Fifi melihat pintu apartemen suga lama. Dia berdencih kesal ketika pintu itu tak kunjung terbuka saat ia menekan bel berkali kali. Pakaian terbuka yang ia kenakan membuat hampir seluruh tubuhnya terekspose, sesekali ia mengeluh kedinginan. "SUGA-SHII!" fifi menendang pintu itu keras. butuh waktu lama untuk suga berjalan dari kasurnya menuju pintu. Dia juga kedinginan saat ini. Suga begitu terkejut saat mendapati fifi dengan pakaian yang harusnya tidak ia kenakan di musim dingin. Fifi juga mengutuk dirinya sendiri karena mantel tebal yang harusnya ia pakai saat ini tertinggal. Haruskah ia berendam air hangat sekarang? Fifi segera berlari menuju kamar suga dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
Suga yang belum sepenuhnya sadar itu hanya bisa berjalan menuju kasurnya untuk kembali tidur. "Kenapa kau memakai baju seperti itu? Ini musim dingin" suga melepas bajunya kemudian merebahkan dirinya tepat di samping fifi. Memeluk perempuan yang sekarang sedang menggigil kedinginan di balik selimut putih miliknya. Fifi menenggelamkan kepalanya di dada suga. Hingga ia sendiri menyadari bahwa temperatur tubuh suga membuat fifi merasa hangat. Dan nyaman.
Di saat seperti ini harusnya ia merasa senang karena suga yang berada di sampingnya. Memeluknya dengan erat dan bahkan suga tidak pernah menutupi fifi dengan embel embel teman. Namun yang fifi temukan saat ini adalah rasa takut yang lebih dari sebelumnya. "Suga-yaa.. bagaimana jika aku pergi?" Batinnya. Fifi menatap wajah bersih suga dalam. "Aku tidak ingin menyakitimu.." hal yang sedari tadi fifi tahan itu akhirnya meledak. Dia menangis memeluk suga erat seolah tidak ingin suga pergi. Tapi pada akhirnya dia sendiri yang akan pergi meski hal itu berat untuk fifi lakukan.
Suga mengusap kepala fifi berharap perempuan itu tenang. Sedang suga juga merasa hatinya sangat sakit ketika tau fifi menangis seperti ini. "Semua akan baik-baik saja.. aku akan bersamamu" kata suga pelan.
Sampai hari sudah pagi dan mereka masih memeluk satu sama lain. Satu hari berat setelah hari hari berat lain suga. Kini dia bangun untuk menulis lagu artis lain di studio kecil miliknya. Meninggalkan fifi yang masih meringkuk di atas kasur. Suga mencium pipi fifi singkat sebelum akhirnya bergulat dengan buku dan pulpen miliknya. Dia selalu merasa gelisah dan bingung saat menulis lirik dan pada akhirnya semua akan terkendali seperti semula ketika ia meminum segelas whisky.
Sudah banyak kertas yang berceceran di lantai. Juga botol whisky yang sekarang kosong. Hari semakin siang.
"Sayang, bisa tolong pinjamkan aku baju?" Fifi melihat ke arah suga yang sekarang sedang menulis sesuatu dengan wajah sangat serius. Sesekali fifi tertawa dan memeluk suga dari arah belakang. Sedang suga masih fokus pada sesuatu yang ia tulis. Ada banyak ide yang bermunculan ketika dia merasa sedikit mabuk. Suga mengagumi dirinya sendiri ketika ia sudah selesai menulis bait terakhir dari lagu itu. Kini tangannya meraih tubuh fifi. Memapahnya menuju kamar mandi. "Mau kemana? Aku sudah selesai mandi." Pernyataan fifi yang membuat suga sedikit kecewa.
"Tolong mandikan aku" suga memeluk fifi manja seperti seorang anak yang sedang membujuk ibunya. "Aku? Memandikan mu? Kau serius?" Mata fifi membulat tak percaya dengan apa yang baru saja suga katakan. Permintaan yang membuat otaknya me liar dengan sendirinya.Suga segera menarik tangan fifi menuju dimana dia akan di mandikan.
"Tunggu! Kau hanya mabuk dan aku hanya akan membasahi kepalamu agar kau sadar.. aku tidak akan mem-""Sudah selesai?" Fifi mengatur napasnya ketika melihat suga melepas bajunya di hadapan fifi.
"Ambil itu" jari suga menunjuk pada spons dan sabun cair berwarna putih miliknya. Kemudian dia sendiri sudah duduk di atas bathub menunggu fifi yang masih melihat spons itu bingung. "Aku hanya menyuruhmu mengisinya." Suga tertawa lucu. Senyumnya terlihat sangat merekah. Pipinya merah dan terlihat sedikit berantakan. "Aku benar-benar akan memandikan mu jika kau menginginkannya" fifi segera membuka botol kosong dan mengisinya dengan yang baru. "aku juga tidak keberatan jika harus mandi dua kali" fifi tersenyum ke arah suga yang hanya melihat fifi dengan wajah datarnya. Entah apa yang ada di pikiran laki-laki itu kini dia menyuruh fifi untuk keluar. "Tidak.. keluarlah" suga meraih botol itu dari tangan fifi. Melumat bibir perempuan itu lembut. "Kenapa?" Tanya fifi. "Karena aku tidak ingin kau pingsan" fifi tertawa. Hal yang selalu fifi ucapkan setelah ia di buat kelelahan oleh suga adalah aku rasa aku akan pingsan. Pasalnya harus di akui. Suga tidak mudah lelah untuk urusan membuat fifi mendesah nikmat di bawahnya. Fifi segera keluar membiarkan laki-laki itu membersihkan dirinya.
Ruangan bernuansa hitam itu terlihat sangat megah di mata fifi. Hal yang baru fifi sadari bahwa baju suga sangat sangat banyak. "Wah.. bahkan dia menaruh bajunya berdasarkan brand.. luar biasa." Satu almari berisi aksesoris dan jam tangan mewah serta sepatu yang dominan berwarna hitam itu membuat fifi menutup mulutnya. Bahkan dia tidak mempunyai jam tangan sebanyak ini.
Fifi kembali sadar dengan handuk yang masih membalut tubuhnya. Dia segera mengambil kaos dan celana training milik suga. Hanya itu yang terlihat seperti baju pada umumnya. Selain itu? Semuanya adalah harta karun. "Sudah selesai?" Suga menemukan fifi sudah memakai baju yang ia pilih. Suga sedikit tertawa karena perempuan itu memiliki selera yang sangat sederhana untuk ukuran orang kaya. "Eoh.. aku lapar" fifi berjalan lesu ke arah suga. "Kau lapar? Kau ingin makan sesuatu?""Aku pemakan apapun. Tolong beri aku makan" suga memeluk fifi gemas. Langkah bergerak senada menuju dapur.
Suga selalu berharap kehidupan seperti ini di masa depan. Memasak bersama dan berjalan tanpa dikerubungi orang orang dan tanpa flash kamera. Dia selalu berharap hidup seperti itu bersama fifi. Perempuan yang memeluknya dari belakang saat ini. Saat suga sibuk dengan masakan yang tengah ia masak. "Berhenti menggangguku" satu tangan suga masih mencoba melepaskan tangan fifi dari perutnya.
Dia merasa kesal dan senang. "Duduklah.. ayo kita makan" fifi segera melepaskan pelukannya dan berlari menuju meja makan."Kau mengingatkanku pada seseorang"kata suga.
"Siapa?"
"Jungkook.. aku sangat senang melihatnya makan dengan sangat baik. Jika aku melihatnya aku merasa aku tidak perlu makan meskipun aku lapar.. aku akan merasa kenyang dengan melihat jungkook makan" suga tersenyum. Senyuman tulus itu membuat fifi sedikit terharu.
"Benarkah? Apa kau juga sering memasak untuknya?"
"Tentu saja, dia selalu merengek pada jin hyung ketika lapar.. tapi dia selalu merebut makananku jika masih merasa lapar.. dia memiliki porsi makan yang sangat besar. Tapi badannya tetap terlihat sangat bagus"
Suga tersenyum malu saat menceritakan jungkook. Namun wajahnya seketika berubah sendu ketika ia selesai tertawa.
"Dia sangat hebat, aku sangat iri padanya. Dia menangani semuanya sendiri di umurnya yang masih sangat muda. Dia bahkan bisa melakukan apapun. Dulu dia menangis saat kami memintanya untuk berbicara di depan kamera. Tapi sekarang dia selalu membawa kamera untuk merekam dirinya sendiri dan kesehariannya. Dia bisa melewati semuanya tanpa mengeluh pada siapapun. Dia sangat hebat." Suga mengaduk makanannya sendiri. Sedang fifi masih mendengarkan suga sembari tersenyum padanya.
"Kalian yang membuat jungkook menjadi sehebat sekarang. Kau membesarkannya dengan sangat baik.. bahkan aku tau saat itu kau terus mengawasinya saat dia bermain piano milikmu" fifi mengusap tangan suga lembut. "Kau selalu bisa membuatku merasa lebih baik" suga segera menghabiskan makanan di depannya, begitupula dengan fifi.
"Apa kau tidak punya jadwal hari ini?" Tanya fifi. "Aku hanya akan menulis lagu dan pergi untuk Membuat laporan" jelas suga. Fifi menganggukkan kepala beberapa kali. "Bagaimana pekerjaanmu?" Suga masih fokus pada makanan di depannya. Fifi segera membenarkan duduknya kemudian berdiri untuk meminta maaf "Maafkan aku, aku mengarahkan pistol ku padamu.. tolong maafkan aku"
"Tidak masalah." Fifi segera kembali duduk. "Apa pekerjaanmu?"
"Melindungi mu" singkat fifi.
"Melindungi seperti apa?"
"Seperti..?? Jika ada orang yang mengancam mu makan aku akan mengancamnya. Jika ada orang yang menguntit mu aku akan menguntitnya. Jika ada orang yang membahayakan mu maka aku akan membunuhnya" suga melihat fifi lama. Dia menyadari bahwa pekerjaan itu terlalu berbahaya untuk perempuan. Terlebih orang itu adalah fifi. Orang yang ia cintai. Orang yang selalu membuatnya merasa baik.
"Kau tak harus melakukan hal seperti itu! Berhentilah dari pekerjaanmu atau aku yang akan membuatmu berhenti!"
"Ini pekerjaanku! Jangan membuat ini semakin panjang." Fifi segera mengalihkan pandangan. Dia tau dia tidak bisa menolak suga, tapi dia juga tau keputusan untuk tetap menjadi agen rahasia Big Hit adalah benar. Hanya itu yang bisa fifi lakukan untuk melindungi suga. Untuk melindungi BTS.
Suga mengajak rambutnya frustasi. Fifi benar. Itu adalah jalan yang ia pilih dan suga menghormati pilihannya. Namun disisi lain suga juga khawatir mengenai bagaimana jika fifi terluka.
Bagaimana jika dia kesulitan. Bagaimana jika nyawanya terancam."Jangan khawatir aku akan baik-baik saja"
"Berjanjilah"
"Aku janji"
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE HER
Fanfic*ini cerita imajinatif yang mungkin akan terlihat nyata* Manusia pada umumnya memiliki rasa bahagia, sedih, senang, khawatir, kecewa, dan juga cinta. Bukankan suga juga manusia? Seorang idol yang jatuh cinta pada staf yang ternyata bukan hanya sek...