Newwie beringsut bangkit dari posisinya yang semula duduk di pinggir tempat tidur. Dengan ponsel yang masih menempel di telinganya, dia beralih ke depan kaca besar kamarnya. Lelaki itu menggeser sedikit gorden sampai akhirnya dia dapat melihat pemandangan di luar.
Langit sudah berubah warna menjadi oranye. Matahari yang sejak pagi bersinar sekarang perlahan mulai tenggelam yang sebentar lagi akan digantikan tempatnya oleh bulan dan bintang. Tangan kirinya memegang benda pipih di telinganya sementara tangan kanannya mengetuk-ngetuk di jendela seraya menunggu seseorang di balik telepon tersebut untuk mengangkatnya. Namun, detik berikutnya dia justru menjauhkan ponselnya dari telinga.
New menatap layar ponselnya dengan perasaan khawatir. Ini sudah ketiga kalinya dia menelpon sejak tadi tetapi tidak ada satupun teleponnya yang diangkat. Newwie menggigit bibir bawahnya dengan perasaan khawatir yang meliputi.
"Lo semarah itu sama gue?"
Lelaki itu menghela nafas. Sudah berapa lama dia tidak berkomunikasi dengan Tay. Entah kenapa lelaki itu seperti menjaga jarak dengannya. New sebenarnya bingung apakah alasan Tay menjaga jarak dengannya karena laki-laki itu semarah itu padanya karena Celine?
Tapi lo cuma salah paham Tay
Waktu terus berjalan, dari senja sampai dijemput malam. New sejak tadi uring-uringan memikirkan Tay yang menghiraukan teleponnya belakangan ini. Newwie bertanya-tanya sebenarnya ada apa? New tahu betul kalau Tay memang tipe pencemburu. Tapi selama bertahun-tahun kenal dengan laki-laki itu, Tay belum pernah seperti ini sebelumnya seakan menjauh darinya.
New mengacak rambutnya prustasi. Semakin dipikirkan semakin membuatnya pusing.
"Gue kangen sama lo." Cicitnya.
Netra New beralih pada jam dinding di kamarnya. Pukul tujuh malam. Dia menimbang-nimbang apakah dia harus menemui Tay malam ini juga atau besok. Setelah berpikir dia beringsut dari tempat tidur. Newwie mengambil lemari pakaiannya untuk mengambil hoodie abu-abu miliknya yang kemudian langsung dia pakai membalut bajunya, lalu dia mengganti celana pendeknya dengan jeans hitam.
Tanpa menunggu lama New segera membawa plastik bingkisan dan menyambar kunci motor vespa metic putih miliknya lalu turun ke bawah.
"New, mau kemana kamu?" Tanya Mook ketika melihat anaknya sudah rapih dengan membawa plastik bingkisan.
"Mau ke apart Tay. Boleh kan, Ma?" Mook mendekat ke arah anaknya. Dia mengernyit.
"Kenapa nggak besok?" Pertanyaan dari Ibunya membuat New menggigit bibir bawahnya. Dia tidak mungkin memberitahu Ibunya soal masalahnya dengan Tay.
"New, kenapa? Kok diem?"
"M-maunya sekarang..." Jawab New.
"Kangen sama Tay, hehe." Mook terkekeh mendengar ucapan anaknya.
"Aduh.... iya tau deh yang lagi jatuh cinta. Kangen sama pacar ya?" Dia mencolek dagu New sambil menatap jahil pada anaknya.
Mendengar godaan Ibunya membuat pipi New bersemu merah. Anak laki-laki itu tersenyum malu.
"Mama apaan sih....." Balasnya salah tingkah.
Suara tawa Mook semakin terdengar di telinga New.
"Kenapa malu malu gitu sih? Gapapa kok. Yaudah kalo kamu emang mau nemuin Tay. Udah sana berangkat!""Boleh, Ma?"
"Ya boleh dong sayang. Masa mau ke tempat pacar sendiri gak boleh?"
Dengan tiba-tiba New langsung memeluk tubuh Ibunya dengan senang seraya berucap.
"Makasih ya, Ma."
KAMU SEDANG MEMBACA
LDR [END]
FanfictionLong Distance Relationship. Jujur, Tay benci dengan sebutan itu. Membayangkan harinya tanpa Newwie dalam waktu yang tidak sebentar membuat kepalanya pusing. Disatu sisi dia juga tentu saja tidak bisa memaksakan egonya agar New tetap tinggal disini d...