bahagia.

120 7 1
                                    

Ciuman kecil itu mendarat tepat di dahi suga. Laki-laki yang masih tertidur pulas. Mulutnya sedikit terbuka dan dia telanjang dada. Satu hal yang fifi ketahui baru-baru ini. Perut buncit suga sudah terlihat. Pertanda nafsu makannya meningkat. Fifi masih memandangi suga dari atas hingga ke bawah. Kaki suga benar-benar putih. Hal yang membuat fifi sekali lagi tertawa kagum. Terlebih dengkuran laki-laki itu semakin keras. Fifi segera memeluk suga gemas dan tertawa. Suara keras fifi tak membuat suga bergerak sedikitpun. "Kau itu tidur atau hibernasi?" Fifi mencium singkat bibir suga kemudian melesat pergi menuju kamar mandi.

Sekilas ia melihat sikat gigi berwarna merah bersampingan dengan sikat gigi putih dalam satu wadah. Fifi segera mengambilnya. Suga tau fifi akan selalu kembali sejauh apapun ia pergi. Maka dari itu dia membiarkan sikat gigi fifi tetap disana. Satu lagi sifat lembut suga sang membuat fifi tersenyum tulus. Fifi segera menuju ruangan bernuansa mewah berisi koleksi baju dan aksesoris suga.
"Wah.. ini lebih banyak dari yang ku kira" baju suga tersusun menurut brand. Fifi masih melihat kagum ruangan itu. Koleksi jam dan sepatu. Juga kaca besar dengan meja aksesoris. Namun fifi menemukan satu hal menarik. Baju hitam lusuh yang bahkan warnanya sudah memudar itu tersimpan rapi di dalam lemari suga.

"Sedang apa?" Fifi terkejut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Sedang apa?" Fifi terkejut. Suga memeluknya dari belakang. "Aku? Mencari baju." Suga membuka satu lemari kecil. Ada beberapa kaos disana. Juga beberapa baju perempuan. "Apa itu untukku?"

"Eoh.. aku pikir kau tidak akan nyaman jika memakai bajuku" satu set pakaian berwarna pink. "Terimakasih.. ingin makan sesuatu? Bersihkan dirimu kemudian kita sarapan bersama" ucap fifi. Setelah berganti pakaian. Fifi akhirnya memasak sesuatu. Bukan hal mewah. Hanya ada ramyeon di kulkas. Ramyeon? Kulkas? Entahlah. Tapi itu memang di dalam kulkas. "Apa kau selalu memasukan ramyeon kedalam kulkas?" Tanya fifi. "Kulkas?" Gumam suga. Dia segera berlari kemudian mengeluarkan semua ramyeon dari dalam kulkas. "Ya! Jimin" suga mengacak rambutnya frustasi. "Jimin yang memasukkannya bukan aku. Aku tidak sebodoh itu" beberapa ramyeon itu terlihat membeku. Mau tidak mau ia memasak 5 ramyeon basah itu sekaligus pagi ini.

Suga dan fifi saling menatap satu sama lain ketika mereka sudah mulai kekenyangan. "Harus kita apakan makanan sialan ini"

"Apa kita buang saja?" Tanya fifi.

"Jangan! Masukan ke dalam kulkas saja. Jin hyung bilang Jika ingin memakannya maka bisa di panaskan terlebih dahulu." Fifi tersenyum kemudian beranjak memasukan ramyeon itu kedalam kulkas.
"Dari mana ide bagus itu"

"Kami selalu melakukan itu dulu. Sampai kami tidak pernah mempunyai makanan sisa."

Waktu berjalan cepat. 2013 berlalu dengan sangat cepat. Waktu mereka benar-benar sedang berjuang dan bertaruh untuk menang. Kali ini mereka mendapatkannya. Benar-benar mendapatkannya. Meski BTS berada di puncak sekarang. Mereka tidak pernah menyepelekan hal kecil seperti saat ini. "Aku akan pergi setelah ini. Aku punya jadwal bersama mije" ucap suga. "Apa eonni pernah memarahi mu?"

"Tidak"

"Apa dia pernah membuatmu marah?"

"Tidak"

"Jadi bagaimana rasanya les bahasa inggris?"

"Biasa saja"

"Eonni bilang.. kau sering tertidur saat  sedang menghafal"

Suga tertawa "aku hanya menutup mataku untuk fokus" suga menutup wajahnya malu. Dia merasa seperti sedang berbicara dengan mije sekarang. Berbagai pertanyaan dan sesekali fifi menggerakkan tangannya persis seperti mije mengajarinya menghafal bahasa inggris. "Kau terlalu sering bergaul dengannya."

"Why? I can also speak English like she. want to be my student?"

"No thanks" suga tertawa. Membuat tawanya sangat cantik. laki-laki pemilik Gummy smile itu kemudian melihat fifi yang hanya tersenyum ke arah suga. "Boleh aku menyiapkan bajumu?" Kata fifi. Suga mengangguk sedang fifi berlari riang meninggalkan suga yang tersenyum tipis.
.
.
.
.
.
.
.
.

Di ruangan itu suga bersama kim mije. Suga mengangguk faham ketika mije menjelaskan materi hari ini. "Kau terlihat senang hari ini. Apa terjadi sesuatu?" Mije melipat tangannya di dada. Memperhatikan suga yang sekarang tersenyum. Suga menggelengkan kepala. "Jangan mencoba membohongiku. Fifi pulang kemarin.. kau pasti bertemu dengannya" Suga menganggukkan kepala mengiyakan pertanyaan mije. Dia menebak dengan sangat tepat.

"Aigoo.. apa dia makan dengan baik? Kau memberinya makan?"

"Jaga ucapan mu. Kau terlalu sering bergaul dengannya"

Mije tertawa. "Baiklah maafkan aku"

Setelah dua jam les itu selesai. Suga berjalan menuju studionya. Menggarap lagu yang ia tulis dan membersihkan studio yang sudah 5 hari tidak ia masuki. Meski dia kesulitan mengangkat sofa besar di ruangan itu, namun suga tersenyum malu saat mengingat kegiatan panas yang ia lakukan bersama fifi saat itu.
"Apa aku berlebihan? Tidak seharusnya aku seperti ini.. bagaimanapun aku tidak boleh seperti ini" suga terdiam kemudian menghela napas panjang. Dia merasa sedikit dilema sekarang.

"Hyung.. adora mencari mu dari kemarin." Suga terdiam lama tanpa memperdulikan namjoon yang ikut menjumputi sampah bersama suga.
"Apa dia belum tau tentang fifi? Ya! Hyung katakanlah padanya. Jika tidak dia akan terus mengganggumu"

"Bersihkan itu" tunjuk suga pada beberapa peralatan yang masih terbungkus kardus. "Waaaah.. kau membeli ini? Bukankah kau sudah punya?" Namjoon duduk bersila sembari mengelap barang-barang itu. "Hyung"

"Kenapa?"

"Kau tidak akan menemui adora?" Suga hanya diam.

"Hyung"

"Kenapa?"

"Adora mencari mu" suga kembali terdiam. Kini dia melihat namjoon geram. "Keluarlah jika tidak ingin membantuku" dia ingin menjawab pernyataan namjoon. Dia juga ingin mengatakan dia tidak peduli. Namun suga tidak ingin membuatnya semakin panjang. "Maafkan aku"

"Terimakasih" singkat suga. mereka sama-sama tersenyum tanpa di ketahui satu sama lain.

Hidup memang seperti itu.
Tidak semua hal berjalan baik dan juga tidak selalu berjalan buruk.
Semua terlihat seimbang. Tapi suga sudah terbiasa dengan hal seperti itu. Baik fifi atau adora bukanlah ajang pemilihan mana yang terbaik. Mereka punya keunggulan tersendiri.

"Akan sangat egois jika aku memihak keduanya" batinnya.

Suga akui suga sangat mencintai fifi. Tapi harus ia akui juga bahwa sebenarnya adora adalah tipenya.
Benar saja, banyak army yang menduga tipe suga adalah adora. Ternyata tebakan mereka benar.

"Tapi aku seperti melihat diriku sendiri saat melihat adora. Jadi aku harus bagaimana?"












I LOVE HERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang