16

150 15 4
                                    

Atmosfer apartemen Tay sore itu jadi berbeda. Raut wajah lelaki lelaki itu berbanding terbalik 180° derajat antara ketika dia berucap agar Krit dan teman-temannya yang lain tidak meninggalkannya dengan raut wajahnya saat ini. Tay marah. Dia benar-benar diliputi amarah sekarang hanya karena dia melihat postingan di instagram milik Celine, tidak lupa dengan story instagram.

Dengan nafas yang memburu, jemari Tay segera mencari kontak Newwie di ponselnya. Niatnya dia ingin langsung menghubungi New untuk menanyakan maksud dari postingan-postingan Celine.

Beberapa kali sambungan tidak terhubung ke Newwie.
"Angkat telfon gue, New Thitipoom."

Tay sudah berkali-kali mencoba menghubungi New tetapi tidak bisa, sampai akhirnya dia menaruh ponselnya di atas meja dengan kasar.

"Bangsat." Lagi. Dia mengumpat sampai Krit yang sejak tadi tidur akhirnya terbangun karena mendengar suara benturan antara ponsel dengan meja ruang tamu apartemen Tay beserta umpatan yang terlontar dari mulut lelaki itu.

"Tay, lo kenapa?!" Tay menoleh ke Krit dengan tatapan yang tentu membuat Krit jadi bergidik ngeri.

"Anjir. Lo siapa? Keluar lo!" Krit menarik rambut Tay sampai temannya itu mengaduh kesakitan.

"Apaan sih?!"

"Keluar lo dari badan temen gue!" Krit masih terus menarik rambut Tay. Entah, Tay baru mengerti kalau Krit kira ada yang merasuki Tay sekarang.

"Keluar setan!"

"Anjir lepasin rambut gua! Krit lepasin nggak! Gue nggak kesurupan!"

Mendengar omelan dari Tay membuat Krit langsung melepaskan tangannya dari dari rambut lelaki itu. Krit kembali duduk di sofa.

"Eh, lo bener nggak kesurupan kan?" Tanyanya lagi untuk memastikan.

"Jawab gue Tay!"

Tay memutar bola matanya sebelum menjawab pertanyaan Krit dengan ketus.
"Ya enggak lah."

Krit menghela nafas lega setelah mendengar jawaban Tay.
"Gue degdegan, gue kira lo kerasukan setan. Abisnya lo serem banget!"

"Kenapa sih? Tiba-tiba banting hp gitu sambil misuh misuh?" Tanya Krit. Tapi, Tay justru lebih memilih diam tanpa menjawab pertanyaan dari kakak tingkatnya itu.

Krit menghela nafas.
"Gue bilang kan, kalo lo butuh temen cerita gapapa cerita aja."

Bukannya segera menjawab, Tay justru hanya terdiam. Dia sebenarnya bimbang harus menceritakan masalahnya atau tidak. Setelah menimbang-nimbang akhirnya dia membalas.

"Bukan urusan lo." Krit yang mendengar itu hanya tersenyum tipis.
"Iya, emang bukan urusan gue sih. Gue cuma—"

"Bisa diem gak sih lo?!" Ucapan Krit di potong oleh Tay.

Krit terdiam. Dia tidak menyangka kalau Tay berbicara dengan nada kasar padanya. Padahal niatnya hanya ingin mengurangi sedikit beban Tay. Biasanya kalau kita sedang ada masalah, lebih baik berbagi pada orang-orang terdekat atau yang setidaknya dapat dipercaya daripada dipendem sendiri kan?

Sedetik kemudian Krit bersuara lagi.
"Ya—yaudah, sensi amat lo."

Krit merapikan bajunya yang sedikit ketekuk karena tidur dengan posisi sembarangan. Dia mengantungi ponselnya lalu bangkit dari sofa.

Tay dari posisi duduknya otomatis mendongak melihat ke Krit yang sudah berdiri bersiap untuk kembali ke unitnya.
"Mau kemana?"

"Balik. Udah kelarkan proposalnya? Nanti lo kirim ke gue via email aja." Krit menghela nafas sebelum melanjutkan ucapannya.

LDR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang