01

1K 41 0
                                    

TRIAM UDOM SUKSA THAILAND. Sebuah plang besar yang bertajug nama sekolah menengah yang terdapat diatas pintu gerbang sekolahnya.

Tay menghela napas berat seraya menatap gedung yang sudah lama tidak ia kunjungi. Benar itu sekolahnya dulu, tempat dimana pertama kali dirinya bertemu dengan New Thitipoom. Lelaki berkulit putih susu yang berhasil membuatnya jatuh cinta.

Mungkin dulu ditempat itu terukir banyak kenangan indah bersama Newwie. Sadar atau tidak, dulu tempat itu menjadi salah satu tempat favoritnya setiap hari untuk ia kunjungi selain karena kewajiban juga alasannya adalah hanya disekolah ia bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama teman sebangkunya. Tapi, sekarang gedung itu hanya sebagai bagian dari kenangan. Tidak ada yang benar-benar mengerti seberapa berartinya sekolah itu untuknya.

Pria itu mendongak menatap langit dari depan gerbang sekolah. Entah bagaimana caranya secara kebetulan matanya memicing menangkap benda besar yang terlihat kecil jika diudara. Pesawat itu melintas di udara membuat Tay teringat kembali dengan Newwie. Pasalnya benda itu yang membawa kekasihnya pergi terbang jauh darinya menuju benua yang berbeda dengannya sekarang.

Lagi-lagi Tay menghela napas seraya menatap nanar dirinya dari pantulan kaca mobilnya. Sejak tadi dia tidak berpindah posisi, melainkan hanya berdiam diri duduk diatas bagian kepala mobil miliknya. Sesekali melirik kedalam mobilnya tersenyum membayangkan dulu sering kali ia melihat wajah itu balik tersenyum kearahnya dari samping kirinya.

Sejujurnya Tay sangat senang dan tentu bangga pada kekasihnya itu. New memang anak yang pintar, sehingga ia berhasil lolos mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di luar negeri.

Tidak hanya lolos di satu beasiswa, bahkan kekasihnya tersebut berhasil mendapatkan dua beasiswa sekaligus. Namun, dibalik rasa bangganya itu tidak bisa Tay pungkiri kalau ia sendiri takut. Dia hanya takut kalau perlahan jarak akan menyita waktu kebersamaan mereka meski hanya via internet.

Long Distance Relationship. Jujur, Tay benci dengan sebutan itu. Membayangkan harinya tanpa Newwie dalam waktu yang tidak sebentar membuat kepalanya pusing. Disatu sisi dia juga tentu saja tidak bisa memaksakan egonya agar New tetap tinggal disini dengannya. Bagaimanapun Tay harus merelakannya New pergi untuk mengejar mimpinya.

Bahkan Tay sering kali overthinking dengan itu. Bukan hanya kepada New disana, tapi juga kepada dirinya sendiri. Rasa takut itu sering kali muncul hinggap di dirinya. Entah bagaimana caranya setiap kali berusaha menerima kenyataan bahwa dirinya harus siap menjalani hubungan jarak jauh dengan Newwie, tapi berkali-kali dia juga sering merasa ketakutan.

Seperti yang pria itu ketahui, di dunia ini hanya sebagian kecil yang berhasil melewati ujian dalam menjalani hubungan jarak jauh. Kerap kali Tay memikirkan kemungkinan yang dapat saja terjadi. Baik dan buruknya dalam menjalani hubungan jarak jauh seperti ini.

Anggap hanya satu persen yang berhasil. Apakah dia dan Newwie bisa menjadi bagian dalam satu persen tersebut?

Beberapa bulan tanpa New membuat Tay merasa kosong. Dia merasa ada bagian yang hilang darinya. Tay menyadari kalau itu adalah Newwie, bagian dari hatinya yang sekarang hilang karena memilih pergi meninggalkannya ke Australia. Sebisa mungkin Tay meneguhkan hatinya bahwa hanya Newwie yang dia mau, hanya Newwie yang dia butuhkan dan sama seperti apa yang dibilang Newwie padanya bahwa sejauh apapun jaraknya hanya lelaki itu tempatnya untuk kembali.

"Sejujurnya aku takut, New. Tapi, aku berharap semuanya berjalan dengan baik. Phm khidtung khun,"

Sedetik kemudian ponsel milik Tay berdering. Lelaki itu menatap layar ponselnya lalu segera mengangkatnya.
"Halo?"

"lo dimana?"

"Di jalan."

"Bisa jemput gak di kampus? Gue nebeng plis. Gue baru kelar rapat,"

"Pulang sendiri gak bisa?"

"Motor gue di bengkel. Ojol gak ada yang nerima pesenan gue dari tadi. Gue kira First ngampus hari ini, padahal mau nebeng dia tadinya.."

"Yang lain kemana emang?"

"Temen himpunan gue udah pada balik terus gue barusan telfon Singto katanya dia udah dirumah, Krist juga. Ini makanya gue telfon lo."

Tay menatap jam di pergelangan tangannya. Sudah hampir setengah enam sore. Dia pikir benar juga jam segini pasti sedang macet-macetnya. Naik ojek online juga pasti susah dan mahal.

Berhubung dia satu-satunya yang masih dijalan, lantas ia memijat pelipisnya. Tay menghela napasnya sebal. Kalo bukan temen mana mau gue balik lagi ke kampus.

"Yaudah tunggu. Gue kesana.."

"Oke. Thanks, Tay."

"Hm." Tay hanya berdehem. Dia mematikan sambungan telefonnya lalu memasuki mobilnya. Sekali lagi Tay menghela napas sebal sembari menggeleng.

Ada-ada aja lo, Krit Amnuaydechkorn.

TBC

Phm khidtung khun = Aku kangen kamu.

LDR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang