10

179 13 2
                                    

"Krit, maaf udah bikin kamu nunggu lama." Krit yang duduk di kursi taman kampusnya mendongak menatap laki-laki yang menatapnya dengan tatapan bersalah.

"Tadi ada yang perlu aku urus dulu." Krit hanya mengulas senyum tipis.

"Gapapa, Billkin." balasnya dengan sedikit mengangguk untuk meyakinkan kalau dia tidak masalah menunggu Billkin yang terbilang telat setengah jam lebih dari waktu yang sudah mereka sepakati untuk bertemu di taman kampus.

Kebetulan Krit dan Billkin satu kampus tetapi beda fakultas, sehingga frekuensi mereka untuk bertemu di kampus terhitung tidak sering jika mereka tidak janjian lebih dulu untuk bertemu. Krit menunduk sambil mengayunkan kedua kakinya.

Billkin melirik jam di pergelangan tangannya sebelum kembali beralih pada lelaki di hadapannya.

"Kamu mau langsung pulang sekarang atau?" pertanyaan yang terlontar dari bibir Billkin membuat dia menghela napas.

Krit pikir sepertinya mulai hari ini dia tidak akan pulang ke rumahnya sendiri. Semalam orang tuanya kembali bertengkar hebat sampai Ayahnya memilih untuk pergi dari rumah, entah kemana Krit sendiri tidak tahu. Satu hal yang ada di benak Krit, dia benci dengan keadaan rumah. Dia benci mendengar orang tuanya selalu bertengkar.

Sejak kecil lelaki itu memang jarang berkomunikasi dengan kedua orang tuanya, terlebih lagi Ayahnya. Bagi orang tuanya dengan memberikan Krit semua fasilitas yang ada di rumahnya sudah lebih dari cukup untuk menunaikan kewajiban mereka sebagai orang tua. Padahal bukan itu yang Krit mau. Dia hanya ingin mendapat kasih sayang lebih dari kedua orang tuanya, bukan hanya sekedar di beri kecukupan materi.

"Krit?"

Krit menoleh ke Billkin. Dia sempat terdiam sesaat sebelum memberikan senyum tipis pada Billkin.

"Aku gak mau pulang ke rumah, Billkin." Ucapnya membuat Billkin mengerutkan dahinya.

"Why?" Krit mengalihkan pandangannya ke depan. Dia berusaha untuk tidak membuat eye contact dengan Billkin hanya karena Krit tidak ingin terlihat lemah di depan lelaki tersebut.

"Mami Papi berantem lagi?" Krit mengangguk sekilas.

"Seperti biasa. Bahkan Papi pergi dari rumah dan aku gak tau dia pergi kemana. Jujur, aku stress banget ada di rumah denger mereka berantem terus setiap hari." Suara Krit terdengar bergetar. Billkin liat kalau Krit menggigit bibir bawahnya untuk menahan agar tidak menangis.

Billkin yang semula masih berada di posisi berdiri otomatis jadi mengambil tempat di sebelah Krit. Dia mengelus punggung lelaki itu sambil berkata.
"I know that feel, Krit."

"Terus kamu mau kemana kalau kamu nggak pulang ke rumah?" Pertanyaan Billkin tentu membuat Krit menggeleng.

"Nggak tau."

"Kamu bawa kendaraan?" Lagi-lagi Krit menggeleng atas pertanyaan Billkin.

"Semalem aku marah sama Papi karena dia udah bentak Mami, tapi terus Papi balik marah ke aku. Dia bilang aku nggak tau terima kasih sama dia karena karena udah dikasih fasilitas termasuk motor sama mobil aku. That's why mulai hari ini aku mutusin buat nggak akan pake motor dan mobilku lagi." Billkin membulatkan kedua matanya setelah mendengar cerita Krit.

"Terus kamu mutusin buat keluar rumah juga?" tanya Billkin.

Sejujurnya Billkin berharap kalau Krit tidak benar-benar pergi dari rumah. Walau bagaimana pun menurut Billkin bahwa tinggal sendiri tanpa keluarga itu bukan hal yang mudah dan dia tidak ingin kalau Krit mengalami hal tersebut.

"Iya, buat sementara. Nggak tau sampe kapan, tapi yang jelas buat sekarang aku muak ada di rumah."

Tidak ada lagi percakapan diantara mereka untuk beberapa saat. Keduanya hanya saling terdiam bergelut dengan pikirannya masing-masing. Beberapa detik berikutnya secara tiba-tiba Krit menggenggam tangan kekar milik Billkin sehingga membuat lelaki tersebut menatap ke arahnya.

LDR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang