang beneran udah putus sama Rofiq, ngga ada hubungan apa-apa lagi ...."
"Gua masih punya hubungan sama dia," potong Zea tajam, "mendingan lu ngga usah mikir macem-macem."
Ghaida menyeringai tipis, melirik Zea yang menatap jalanan seperti singa betina menatap buruannya. "Okay," pungkasnya ringan.
***
Setelah tidur dan mandi air hangat, demam Gendis agak turun. Dia sudah tertawa-tawa lagi dan asyik bermain hingga kelelahan dan jatuh tertidur.
Ghaida mengecup pipi gembil puterinya lalu berbaring, menatap langit-langit kamar di sebelahnya. Diraihnya ponsel untuk memeriksa satu per satu notifikasi yang masuk. Sebuah pesan chat menarik perhatiannya, dari Aghnia. Saat di bioskop, bukannya menonton film, mereka malah menyusun rencana untuk menjebak Zea dan Rofiq. Rencana itu telah dijalankan, Aghnia pasti ingin tahu bagaimana hasilnya.
"Gimana, Kak?" begitu isi pesannya.
Ghaida tersenyum, lalu dengan lincah mengetikkan balasan, "Beres."
Aghnia mengirimkan stiker kelinci yang melompat-lompat senang. "Makasih, Kakak."
"Ditunggu undangannya, ya ...," balas Ghaida masih dengan senyum lebar.
"Beres," balas Aghnia lagi disertai emoji mengedipkan mata.
Ghaida menutup ponselnya dan memejamkan matanya. Di kepalanya bermain-main satu pertanyaan iseng yang tidak akan pernah ditanyakannya, "Kira-kira, berapa banyak perempuan yang bisa Rofiq handle?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ta'aruf
RomanceAku tak berminat menikah, tetapi begitu dia menolakku, kupikir, menikah bukan hal yang buruk.