Tay mematut dirinya di depan cermin. Dia merapihkan sedikit rambutnya sebelum beralih mengambil kunci motornya lalu keluar dari kamar. Lelaki itu memakai sepatunya, bersiap untuk berangkat ke kampus karena kebetulan jadwal kuliahnya hari ini lebih pagi dari jadwal hari-hari lainnya.
Bersamaan dengan dirinya yang sedang mengikat tali sepatu, ponselnya justru berdering membuat dia menjeda aktifitasnya sesaat. Tay menatap layar benda pipih itu sebentar sebelum mengangkat panggilan tersebut.
"Halo?"
"....."
Tay mengecek jam di pergelangan tangannya.
"Tay, ada kelas pagi ini sampe sore. Gimana ya?" Tanyanya balik seraya menunggu seseorang di balik telepon kembali berucap.
"....."
"Yaudah, nanti pulang kampus Tay kesana. Makasih, Bi."
Setelah mendengar balasan dari seberang sana, Tay langsung menutup sambungan teleponnya. Dia menghela nafas sebelum lanjut memakai sepatu. Sesaat setelahnya dia segera keluar dari unit apartemennya dan beralih menuju lift untuk sampai ke lantai dasar. Tay menunggu benda tersebut terbuka, setelahnya dia segera masuk ke dalam dimana keadaan lift pagi ini cukup sepi karena hanya ada dia seorang diri.
Benda tersebut terus bergerak sampai akhirnya sempat berhenti di lantai enam. Pintu lift itu terbuka memunculkan seseorang yang akan masuk ke dalam lift.
"Tay?" Tay yang semula menunduk menatap ke jam di pergelangan tangannya otomatis mendongak ketika namanya disebut.
Tay hanya mengangguk sekilas seraya menggeser tubuhnya memberi ruang untuk orang tersebut. Selama lift terus bergerak menuju lantai dasar, mereka berdua hanya terdiam satu sama lain sampai akhirnya pintu lift terbuka tepat ketika mereka telah sampai di lantai dasar apartemen.
Tay lebih dulu berjalan keluar dari lift. Sedangkan seseorang tadi sempat berhenti di depan lift, dia menyatukan jari-jarinya sebelum akhirnya sedikit berlari menyusul Tay yang sudah jauh dari pandangannya.
"Tay!" Panggilan tersebut membuat Tay menghentikan langkahnya. Sedetik kemudian dia merasakan sebuah tangan baru saja menepuk pundaknya. Lelaki manis itu hanya menaikan sebelah alisnya menatap seseorang yang sekarang berdiri di sampingnya.
"Thanks ya udah bantuin cari tempat tinggal. Ya—ya meskipun gue gak expect juga kalo lo malah nyaranin disini. Se-tower sama lo..." Tay mengangguk.
"Santai aja. Lagian gue nyaranin disini biar lo nggak kesepian." Balasnya.
Krit mengerutkan dahinya. Namun, sedetik kemudian Tay kembali berucap.
"Kalo lo butuh apa-apa chat gue aja atau tinggal ke atas samper gue. Siapa tau gue bisa bantuin..." Lanjutnya membuat Krit mengangguk seraya tersenyum ke arahnya.
"Iya. Tapi, gapap gue bisa sendiri kok atau nanti bisa minta tolong Billkin mungkin kalo nggak ngerepotin." Tay mengalihkan pandangannya sesaat sebelum kembali beralih pada Krit.
"Ada gue yang lebih deket kenapa harus minta tolong sama yang jauh?" Pertanyaan Tay membuat Krit tertawa.
"Iya, nanti gue hubungin lo kalo butuh bantuan."
"Btw emang lo mau sampe kapan pergi dari rumah kaya gini?"
Krit mengangkat bahunya pertanda kalau dia sendiri tidak tahu sampai kapan.
"Gak tau. Mungkin sampe gue siap buat balik ke rumah?"Tay hanya mengangguk menanggapi. Setelahnya tidak ada percakapan diantara mereka, Tay bahkan sampai lupa tujuannya untuk mengambil motor. Tetapi, sesaat kemudian dia melirik Krit yang masih berdiri di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LDR [END]
Fiksi PenggemarLong Distance Relationship. Jujur, Tay benci dengan sebutan itu. Membayangkan harinya tanpa Newwie dalam waktu yang tidak sebentar membuat kepalanya pusing. Disatu sisi dia juga tentu saja tidak bisa memaksakan egonya agar New tetap tinggal disini d...