18

170 16 3
                                    

Sinar matahari menyelinap masuk ke dalam kamar tidur melalui celah-celah jendela yang masih tertutup gorden. Suara dering alarm dari ponselnya berbunyi menandakan kalau pagi sudah tiba dijemput oleh sang fajar.

Tay yang sedang tidur dengan posisi tengkurap tidak bergerak sama sekali. Alarm yang terus menerus nyaring berbunyi pada akhirnya berhasil mengganggu tidurnya. Lantas tangan jenjang lelaki itu meraba ke atas nakas samping tempat tidur untuk mencari keberadaan ponselnya.

"Berisik." Tay mematikan alarmnya. Laki-laki itu kembali memejamkan kedua matanya sesaat sebelum akhirnya dia teringat kalau hari ini dia ada kelas jam sepuluh pagi.

Dengan terpaksa Tay membuka kedua matanya berusaha menyesuaikan pandangannya dengan keadaan sekitar kamar. Dia dengan cepat membalikan posisi tubuhnya lalu terdiam menatap langit-langit kamarnya.

"Good morning, Tay Tawan." Ucapnya pada diri sendiri. Lantas Tay beringsut bangkit dari tempat tidur untuk mandi lalu sarapan.

Beberapa saat kemudian Tay sudah berdiri di dapur. Kedua tangannya dia sandarkan pada counter dapur mininya. Sebenarnya dia masih setengah sadar, tadi saja di kamar mandi dia hampir terpeleset jika tidak segera berpegangan pada dinding. Tay mengusap wajahnya kasar sebelum akhirnya membuka kitchen set. Tangannya mengambil dus sereal lalu dia tuangkan isinya ke mangkuk, lantas Tay beralih menuangkan susu kemasan ke dalam mangkuk.

Tay menarik kursi meja makan sampai menimbulkan suara decitan dari kaki-kaki mejanya. Lelaki itu lantas duduk dengan tenang di kursi seraya seraya memakan sarapan paginya. Sesekali matanya melirik pada ponsel yang sengaja dia taruh di atas meja. Namun, hasilnya nihil tidak ada tanda kalau seseorang menghubunginya.

Pandangan Tay kembali fokus pada mangkuk serealnya sampai suara dering ponsel berhasil mengalihkannya. Sebuah senyum mengembang di wajah Tay ketika dia melihat nama yang tertera di layar ponselnya.

"Halo?"

"Halo, sayang. Gimana? Orangnya udah sampe?" Suara perempuan langsung terdengar di telinganya. Sedangkan Tay melirik ke arah ruang tamu sebelum akhirnya menjawab.

"Belum tuh, Bun. Orangnya beneran mau dateng hari ini emangnya?" Tanyanya.

"Iya, katanya mau dateng hari ini. Udah Bunda kasih tau juga alamat apartemen kamu biar langsung diantar kesana."

"Oh, oke. Tapi aku ada kelas jam sepuluh nanti, Bun. Takutnya orangnya dateng pas aku udah berangkat."

"Hmm, iya juga ya. Semuanya udah diurus sih, semoga datengnya pas kamu belom berangkat deh. Kamu tungguin aja ya sampe sebelum berangkat ke kampus. Nanti kalo udah sampe kabarin Bunda ya?" Tay mengangguk menuruti perintah Ibunya.

"Okedeh, Bun. Nanti kalo udah sampe Tay kabarin. By the way makasih ya, Bun. Tay jadi ngerepotin Ayah sama Bunda."

"Enggak sayang. Nggak ngerepotin sama sekali, lagian itu emang buat keperluan kamu juga disana kan."

Tay tersenyum.
"Iya, Bun."

"Oh iya, Newwie gimana kabarnya?"

Tay yang menyuap serealnya ke dalam mulut otomatis jadi terbatuk ketika mendengar Ibunya menanyakan kabar Newwie. Lelaki itu langsung mengambil air minum untuk segera dia tenggak sampai habis tidak tersisa di gelasnya.

"Newwie..." apa anjir gue aja gak tau kabarnya.

"Tay, are you okay?" Tay tertawa kecil. Tentu tawa yang dibuat-buat.

"Y-yeah. Newwie baik, Bun." maybe.....?, pikir Tay.

Tay mengetukkan jarinya di atas meja. Wira kembali bersuara di telepon.
"Bagus kalo gitu. Baik baik kamu sama dia. You are so lucky to have him, Tay. He is such a good boy. Kind-hearted, polite, also—."

LDR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang