25

260 23 5
                                    

Beberapa hari berlalu sejak pertemuan kembali antara Tay dan New di rumah sakit kala itu dimana kehadiran Tay justru seolah tidak diharapkan oleh New. Tay bahkan tidak mengerti mengapa New lebih menerima kehadiran Earth disana waktu itu dibanding dirinya. Iya, Tay tahu mungkin hubungan mereka memang sudah berakhir tapi apa secepat itu New melupakannya? Atau justru lelaki itu sekarang membenci dirinya?"

Tay menarik nafas dalam lalu menghembuskannya. Netranya menatap keluar jendela kamar apartemennya.

"Pagi sayang." Suara itu membuat Tay yang duduk di ujung kasur lantas menoleh sambil mengulas senyum tipis.

"Pagi, Bun." Wira berjalan mendekat memasuki kamar anaknya.

"Tay, kita jadi kan jenguk New hari ini?" Tanyanya memastikan atas janji Tay beberapa hari lalu untuk membawanya menjenguk New yang dia tahu masih berstatus sebagai kekasih anaknya.

Kebetulan beberapa hari lalu Wira menelpon Tay kalau dia akan mengunjungi anak sulungnya itu di Bangkok. Maka dari itu wanita tersebut sudah berada di apartemen anaknya sejak kemarin. Tay bahkan awlanya lupa memberitahu Ibunya kalau New mengalami kecelakaan beberapa waktu lalu. Namun, entah kebetulan atau bagaimana yang pada akhirnya Tay memberitahu Ibunya dan dia sudah berjanji akan membawa Wira bertemu dengan New atas permintaan Wira sendiri.

"Hey, kok diem aja?" Tay yang melamun atas pertanyaan Ibunya kini mengerjapkan matanya dan mendapati Ibunya sudah duduk di sampingnya.

"Gimana, Bun?" Wira menekan bibirnya. Tangannya terulur merapihkan rambut anaknya yang sedikit berantakan.

"Ada yang lagi kamu pikirin, hm? Cerita coba sama Bunda." Ujarnya.

Tay menelan salivanya. Rasanya tidak mungkin dia menceritakan masalahnya dengan New pada Ibunya. Lagi pula niat awal Ibunya datang kesini hanya sekedar menengoknya kan? Tay tidak ingin Wira pulang ke Chiang Mai dengan beban pikiran atas masalah anaknya dengan New.

Tay menggeleng pelan.
"Nggak ada kok, Bun."

Maafin Tay, Bun...

Wira sangat tahu kalau anaknya pasti sedang berbohong padanya sekarang. Tanpa Tay bilang pun dia paham jika anaknya sedang kepikiran dengan suatu hal. Namun, dia lebih memilih tidak memaksa Tay untuk cerita padanya. Dia pikir kalau Tay merasa butuh cerita dengannya pasti anak itu akan terbuka sendiri kepadanya.

Wira tersenyum.
"Oke. Kalo kamu udah mau cerita ke Bunda, cerita aja ya. Kalo nanti Bunda udah pulang lagi ke Chiang Mai, bisa telfon Bunda. Oke?"

"Iya. Pasti, Bun."

"Yaudah. Kamu cepet mandi sana, terus sarapan. Bunda udah buatin sarapan di meja makan. Abis itu kita ke rumah sakit ya,"

Mendengar ucapan Ibunya membuat Tay kembali terdiam. Sebenarnya dia ragu apakah dia memang harus membawa Ibunya atau tidak. Jujur, sampai sekarang New seolah masih menjaga jarak darinya. Lelaki itu menutup diri dari Tay. Maka dari itu Tay jadi ragu mengantar Ibunya bertemu dengan New.

Gimana kalo dia cerita ke Bunda?

"Tay?" Panggil Wira membuat Tay kembali mengalihkan pandanganya pada Ibunya.

"E-eh. Iya, Bun. Gimana jadinya, Bun?" Wira menghela nafas.

"Kamu jadi kan anter Bunda ketemu New?" Tanya Wira sambil menatap lurus ke anaknya.

"I-iya, Bun. Tapi, nanti sore atau malem aja ya, Bun? Tay mau ngerjain tugas dulu siang ini."

"Oke deh. Bunda tuh khawatir banget lo sama New. Dia tuh anak baik, makanya pas tau dia terluka gitu Bunda sedih banget rasanya." Wira menatap ke lain arah.

LDR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang