16. Thera Kuno

16 4 0
                                    

Beberapa hari terakhir, kepalaku terus berputar ke masa lalu, ke masa-masa yang membuatku berpikir mengapa aku diperlakukan seperti itu? Mengapa aku selalu mendapat penolakan? Semua luka dari masa lalu timbul. Dahulu, aku tak tahu apa artinya. Kini, setelah kupahami setiap kejadian janggal itu, rasa sakit muncul.

Aku seolah sedang melamun lalu seseorang menepuk tangannya tepat di depan wajahku. Seperti Newton yang menemukan gravitasi saat kejatuhan apel atau Socrates yang menemukan rumus massa jenis setelah keluar dari bak mandinya. "Eureka!" namun bukan untuk penemuan yang membawa kabar gembira. Lalu, seperti duri yang tumbuh terlambat, luka-luka itu membayangi diriku yang telah dewasa. Aku benci mengatakan ini, tapi aku terjebak di masa lalu.

Sering aku mengalami setback. Aku membenci sesuatu, aku punya alasan yang kuat, namun kemudian aku berpikir apakah itu karena aku yang terlalu berlebihan, terlalu sensitif, atau mungkin hanya aku yang berpikiran begitu. Apakah kesalahan memang ada padaku? Lalu, aku menyalahkan diri sendiri. Satu-satunya yang patut kubenci hanyalah diri sendiri.

Kau tidak dapat mencapai ekspektasimu sendiri, kau tidak punya kemampuan namun kau benci mengaku bahwa kau gagal. Yang kau lakukan hanyalah menghibur dirimu dengan menyalahkan orang lain dan situasi. Kau mencari pembenaran agar kau merasa lebih baik.

Aku meremas rambutku. Semua ini membuatku pusing, letih, ingin menangis, ingin menenggelamkan wajahku di bantal di kegelapan kamar. Dan keadaan ini menjadi lebih menyakitkan saat aku menyadari bahwa tidak ada siapa-siapa untuk memelukku. Aku sendirian. Selalu sendirian. Sekalipun aku memohon, orang-orang tetap pergi.

Aku ingin berhenti meratap dan bangkit, namun aku masih ingin berguling di kasur.

Dunia terlalu kejam. Kita tidak punya waktu cukup untuk mendalami perasaan kita sendiri. Inilah yang membuatmu tidak paham atas deritamu sendiri. Pikiranmu terpecah-belah di dalam kepalamu dan berlarian saling menyenggol, tapi kau sibuk bekerja. Pikiran-pikiranmu berlarian makin kacau namun kau tetap tidak punya waktu untuk menenangkan isi kepalamu. Untuk berhenti sejenak, tidak bisa. Kau harus lembur malam ini. Lalu, setelah seharian penuh kau acuhkan, pikiranmu akhirnya punya waktu untuk mengganggumu: saat kau tidur.

Kali ini, tanpa bisa kau hindari. Seharusnya kau bisa tidur nyenyak agar kau bisa bangun segar dan bekerja lagi, tetapi kau malah berguling-guling di kasurmu sambil overthinking. Hari esok tak berjalan menyenangkan. Mood-mu kacau. Begitu terus berlanjut.

Ketika aku sudah tak tahan lagi, aku membanting sesuatu.

Satu waktu, aku membanting laptopku. Hanya karena aku tidak bisa menonton Youtube sambil makan, aku membanting tertutup laptopku, lalu makan sambil sesegukan. Sekarang, aku membanting bantalku. Membanting sesuatu tiba-tiba saja membuatku merasa puas. Aku lalu membanting bantal lagi, buku novel, baju yang baru dilipat, plastik berisi kertas-kertas sampah, ponsel.

Aku melempar barang-barangku sampai kamarku seperti kapal pecah. Namun, aku belum merasa cukup. Belum sampai dunia ini bisa kujungkirbalikkan. Buku-buku bertebaran, baju-baju bertaburan, bantal-guling tak beraturan, isi laci tumpah berserakan. Di pojok dekat wastafel, sendok-garpu berjatuhan. Satu gelas pecah. Kursi dan vas bunga tergeletak dalam posisi terbalik. Aku mau tidur di mana nanti?

Bel pintu berdenting. Aku membuka pintu, lalu tersentak. Asheraf Aden memamerkan deretan giginya. "Halo, sayang."

"Kau sedang apa?" tanyaku spontan. Ash mengernyit geli. "Menjemputmu."

"Tapi..." jadwalnya besok.

"Dan," Ash menelan ludah, "makan malam denganmu."

Ia memalingkan muka dan menyelinap ke dalam kamar.

SemidevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang