"oppa..."
"AKU BUKAN OPPA MU!"
Seokjin segera keluar kamar dan berlari ke arah suga kemudian menarik laki-laki itu untuk menjauh dari fifi.
"Fifi? Kau baik-baik saja" pertanyaan itu seolah telah menjawab pertanyaannya sedari tadi. Apa suga sungguh akan melukaiku? Dan pertanyaan itu terjawab dengan pertanyaan seokjin. "Kau terluka?" Lanjutnya. Fifi menangis. Ada yang lebih sakit dari bekas merah di lehernya. "Min yoongi.. kau gila? Kau menyakitinya dasar bodoh!" Teriakan seokjin membuat suga seketika terdiam untuk kesekian kalinya. "Tidak. Aku tidak terluka" fifi segera mengusap air matanya. Satu tangan fifi menarik suga untuk berada di belakang nya. "Oppa, jangan memarahinya" suga melihat fifi bingung.
"Kuku jarimu berdarah, ayo kita obati."
Baik seokjin maupun suga sama-sama bingung. Fifi berlari dan kembali membawa kotak P3K.Suga yang duduk di depannya sekarang adalah suga yang sama sejak mereka pertama kali bertemu. Jadi fifi memiliki banyak alasan mengapa dia tetap memperhatikan suga disaat saat seperti ini.
Setelah empat jari suga tertutup plaster dengan rapi. Fifi memeluk suga erat. "Oppa.. jangan seperti ini, aku takut." Fifi mendongkrak kepalanya. Kedua tangannya masih tak melepaskan suga. "Oppa.. kau percaya padaku kan? Eoh?""Maafkan aku" singkat suga. Dia segera menarik tangannya untuk membalas pelukan perempuan itu. Entah bagaimana, dia seperti tidak sadar saat tangannya mulai menerkam fifi. Itu terjadi di luar kendalinya. "Yoongi-ya.. kau ini kenapa? Kau tidak pernah berteriak sekeras itu sebelumnya" suga kembali terdiam tak menjawab.
Para member masih tidak berani untuk keluar saat ini lima yang lain dan seiyeon sekarang berada di kamar yang sama. "Apa yang terjadi?"
"Jangan tanyakan itu padaku" kata hoseok yang menjawab pertanyaan namjoon. "Haruskah kita keluar?" Taehyung keluar mengambil langkah, namun jimin segera menariknya. "Jangan memperburuk keadaan!"
"Hei bocah.. kenapa kau ikut bersama kami?" Jungkook menunduk untuk melihat seiyeon yang menutup mulutnya dengan satu tangan. "Kenapa memangnya? Aku tidak mengikuti mu. Tapi mengikuti seokjin oppa."
"Oppa, ayo ke dokter, aku akan menemani mu."
"Tidak"
"Kenapa? Kau tidak ingat tentang obat tidur itu? Apa kau akan seperti itu lagi? Jika tidak maka pergilah. Aku juga akan menemanimu." Kata seokjin tegas.
"Kenapa hyung selalu mengungkitnya."
"Karena aku sangat menghawatirkan mu yoongi-ya.."
.
.
.
.
.
.
.Sepanjang perjalanan pulang suga terdiam di kursi depan bersama seokjin. Fifi khawatir jika suga tidak bisa tidur lagi malam ini. Satu minggu yang lalu, insomnia nya semakin parah. Dia juga menggigit kukunya jika dia sedang tertekan dan khawatir. Fifi menghela napas panjang.
"Turunlah, pastikan dia tidur nyenyak malam ini" ucap seokjin pada fifi.
Perempuan itu mengangguk padam saat suga sudah turun terlebih dahulu menuju apartemennya. "Mau ku buatkan teh? Cuacanya sangat dingin bukan?" Ucap fifi pelan. Sedang suga terus menunduk sembari memasukan enam nomor di pintu apartemennya.Satu gelas teh hangat untuk suga.
Laki laki itu sudah berganti baju dan mulai merebahkan dirinya di atas kasur king size miliknya. Fifi meletakkan gelas itu di atas meja sebelah suga. Laki-laki itu memeluk pinggang kecil fifi yang sudah duduk di tepi kasur untuk mengusap kepala suga. "Maafkan aku" suara pelan suga membuat fifi kembali berkaca-kaca."Tidak masalah, tidak apa-apa.. semua akan baik baik saja. Jangan khawatir" suara tangisan suga sudah terdengar jelas di telinga fifi. "Fifi tolong aku"
"Aku disini.. aku disini, aku akan memelukmu" fifi beranjak untuk berada di sebelah suga. Membiarkan laki-laki itu menangis sembari memeluknya. "Aku ingin menghilang, tolong bawa aku pergi." Air mata fifi lolos begitu saja. "Eoh.. nanti kita pergi" fifi terus menepuk punggung suga pelan. "Aku tidak suka disini. Aku ingin pergi"
"Jangan takut.. aku akan menjagamu. Oppa aku akan selalu bersamamu, jangan menghawatirkan apapun." Tangisan suga mulai mereda. Meski nafasnya sesekali tercekat, namun sebisa mungkin dia tetap menjawab fifi. "B-ber jan-jilah"
"Aku janji.. aku janji aku akan bersamamu, mulai sekarang kau tidak boleh takut lagi, kau tidak boleh khawatir" entah berapa lama suga menangis. Pelukan eratnya pada fifi mulai memudar. Dia tertidur sekarang. Mata sipitnya itu benar-benar sembab. Hidung mancungnya juga memerah. Tangan kanan fifi sudah basah air mata suga.
Fifi melihat kebenaran hari ini. Kebenaran yang belum pernah ia lihat sebelumnya."Kenapa dia selalu tersenyum saat bersamaku.. aku tidak tau apapun mengenai hal ini.. bagaimana bisa aku seperti ini" fifi menutup kedua matanya. Penyesalan itu tiba-tiba muncul. "Oppa berapa lama kau seperti ini? Kenapa tidak menceritakannya padaku? Ayo kita pergi bersama. Aku ingin kau bahagia. Maafkan aku"
Pagi ini suga kembali memeluk fifi dan menangis. Padahal malam tadi dia berharap dia tidak bagun lagi pagi ini. Dia sedikit kecewa karena mimpi buruk kembali membuat tidurnya tidak nyenyak. Nafas fifi sedikit sesak karena suga yang meletakkan kepalanya di dada fifi sembari menangis. "Kenapa? Mimpi buruk lagi?" Suga mengangguk. Fifi sedikit mendorong kepala suga untuk memeluknya. "Tidak apa-apa.. tidak ada yang akan terjadi." Fifi mengusap kepala suga lembut. "Jangan kemanapun hari ini." Kata suga memohon. "Baiklah" sahut fifi antusias.
"OPPA! AYO MAKAN!" teriakan fifi kembali menyadarkan suga dari lamunannya. "Kesukaanmu.."
Kapan terakhir ia makan makanan manis seperti ini? Suga bahkan lupa jika ia suka cookies.
"Aku dengar makan makanan manis bisa membuat seseorang merasa lebih baik.. aku memesannya untukmu, duduklah ayo kita makan bersama." Suga hanya diam dan tersenyum. Fifi menjadi sangat cerewet hari ini. Suga yang di cap pendiam itu semakin menjadi pendiam yang lebih parah dari sebelumnya.
"Enak?" Suga mengangguk dan tersenyum ke arah fifi. "Ayo kita ber main setelah ini. Kau mau bermain game?"
"Game? Baiklah" fifi juga merasa sedikit lega kali ini.
Beberapa kali suga mengumpat karena fifi mengalahkannya. Dia juga tertawa keras karena dia bilang, bukankah ini game tinju yang seokjin hyung mainkan? Kenapa perempuan itu hanya memakai celana dalam. Suga merasa lucu.
Sudah dua jam setelah akhirnya suga memenangkan game itu. Mereka tak bertaruh apapun kali ini. Fifi tampak duduk di bawah, di depan suga. Sedang laki-laki itu sibuk memainkan rambut fifi.
Biiiippppppp...
"Biar aku saja" fifi segera beranjak untuk membuka pintu apartemen suga.
"Siapa kau?" Tanya perempuan itu. Matanya melihat fifi teliti seperti memastikan sesuatu.
Fifi terdiam kebingungan dan melihat kebelakang mencari suga. Sedang perempuan itu menerobos masuk.
Tak ada yang bisa fifi lakukan.Perempuan berambut pendek itu membawa kotak makan dan tas belanja. "Bagaimana ini?" Batinnya.
"Eomma?" Suga segera membenahi rambut berantakannya dan meraih tas belanja ibunya itu.
Mata fifi membulat sempurna. Dia semakin merasa kebingungan.
"Eomma?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE HER
Fanfiction*ini cerita imajinatif yang mungkin akan terlihat nyata* Manusia pada umumnya memiliki rasa bahagia, sedih, senang, khawatir, kecewa, dan juga cinta. Bukankan suga juga manusia? Seorang idol yang jatuh cinta pada staf yang ternyata bukan hanya sek...